BAGIKAN
(Krichilsky et al., J. Hymenopt. Res., 2020)

Perbedaan tampilan secara jelas teramati yang menunjukkan jenis kelamin pada hewan yang disebut sebagai dimorfisme seksual adalah hal yang umum. Namun, alam telah menyajikan berbagai keunikan hingga kedua perbedaan itu bisa melekat pada satu tubuh yang sama yang disebut dengan istilah ginandromorf, suatu kondisi langka yang menghasilkan ekspresi karakteristik jantan dan betina.

Misalnya pada spesies lebah Megalopta di hutan Pulau Barro Colorado di Panama, yang ditemukan oleh para ilmuwan dari Smithsonian Tropical Research Institute (SRTI). Pengamatan ini dipimpin oleh Erin Krichilsky.

Lebah ini di bagian kirinya lebih menunjukkan karakter lebah jantan. Terdapat antena panjang, mandibula yang runcing, dan kaki belakang yang ramping dengan lebih sedikit bulunya. Sementara di bagian kanannya menunjukkan karakter betina, dengan antena yang lebih pendek, mandibula yang kokoh dan bergerigi, kaki belakangnya yang tebal dengan bulunya yang bercabang untuk mengangkut serbuk sari. Ia juga memiliki sengatan, menjorok keluar dari bagian tubuh betina.

Penemuan pertama ginandromorfisme lebah Megalopta adalah pada tahun 1999. Yaitu Megalopta genalis yang memperlihatkan kondisi yang sama seperti lebah di Barro Colorado. Penemuan baru-baru ini adalah laporan pertama ginandromorfisme pada spesies lebah Megalopta amoena yang berkerabat dekat.

Ginandromorf adalah fenomena yang sudah diketahui dan telah ditemukan pada setidaknya 140 spesies lebah. Hewan lainnya adalah kupukupu, burung, dan krustasea. 

Penentuan jenis kelamin pada Hymenoptera – serangga yang mencakup lebah, semut dan kupu-kupu – benar-benar aneh. Jika telur dibuahi maka akan menjadi betina. Sementara telur yang tidak dibuahi menghasilkan jantan. Tetapi, seperti sebuah penelitian di tahun 2018 temukan, jika sperma dari individu kedua dan bahkan ketiga memasuki telur yang sudah dibuahi – embrio wanita – telurnya dapat membelah untuk menghasilkan jaringan jantan, hingga menghasilkan ginandromorf.

Mengingat singularitas kejadian tersebut, tim ilmuwan memutuskan untuk menggambarkan aspek perilaku lebah yang belum pernah dipelajari sebelumnya terkait ginandromorf: aktivitas ritme sirkadian, proses internal yang memungkinkan organisme untuk melakukan rutinitas harian. Bagi lebah dan penyerbuk lainnya, ini untuk mengkoordinasikan perilaku mencari makan dengan ketersediaan bunga sebagai sumber daya.

Mereka menemukan bahwa lebah ginandromorf memulai aktivitasnya lebih awal dibandingkan dengan lebah jantan dan betina biasa, tetapi periode intensitas tertingginya lebih mirip dengan perilaku lebah betina. Hasil penelitian ini telah diterbitkan di Journal of Hymenoptera Research.

“Sangat mengesankan bahwa meskipun telah ada pengambilan sampel Megalopta di STRI selama hampir 30 tahun, hanya dua ginandromorf yang pernah ditemukan,” kata Krichilsky. “Benar-benar menunjukkan kelangkaan dari makhluk-makhluk ini.”

Untuk tim peneliti, kasus-kasus seperti ini menarik, tidak hanya karena dapat membantu dalam menentukan frekuensi dan distribusi ginandromorfisme secara global, tetapi juga karena serangga dapat menunjukkan perilaku langka dan baru. Pada akhirnya, pola aktivitasnya yang tidak biasa berpotensi mengarah pada jalur evolusi baru.