BAGIKAN
Crerdit :Michael Rothman/ Science China Press

Pengamatan yang dilakukan terhadap fosil dinosaurus berusia 75 juta tahun, menunjukkan keberadaan materi genetik yang masih terawetkan dengan indah. Temuan ini bisa menggerus anggapan bahwa DNA hanya sanggup terawetkan hingga satu juta tahun saja.

Dua tengkorak bayi dinosaurus paruh bebek yang dikenal Hypacrosaurus stebingeri. ditemukan pada tahun 1980-an dan disimpan di Museum of the Rockies. Para peneliti mengungkapkan adanya beberapa sel yang masih terawetkan dalam jaringan tulang rawan fosil.

“Saya tidak bisa mempercayainya, jantung saya hampir berhenti berdetak,” kenang ahli paleontologi vertebrata Alida Bailleul dari Chinese Academy of Sciences.

Dalam keterkejutannya, Bailleul tidak memberi tahu siapa pun selama beberapa hari, dan bahkan sekarang, satu dekade kemudian, tim peneliti berhati-hati untuk mengatakan terlalu banyak.

Credit: ©Science China Press

Para peneliti menemukan sekelompok struktur berbentuk lingkaran. Beberapa di antaranya saling berikatan, dan yang lainnya terpisah. Kesemuanya terdiam tak bergerak. Beberapa lingkaran yang terdapat bahan gelap mengingatkan pada nukleus, dan yang lainnya menyerupai kromosom.

“Saya bahkan tidak mau menyebutnya DNA karena saya berhati-hati, dan saya tidak ingin melebih-lebihkan hasilnya,” kata Schweitzer kepada National Geographic .

“Ada sesuatu dalam sel-sel ini yang secara kimia berkesesuaian dengan dan merespon seperti DNA.”

Para peneliti melakukan pewarnaan DNA pada sel-sel tulang rawan fosil, yang mengikat fragmen DNA untuk menunjukkan area mana saja di mana materi genetik hadir. Dua dari contoh ini sebenarnya masih saling menyatu, seolah-olah terperangkap dalam tahap akhir peristiwa pembelahan sel.

(Bailleul et al., NSR, 2020)

Para peneliti juga menjelaskan bahwa ini hanya memungkinkan untuk terjadi dalam kondisi tertentu saja. Misalnya, fakta bahwa tulang-tulang dalam sampel khusus ini semuanya telah terputus satu sama lain menunjukkan bahwa organisme tidak terkubur selama beberapa waktu setelah mati, yang menurut para peneliti mungkin membantu pengawetan DNA-nya.

Selain itu, mereka melaporkan bahwa bahan genetik purba semacam itu hanya mungkin ditemukan dalam sel tulang rawan yang terpelihara dengan baik, tetapi tidak pada tulang biasa. Karena tulang biasa lebih keropos dibandingkan tulang rawan, sehingga memungkinkan lebih sedikit air dan mikroba yang dapat menyebabkan pembusukan.

Setidaknya, penemuan ini membuka kembali diskusi tentang berapa lama materi genetik dapat bertahan, dan penulis penelitian berharap bahwa karya mereka akan menginspirasi para peneliti di museum di seluruh dunia untuk mencari spesimen dengan jaringan tulang rawan yang diawetkan untuk mencari DNA yang lebih purba.

Penelitian ini dipublikasikan di National Science Review.