BAGIKAN
Crawford Jolly/Unsplash

Bagi para ilmuwan, munculnya pengurutan DNA telah memberikan wawasan yang lebih jelas tentang keterkaitan antara evolusi dan jalur rumit yang dilalui oleh setiap organisme berbeda, terpisah, lalu kembali menyatu. Tony Capra, seorang profesor ilmu biologi dari Vanderbilt University, telah sampai pada suatu kesimpulan baru tentang bagaimana pengaruh DNA Neanderthal terhadap beberapa sifat genetik manusia modern. Dan itu bisa menjadi sesuatu yang baik.

Hasil penelitianya telah diterbitkan dalam sebuah artikel di jurnal Nature Ecology & Evolution. 

Nenek moyang semua manusia modern hidup di benua Afrika. Sekitar 100.000 tahun yang lalu, sekelompok manusia memutuskan untuk menjelajah lebih jauh. Neanderthal, kerabat manusia modern yang sudah punah, telah lama menjadi penghuni Eropa dan Asia tengah dan selatan; leluhur mereka sudah bermigrasi ke tempat ini 700.000 tahun sebelumnya. Manusia yang pindah ke Asia Tengah dan Timur Tengah bertemu dan bereproduksi dengan Neanderthal. DNA Neanderthal ada pada beberapa manusia modern, dan sekarang penelitian menunjukkan bahwa hal itu kadang bisa mendatangkan manfaat.

“Ketika Neanderthal terpisah dari suatu populasi manusia 700.000 tahun yang lalu, mereka mengambil varian genetik tertentu – dari populasi itu – bersamanya. Beberapa varian genetik ini kemudian hilang dalam populasi manusia. Kami menunjukkan bahwa kawin silang dengan Neanderthal memulihkan ratusan ribu varian genetik yang sebelumnya hilang,” kata Capra. “Varian genetik yang diperkenalkan kembali ini cenderung lebih memiliki efek positif daripada varian genetik yang unik bagi Neanderthal.”

Dalam praktiknya, varian genetik yang diperkenalkan kembali ini mungkin telah membantu dalam mengatur sifat-sifat negatif yang terkait dengan DNA Neanderthal. Termasuk penyakit autoimun, neuropsikiatri (gangguan jiwa) dan risiko kecanduan. Menghubungkan bagaimana genetika telah mengubah risiko, sangat penting untuk memahami fungsi dan perkembangan dari penyakit.

“Melalui penelitian ini kami mengidentifikasi satu set unik dari suatu varian genetik yang telah sangat tua yang lebih dulu dari Neanderthal, tetapi itu telah memungkinkan segmen DNA Neanderthal untuk tetap berada dalam DNA manusia modern,” kata David Rinker, penulis utama penelitian ini dari Capra Lab.

“Menentukan dengan tepat kapan alel-alel itu (yaitu, varian dari bentuk gen) berasal sepanjang garis waktu manusia menawarkan perspektif evolusi di mana varian genetik menjaga manusia modern tetap sehat, dan memiliki implikasi luas terhadap bagaimana faktor risiko penyakit telah berevolusi.”

Pekerjaan Capra Lab didasari oleh berbagai data dari the 1000 Genomes Project dan the Neanderthal Genome Project, dua inisiatif terbuka yang mendokumentasikan berbagai varian genetik secara terperinci. Para peneliti bekerja sama dengan Emily Hodges, untuk melakukan diseksi fungsional Neanderthal dan DNA manusia untuk mengidentifikasi varian mana yang memiliki efek fungsional. 

“Analisis ini memberikan bukti fisik dari hipotesis kami,” kata Capra. “Ini berfungsi sebagai cetak biru untuk melakukan analisis serupa pada skala yang lebih besar, karena kami telah membuktikan bahwa efek dari varian gen yang diperkenalkan kembali ini pada tingkat molekuler.”