BAGIKAN
Oleh Agricultural Research Service - http://emu.arsusda.gov/typesof/pages/soybeanOriginal source (15016 KB); Description page, Domain Publik, Pranala

Pada pandangan pertama, keragaman kerajaan hewan tampak luar biasa—dari semut hingga aligator, lebah hingga babun, serta krustasea hingga kucing, hewan-hewan tampak sangat beragam dalam berbagai aspek. Namun, jika diteliti lebih lanjut, mungkin Anda akan menyadari bahwa yang sebenarnya luar biasa tentang kerajaan hewan adalah seberapa sedikit keragamannya. Hampir semua hewan di Bumi memiliki rancangan tubuh yang sama. Mereka memiliki bagian depan yang mengandung mulut, otak, dan organ sensorik utama (seperti mata dan telinga), dan mereka memiliki bagian belakang di mana limbah keluar.

Para ahli biologi evolusi menyebut hewan dengan rancangan tubuh seperti ini sebagai bilateria karena simetri bilateralnya. Ini kontras dengan kerabat hewan kita yang paling jauh—polip karang, anemon, dan ubur-ubur—yang memiliki rancangan tubuh dengan simetri radial, yaitu bagian-bagian yang serupa tersusun di sekitar sumbu pusat tanpa ada bagian depan atau belakang. Perbedaan paling mencolok antara kedua kategori ini adalah cara hewan-hewan tersebut makan. Bilateria makan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut dan membuang limbah dari pantat mereka. Sementara itu, hewan simetri radial hanya memiliki satu lubang—mulut-pantat, jika Anda suka—yang menyerap makanan ke dalam perut dan memuntahkannya kembali.

Meskipun keragaman bilateria modern sangat besar, dari cacing hingga manusia, mereka semua berasal dari satu leluhur bilateria yang hidup sekitar 550 juta tahun yang lalu. Lalu, mengapa, dalam satu garis keturunan hewan purba ini, rancangan tubuh berubah dari simetri radial ke simetri bilateral?

Rancangan tubuh simetri radial bekerja dengan baik bagi strategi karang yang menunggu makanan datang. Namun, rancangan tubuh ini sangat tidak efektif untuk strategi berburu dengan menavigasi ke arah makanan. Untuk bergerak, tubuh dengan simetri radial memerlukan mekanisme sensorik yang mampu mendeteksi lokasi makanan di segala arah dan kemudian memiliki sistem tubuh untuk bergerak ke segala arah. Dengan kata lain, mereka perlu dapat mendeteksi dan bergerak ke semua arah secara bersamaan. Sementara itu, tubuh dengan simetri bilateral membuat pergerakan jauh lebih sederhana. Daripada membutuhkan sistem motor untuk bergerak ke segala arah, tubuh bilateria hanya memerlukan satu sistem motor untuk bergerak maju dan satu lagi untuk berbelok. Tubuh dengan simetri bilateral tidak perlu memilih arah yang tepat; mereka hanya perlu memilih apakah akan berbelok ke kanan atau kiri.

Bahkan insinyur manusia modern belum menemukan struktur yang lebih baik untuk navigasi. Mobil, pesawat, kapal, kapal selam, dan hampir semua mesin navigasi buatan manusia memiliki simetri bilateral. Ini adalah desain yang paling efisien untuk sistem pergerakan. Simetri bilateral memungkinkan alat gerak dioptimalkan untuk satu arah (maju) sambil memecahkan masalah navigasi dengan menambahkan mekanisme untuk berbelok.

Namun, ada pengamatan lain yang lebih penting tentang bilateria: Mereka adalah satu-satunya hewan yang memiliki otak. Ini bukan kebetulan. Otak pertama dan tubuh bilateria memiliki tujuan evolusi yang sama: mereka memungkinkan hewan untuk bernavigasi dengan mengarahkan tubuh. Mengarahkan tubuh adalah terobosan pertama dalam evolusi otak.

Navigasi dengan Mengarahkan Tubuh

Meskipun kita tidak tahu persis seperti apa bentuk bilateria pertama, fosil menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk mirip cacing tanpa kaki, seukuran butir beras. Bukti menunjukkan bahwa mereka pertama kali muncul pada periode Ediakara, sebuah era yang berlangsung dari 635 hingga 539 juta tahun yang lalu. Dasar laut Ediakara dipenuhi dengan lapisan mikroba hijau kental di area dangkal—koloni besar sianobakteri yang berjemur di bawah sinar matahari. Hewan multiseluler sensitif seperti karang, spons laut, dan tanaman awal banyak ditemukan di sana.

Nematoda modern diyakini tetap relatif tidak berubah sejak zaman bilateria awal. Makhluk ini memberi kita pandangan tentang cara kerja leluhur kita yang mirip cacing. Nematoda hampir secara harfiah hanya merupakan template dasar dari bilateria: tidak lebih dari sebuah kepala, mulut, perut, pantat, beberapa otot, dan sebuah otak.

Otak pertama pada bilateria, seperti pada nematoda, hampir pasti sangat sederhana. Nematoda yang paling banyak dipelajari, Caenorhabditis elegans, hanya memiliki 302 neuron, jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan 85 miliar neuron pada manusia. Namun, meskipun otaknya sangat kecil, nematoda menunjukkan perilaku yang sangat canggih. Apa yang dilakukan nematoda dengan otaknya yang sederhana ini memberikan petunjuk tentang apa yang dilakukan bilateria pertama dengan otak mereka.

Perbedaan perilaku yang paling jelas antara nematoda dan hewan-hewan purba seperti karang adalah bahwa nematoda menghabiskan banyak waktu untuk bergerak. Dalam eksperimen sederhana, jika seekor nematoda diletakkan di satu sisi cawan petri dengan makanan kecil di sisi lainnya, hasil yang terlihat adalah: pertama, nematoda selalu menemukan makanan; kedua, ia menemukan makanan jauh lebih cepat daripada jika ia hanya bergerak acak; dan ketiga, ia tidak berenang langsung menuju makanan, melainkan berputar mengarah ke makanan.

Cacing ini tidak menggunakan penglihatan, karena nematoda tidak memiliki mata. Sebagai gantinya, mereka menggunakan penciuman. Semakin dekat cacing dengan sumber bau, semakin tinggi konsentrasi bau tersebut. Cacing memanfaatkan fakta ini untuk menemukan makanan. Yang perlu mereka lakukan adalah berputar menuju arah di mana konsentrasi partikel makanan meningkat, dan menjauh dari arah di mana konsentrasi tersebut menurun. Ini adalah strategi navigasi yang sangat sederhana namun efektif, yang dapat diringkas dalam dua aturan: jika bau makanan meningkat, teruslah maju, dan jika bau makanan menurun, beloklah.

Terobosan dalam Mengarahkan Tubuh

Trik bernavigasi dengan mengarahkan tubuh ini tidak hanya baru diterapkan oleh bilateria. Organisme bersel satu, seperti bakteri, juga bernavigasi dengan cara yang serupa. Ketika reseptor protein di permukaan bakteri mendeteksi rangsangan seperti cahaya, hal itu memicu perubahan gerakan propeller protein bakteri, yang mengarahkannya ke makanan atau menjauhkannya dari bahan kimia berbahaya. Namun, mekanisme ini hanya efektif pada skala sel individu, di mana propeller sederhana dapat mengubah arah keseluruhan organisme.

Menggunakan mekanisme ini dalam organisme yang mengandung jutaan sel membutuhkan pengaturan baru. Rangsangan dari lingkungan akan mengaktifkan sirkuit neuron, yang kemudian mengaktifkan sel otot dan menyebabkan pergerakan berbelok yang spesifik. Dengan munculnya otak pertama pada bilateria, terobosan besar yang tercapai bukan hanya sekadar kemampuan untuk mengarahkan tubuh, tetapi untuk melakukannya pada skala organisme multiseluler.

Evolusi simetri bilateral dan kemunculan otak pertama memberikan keuntungan besar dalam hal navigasi dan kelangsungan hidup. Mengarahkan tubuh menuju makanan dan menghindari bahaya menjadi kunci sukses bagi bilateria awal. Dengan otak yang dapat mengatur pergerakan tubuh, bilateria dapat bergerak lebih efisien di dunia yang lebih kompleks, memberikan landasan untuk evolusi lebih lanjut menuju makhluk dengan kemampuan kognitif yang semakin canggih.


Bennett, M. S. (2023). A brief history of intelligence: Evolution, AI, and the five breakthroughs that made our brains, Mariner Books