BAGIKAN
Sementara para penyelam bisa masuk dan keluar dari gua bawah air yang dikenal sebagai Hoyo Negro hari ini, tidak ada jalan keluar bagi hewan yang terjerumus ke kematian mereka di sini 13.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut lebih rendah dan gua belum dipenuhi air (Kredit: Roberto Chavez Arce )

Di sekitar penghujung Zaman Es terakhir, sekitar 13.000 tahun yang lalu, hewan dapat menjelajahi jalan-jalan di bawah tanah di tempat yang sekarang bernama Meksiko. Tapi makhluk yang sampai di ujung lorong itu sering terjerumus dalam kematian mereka pada sebuah lubang dengan kedalaman 55 m dan sulit untuk menyelamatkan diri. Periset telah menjelajahi lubang itu, yang sekarang berada di bawah air, dan menemukan koleksi fosil yang luar biasa. Temuan mereka akan dipresentasikan pada pertemuan tahunan Society of Vertebrate Paleontology tahun ini di Calgary, Kanada pada tanggal 26 Agustus.

Sekitar tiga juta tahun yang lalu, berkat tumbukan lempeng tektonik Pasifik dan Karibia dan aktivitas gunung berapi yang signifikan, jembatan darat Panama muncul. Lahan tanah ini tidak hanya memotong samudera Atlantik dan Pasifik, yang secara dramatis mengubah badan air raksasa tersebut, namun juga memungkinkan pembauran spesies antara benua Amerika Utara dan Amerika Selatan. Hewan-hewan termasuk armadillo, landak dan oposum menuju ke utara, dan termasuk nenek moyang binatang anjing, kuda, beruang dan raccoon menempuh perjalanan ke selatan.

Periode waktu ini disebut Great American Interchange, dan ini adalah periode migrasi spesies yang signifikan dengan 38 genera mamalia yang berjalan ke utara dan 47 berjalan ke selatan. Sementara Interchange terjadi jutaan tahun yang lalu, jembatan darat Panama terus memberikan rute penting bagi mamalia yang melakukan perjalanan antara dua benua di Belahan Barat, termasuk periode Zaman Es terakhir. Namun, menurut Society of Vertebrate Paleontology, fosil dari wilayah ini, yang sekarang termasuk Meksiko selatan dan Amerika Tengah, jarang terjadi.

Itu berubah dengan ditemukannya fosil yang tertanam di dalam lubang bawah air yang dikenal dengan sebutan “Hoyo Negro,” yang berarti “lubang hitam” dalam bahasa Spanyol.

“Pengawetan bahan fosil itu luar biasa, dan akan memungkinkan kita untuk merekonstruksi berbagai aspek anatomi, hubungan evolusioner, dan perilaku,” kata Dr. Blaine Schubert dari East Tennessee State University, salah satu peneliti utama dalam proyek tersebut. “Keanekaragaman fauna memberi kita gambaran baru yang menarik tentang wilayah ini di tengah perubahan yang cepat iklim dan lingkungan.”

Sejauh ini, tim teknis penyelam gua telah menjajaki dan memotret area tersebut menggunakan peralatan SCUBA rebreathing khusus yang membuat gelembung tidak mengganggu lokasi pemotretan. Fosil milik kucing sabertooth, singa gunung, beruang pendek dan tapir telah ditemukan, serta sisa-sisa tiga jenis sloth tanah raksasa – termasuk spesies yang belum pernah dilihat sebelumnya. Lubang itu juga memegang tulang gomphothere, kerabat jauh gajah hari ini yang punah sekitar 11.700 tahun yang lalu.

Schubert mengatakan bahwa temuan beruang itu mengejutkan. “Sisa-sia Artrotherium beruang berwajah pendek sangat penting, tidak hanya mewakili material terlengkap dan melimpah dari satu lokasi, tapi juga bukti pertama bahwa mereka menyeberang dari Amerika Selatan ke Amerika Utara,” katanya.

Mungkin yang paling menarik dari semuanya, lubang itu berisi kerangka manusia betina yang signifikan.

“Ini merupakan kerangka manusia purba tertua dan terlengkap di Amerika, dan dia hidup berdampingan dengan beragam megafauna,” kata Schubert.

Tim peneliti, termasuk perwakilan dari AS dan Meksiko akan terus mengeksplorasi dan mendokumentasikan Lubang Hitam dengan harapan dapat menemukan lebih banyak lagi informasi tentang ekologi jembatan darat, yang dianggap sebagai “salah satu peristiwa geologi terpenting untuk terjadi di Bumi dalam 60 juta tahun terakhir,” menurut NASA.