BAGIKAN
Dengan menggunakan sel punca embrionik, para peneliti berhasil merekayasa sebuah struktur yang meniru tahapan awal pertumbuhan manusia di dalam rahim. Gambaran ini menunjukkan struktur memecah simetri dari bentuk bola menjadi struktur yang lebih kompleks yan akhirnya berkembang menjadi janin. [Credit: Mijo Simunovi,Ph.D, Simons Junior Fellow, Rockefeller University]

Beberapa minggu setelah terjadinya pembuahan, sel-sel dalam tubuh membelah membentuk embrio hingga akhirnya tumbuh menjadi bentuk manusia lengkap dan sempurna. Bagaimana sel-sel ini bisa melakukannya, hingga saat ini masih menjadi misteri.

Selama beberapa dekade, para ilmuwan terus berusaha memahami apa yang terjadi pada tahapan awal yang memungkinkan embrio berkembang menjadi sebuah janin. Tetapi beberapa tahapan yang krusial tetaplah menyisakan misteri. Hal tersebut dikarenakan proses ini terjadi di dalam rahim dan mereka tidak bisa menelitinya.

Sebuah tim ilmuwan dari berbagai macam disiplin ilmu, antara lain di bidang fisika dan biologi dari Rockefeller University, berhasil merekayasa suatu bentuk embrio manusia berumur 10 hari, dari bentuk bulat yang sempurna menjadi bentuk yang tidak simetris.

Hasil riset ini dipublikasikan dalam Nature Cell biology.

Adanya pelarangan untuk merekayasa embrio manusia hingga usia lebih dari 14 hari membuat penelitian untuk mempelajari tentang bagaimana tahapan awal pembentukan tubuh manusia menghadapi tantangan secara etika dan praktik. Sayangnya, penelitian dengan menggunakan model hewan hanya bisa menjelaskan adanya proses-proses biokimia dan genetik yang merubah sebuah sel yang subur menjadi bentuk manusia yang utuh.

Para peneliti mengharapkan hasil kreasi mereka yang terbuat dari sel punca embrionik manusia, akan membuka pengetahuan terhadap tahapan awal perkembangan manusia dan juga membuka jalan bagi penelitian tentang interfilitas dan pencegahan gugurnya janin, kelainan bawaan pada bayi, dan berbagai macam penyakit lainnya. Para peneliti berkata bahwa ini adalah pertama kalinya ilmuwan berhasil menciptakan model hidup dari embrio manusia dengan struktur tiga dimensi.

Tetapi penelitian ini kemudian menimbulkan perdebatan tentang sampai sejauh mana pembuatan embrio sintetik manusia yang disebut dengan embryoid ini boleh dilakukan.

“Pekerjaan yang sangat menarik,” kata Insoo Hyun, seorang ahli bioetika dari Case Western Reserve University dan Harvard Medical School yang tidak terlibat dalam penelitian ini. “Tetapi juga mengundang kita untuk memikirkan kembali secara serius tentang batasan etika untuk penelitian ini.”

Ali Brivanlou, ahli biologi molekular dari Rockefeller University bersama rekan-rekannya memutuskan untuk menggunakan sel punca embrionik manusia untuk menciptakan model hidup embrio manusia untuk penelitian mereka di lab.

“Kami merekayasa sebuah model embrio manusia yang berkembang di luar rahim manusia dan bukan hasil dari sel sperma dan sel telur, tetapi merupakan hasil dari sel punca embrionik manusia yang bisa mengatur dirinya sendiri menjadi sebuah struktur yang kompleks,” kata Brivanlou.

Model yang dikembangkan ini mirip dengan embrionik organoid, struktur sintetik yang mampu meniru karakteristik dari organ manusia walaupun tidak seluruhnya.

Para peneliti menempatkan sel punca embrionik manusia ke dalam wadah yang berisi gel dan ditambahkan sejenis protein yang akan membuat sel punca merubah dirinya menjadi bentuk bola-bola berongga yang mirip dengan bentuk tahap awal sebuah embrio.

“Model eksperimental kami berbentuk seperti sebuah bola -tempurung – dari sel. Dan bentuk ini diperkirakan adalah bentuk dari jaringan embrionik pada tahap awal,” kata Mijo Simunovic, penulis utama artikel penelitian ini.

Kemudian, bola-bola dari sel ini melanjutkan tahapan selanjutnya yang krusial: mereka memecahkan bentuk simetri dari bola, yang dimulai dengan perkembangan menjadi struktur yang lebih kompleks yang nantinya akan berkembang menjadi bentuk sempurna manusia.

“Proses pemecahan simetri ini adalah hal yang sangat langka terjadi dalam biologi perkembangan,” kata Brivanlou. “Hidup adalah rangkaian dari kejadian pemecahan simetri yang berkelanjutan.”

Tahapan ini-lah yang menentukan keseluruhan proses pembentukan yang terjadi selama pertumbuhan embrionik. Di mana ditentukan bahwa kepala kita tidak akan sama dengan kaki kita, karena pada tahap ini, embrio terbagi menjadi dua bagian, anterior dan posterior,” kata Simunovic.

Tahapan pembentukan yang sangat penting ini, disebut dengan tahap gastrulasi, dan terjadi pada semua jenis mamalia. Dua tahun yang lalu, peneliti menemukan menemukan bukti terjadinya proses ini dalam sel punca manusia, yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian pada embryoid yang telah direkayasa.

Untuk mengetahui secara detil proses biokimia dalam tahap gastrulasi pada manusia, tim peneliti memasukkan gen pertumbuhan yang bertanggung jawab dalam pembentukan pola anatomi pada tikus dan juga embryoid manusia yang diberi nama bone morphogenetic protein 4 (BMP4).

“Dalam jangka waktu dua hari setelah Anda memasukkan gen BMP4, satu bagian dari kultur 3D telah menunjukkan tanda posisi posterior, dan pada bagian lainnya menunjukkan posisi anterior,” kata Simunovic.

Bagi para peneliti, pengalaman mereka berhasil merekayasa dan juga mempelajari peristiwa pemecahan simetri untuk pertama kalinya adalah sangat mendebarkan dan juga sangat mengesankan dan sekaligus mengejutkan. Brivanlou mengatakan, “Saya merasakan seperti menyaksikan salah satu aspek paling misterius dari keberadaan kita.”

Brivanlou, Simunovic dan rekan-rekan mereka mengharapkan hasil kerja merek ini akan menjadi batu pijakan bagi penemuan-penemuan fundamental lainnya yang memungkin bisa menghasilkan banyak implikasi, termasuk dalam mempelajari berbagai penyakit.

Para ilmuwan lainnya juga sependapat. “Hasil riset ini sangatlah penting bagi ilmu pengetahuan,” kata Dr. George Daley, ilmuwan sel punca terkemuka dan juga rektor dari Harvard Medical School. “Pengetahuan kami sangat terbatas dalam tahapan awal perkembangan embrio. Dan kini, kami memiliki alat yang luar biasa diadalam petri dish.”

Tetapi Daley dan Hyun mengatakan bahwa penelitian ini menimbulkan berbagai pertanyaan.

Pertanyaan yang muncul antara lain: “hingga berapa lama struktur tersebut diperbolehkan untuk terus berkembang dan apakah akan timbul tantangan etik seiring dengan kemajuan penelitian embrio manusia?” Kata Daley.

Sebuah aturan yang berlaku selama ini membatasi ilmuwan yang melakukan penelitian perkembangan embrio dan perkembangan menjadi struktur yang lebih kompleks di lab hanya sampai 14 hari. Embrio sintetik hasil karya Brivenlou dan tim mungkin telah mendekati kondisi yang setara dengan embrio manusia pada usia 14 hari atau lebih dari itu.

“Hasil ini memberikan petunjuk, bahwa ilmu pengetahuan perlu meninjau kembali peraturan tersebut,” kata Daley.

Dan Hyun juga sependapat. “Karena model embrio hasil penelitian semakin kompleks dan semakin membuka pengetahuan kita tentang bagaimana tubuh manusia berkembangan setelah terjadinya pembuahan, kita semua bertanya-tanya: sampai batas mana model ini secara efektif dianggap sebagai embrio yang sebenarnya?” kata Hyun.

Dan faktanya, embryoid telah menunjukkan tanda-tanda awal dari struktur krusial yang dikenal sebagai tahapan pembentukan garis primitif (primitive streak), dan ini membuka jalan pintas bagi penelitian embrio manusia di lab.

“Penelitian ini sangat tidak terduga. Bagaimana sel-sel ini mampu mengatur dirinya terkadang mengejutkan para peneliti – mereka sampai pada tingkatan kompleksitas yang tidak pernah mereka perkirakan sebelumnya,” kata Hyun.

“Karena apa yang kami hasilkan sekarang, International Society for Stem Cell Research berencana untuk merevisi aturan yang membatasi penelitian terhadap embrio manusia,” kata Delay.

“Sudah waktunya untuk mengevaluasi kembali batasan-batasan bagi eksperimen semacam ini,” kata Daley. “Para ilmuwan telah mencapai suatu titik di mana diperlukan peninjauan kembali terhadap peraturan 14 hari tersebut.”

Para peneliti dari the Rockefeller University juga sependapat bahwa peneliti dan para ahli bioetika bertemu untuk mendiskusikan masalah yang timbul dari hasil riset ini. Mereka bahkan mendesak agar model embrio hasil kreasi mereka tidak disamakan statusnya dengan embrio manusia karena menurut mereka tidak akan pernah bisa berkembang menjadi bayi manusia.

“Model ini bukanlah embrio manusia sebenarnya, dan tidak akan pernah menjadi embrio manusia jika kami biarkan berkembang,” kata Simunovic.

Tetapi para peneliti berencana untuk terus mengembangkan embryoid yang lebih kompleks.

“Sekarang kami sedang membangun model yang kompleks dari sebelumnya untuk mempelajari tahapan-tahapan yang lebih kompleks dalam perkembangan embrio manusia,” kata simunovic di NPR.