BAGIKAN
Photo by vikram sundaramoorthy on Unsplash

Pencemaran yang dihasilkan manusia tidak hanya berupa emisi, cairan dan padatan saja, tapi juga bisa berupa kebisingan yang telah disepakati dapat berdampak negatif pada sebagian hewan dan mungkin juga pada tumbuhan. Bahkan, sebuah penelitian terbaru mengatakan bahwa kebisingan yang kita buat harus diperlakukan sebagai polutan utama dunia.

“Kami menemukan bahwa kebisingan memengaruhi kebanyakan spesies amfibi, artropoda, burung, ikan, mamalia, moluska, dan reptil,” kata para ilmuwan dari Queen’s University Belfast dalam studinya yang diterbitkan di Royal Society’s Biology Letters.

Kebisingan manusia menjalar pada lingkungan, mulai dari kendaraan, industri di pusat-pusat kota yang padat, pesawat terbang, hingga ke kapal-kapal yang melaju di laut yang baling-balingnya dianggap mengganggu komunikasi sonar paus dan mungkin menjadi penyebab terjadinya keterdamparan secara massal dari hewan-hewan perairan yang kehilangan arahnya.




Berdasarkan peninjauan terhadap serangkaian studi secara individu dalam apa yang dikenal sebagai meta-analisis, Hansjoerg Kunc dan Rouven Schmidt mengatakan masalah ini harus dilihat sebagai “kebanyakan spesies dipengaruhi kebisingan daripada sebagian spesies yang sangat sensitif terhadap kebisingan.”

“Temuan yang menarik adalah bahwa spesies itu mencakup mulai dari serangga kecil hingga mamalia laut berukuran besar seperti paus,” katanya kepada AFP.

“Kami tidak menyangka untuk menemukan respon terhadap kebisingan dari semua spesies hewan.”

Makalah itu mengatakan bahwa respon hewan terhadap kebisingan suara dari aktivitas manusia tidak selalu secara langsung, dan tidak dapat dengan mudah dikatakan sebagai sesuatu yang positif atau negatif.

Kebisingan suara dari manusia, misalnya, telah terbukti mengganggu sistem deteksi sonar yang digunakan kelelawar untuk menemukan mangsa serangganya, membuatnya lebih sulit bagi mamalia terbang ini untuk memenuhi perutnya.

Tapi mungkin itu juga kabar baik bagi serangga tersebut, “Mangsa potensial mungkin mendapat manfaat langsung dari kebisingan antropogenik – dihasilkan manusia,” menurut paper tersebut.

Kunc memperingatkan bahwa bagaimanapun gambaran besar masih merupakan gangguan serius di lingkungan alam.



“Pada contoh kelelawar, sebagai pemangsa mungkin menderita karena tidak dapat menemukan mangsanya … tetapi pada spesies di mana mangsa potensial mengandalkan suara untuk mendeteksi pemangsanya, mangsa tersebut mungkin menderita karena tidak dapat mendengar mereka cukup awal untuk melarikan diri. “

Polusi suara manusia dan respon hewan terhadapnya harus dilihat dalam konteks ekosistem, terutama ketika mempertimbangkan upaya konservasi, catat para penulis.

“Kebisingan harus dianggap sebagai bentuk perubahan lingkungan dan polusi yang serius karena mempengaruhi spesies akuatik dan terestrial,” kata mereka.

“Analisis kami memberikan bukti kuantitatif yang diperlukan bagi badan legislatif untuk mengatur pemecah stres lingkungan ini secara lebih efektif.”


©AFP