BAGIKAN
Nikolas Noonan/ Unsplash.com

Selama lebih dari 3,5 milyar tahun, organisme hidup telah berevolusi, berkembang biak dan juga terdiversifikasi, untuk menjajah setiap ekosistem di permukaan bumi. Sisi lain dari ledakan spesies baru ini adalah proses kepunahan yang tidak bisa dihindarkan dan akan selalu menjadi bagian dari siklus evolusi kehidupan.

Dan ternyata kedua proses ini tidak selalu sejalan. Seharusnya, ketika terjadinya kepunahan spesies secara sangat cepat, akan digantikan formasinya oleh spesies baru, keseimbangan ini bisa terganggu karena terjadinya peristiwa “kepunahan massal”.

Kepunahan massal adalah hilangnya sekitar tiga perempat dari keseluruhan spesies yang ada di seluruh penjuru bumi yang disebabkan oleh periode geologis yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan membandingkan panjangnya rentan waktu sejak pertama kali kehidupan ada di planet, definisi”sangat singkat” adalah kurang dari 2,8 juta tahun.

Sejak periode kambrium dimulai sekitar 540 juta tahun yang lalu, ketika terjadi ledakan keragaman organisme di bumi, hanya terjadi lima episode kepunahan yang masuk dalam kriteria peristiwa kepunahan massal.

Episode-episode yang dikenal sebagai “Lima besar” selalu dijadikan patokan secara sains untuk menentukan apakah yang terjadi pada manusia sekarang ini adalah kondisi yang mengarah pada peristiwa kepunahan massal ke-enam.

Lima peristiwa kepunahan massal telah terjadi rata-rata setiap 100 juta tahun sekali sejak periode Kambrium, walaupun tidak pernah ada pola yang bisa dideteksi pada setiap kejadian ini.

Setiap kejadian berlangsung selama 50 ribu dan 2,76 juta tahun. Kepunahan massal pertama kali berlangsung pada akhir periode Ordovisium sekitar 443 juta tahun yang lalu dan menghapus lebih dari 85 persen dari keseluruhan spesies.

Kepunahan massal pada masa ordovisium dipicu oleh dua buah fenomena iklim. Pertama, adalah penurunan suhu di seluruh permukaan bumi secara tajam dan dalam jangka waktu lama yang menyebabkan terjadinya zaman es. Yang kedua adalah kenaikan suhu bumi secara cepat.

Peristiwa kepunahan massal kedua terjadi selama akhir periode Devon sekitar 374 juta tahun yang lalu. Peristiwa ini menyebabkan punahnya sekitar 75 persen dari keseluruhan spesies di bumi, yang sebagian besar terdiri dari invertebrata dasar laut di lautan tropis.

Periode ini ditandai dengan bervariasinya tinggi permukaan laut, dan terjadi perubahan kondisi iklim secara global secara ekstrim antara suhu dingin dan hangat.

Dan pada periode ini, tumbuhan mulai mengambil alih daratan kering, dan pada saat itu terjadi penurunan konsentrasi CO2 secara global; dan juga terjadi transformasi kondisi tanah dan periode rendahnya kadar oksigen di bumi.

Peristiwa ketiga adalah yang paling meluluhlantakkan bumi diantaranya lima peristiwa lainnya, terjadi pada akhir periode Permian, sekitar 250 juta tahun yang lalu. Peristiwa ini menghapus lebih dari 95 persen dari keseluruhan spesies yang ada pada masa itu.

Beberapa perkiraan akan penyebab dari kejadian itu adalah jatuhnya meteor yang menyebabkan udara di atas bumi dipenuhi oleh partikel-partikel pecahan batu meteor tersebut. Kondisi ini menyebabkan terhalangnya cahaya matahari dan memicu timbulnya hujan asam yang intens.

Beberapa penyebab lainnya masih diperdebatkan. Seperti aktivitas gunung berapi yang masif di area yang sekarang adalah Siberia, meningkatnya tingkat toksisitas lautan yang disebabkan oleh kenaikan kadar CO2, atau penyebaran air dengan kadar oksigen yang sangat kecil di lautan dalam.

Lima puluh juta tahun setelah peristiwa kepunahan massal Permian, sekitar 80 persen dari keseluruhan spesies menjadi langka kembali selama periode Trias

Kepunahan massal pada masa ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas geologi yang sangat besar, di area yang sekarang adalah samudra Atlantik yang menyebabkan naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer, meningkatnya temperatur global, dan kondisi air laut yang semakin asam.

Dan yang terakhir, adalah peristiwa kepunahan massal yang terjadi pada periode kapur (kretasius), yang telah menghapuskan sekitar 76 persen dari keseluruhan spesies di bumi, termasuk di dalamnya adalah dinosaurusus yang pernah menghuni daratan. Punahnya dinosaurus, predator terbesar di atas permukaan bumi pada saat itu, memberikan kesempatan pada mamalia lain untuk akhirnya berkembang, dan menguasai habitat baru, dan spesies manusia akhirnya muncul dan berkembang setelah terjadinya peristiwa itu.

Dan penyebab yang paling mungkin dari kepunahan massal di era kretasius ini adalah terjadinya tabrakan benda langit (meteor) pada wilayah Yucatan, sekarang menjadi Mexico, erupsi masif gunung berapi di propinsi Deccan, yang sekarang berada di wilayah barat tengah India, atau kombinasi kedua peristiwa tersebut.

The Conversation / CC BY-ND 4.0)

Planet Bumi, kini kembali mengalami kondisi yang berindikasi pada terjadinya krisis kepunahan. Dan kali ini kemungkinan besar di sebabkan karena eksploitasi besar-besaran planet ini oleh manusia. Tetapi apakah nantinya akan membawanya kepada kepunahan massal ke-enam, semuanya bergantung pada laju kepunahan saat ini, apakah lebibh besar dari laju “normal” atau ‘latarbelakang”, yaitu laju kepunahan massal tanpa adanya campur tangan manusia.

Laju normal kepunahan diindikasikan dengan seberapa cepat spesies-spesies yang ada akan menghilang tanpa adanya usaha manusia untuk mempertahankannya, dan kondisi ini diukur melalui data yang berasal dari fosil untuk mengetahui berapa banyak spesies yang pernah musnah diantara setiap peristiwa pemusnahan massal yang pernah terjadi.

Dan laju kepunahan nirmal yang paling bisa diterima diperkirakan berasal dari data fosil yang menghasilkan rata-rata jangka hidup dari sebuah spesies selama satu juta tahun, atau satu kepunahan spesies per satu juta tahun spesies.

Tetapi perkiraan nilai ini sangat tidak meyakinkan, berada pada angka 1,0 dan 2,0 kepunahan per satu juta tahun spesies. Dan untuk bisa menjawab apakah kita sekarang berada pada proses kepunahan massal ke-enam, diperlukan perhitungan lebih detil untuk bisa mengetahui berapa nilai paling tepat, dan sangat sulit untuk membandingkan situasi bumi saat ini dengan kondisi masa lalu.

Sangat kontras peristiwa kepunahan massal “Lima besar”, apa yangterjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh aktifitas-aktifitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti perusakan dan fragmentasi dari habitat, eksploitasi alam secara langsung seperti penangkapan ikan dan perburuan, polusi kimia, invasi spesies dan pemanasan global akibat perbuatan manusia.

Jika kita menggunakan pendekatan yang sama untuk memperkirakan laju kepunahan per juta tahun spesies, didapatkan nilai sepuluh dan 10.000 kali lebih tinggi dari laju normal kepunahan.

Dan mungkin akan dibutuhkan beberapa juta tahun proses diversifikasi evolusioner untuk memperbaiki spesies Bumi hingga pada kondisi awal sebelum manusia merubah kondisi planet. Diantara seluruh spesies vertebrata, 322 spesies tercatat mengalami kepunahan sejak tahun 1500, atau sekitar 1,2 spesies akan punah setiap dua tahun.

Berdasarkan penurunan jumlah spesies vertebrata yang terdaftar dalam the international Union for Conservation of Nature, 32 persen dari semua spesies yang ada di seluruh ekosistem menurun dalam jumlah besar. 

Faktanya, planet bumi telah kehilangan sekitar 60 persen dari keseluruhan vertebrata sejak 1970.

Australia memegang rekor paling buruk tentang kepunahan yang pernah tercatat di seluruh benua, dengan lebih dari 100 spesies vertebrata yang punah sejak pertama kali manusia datang di bumi selama lebih dari 50 ribu tahun. 

Dan lebih dari dari 300 spesies hewan dan 1,000 spesies tanaman yang sekarang masuk dalam daftar spesies yang terancam punah dalam waktu dekat.

Dan dalam beberapa penelitian ditunjukkan bahwa kondisi yang berlangsung sekarang, seperti akselerasi perubahan iklim, perubahan komposisi atmosfer karena industri, dan tekanan ekologi abnormal akibat konsumsi manusia terhadap sumber daya alam, menunjuk kearah terjadinya kepunahan.

Dan semua kondisi ini mengindikasikan kepunahan massal ke-enam sedang berlangsung sekarang ini.


Artikel ini diterbitkan ulang dari The Conversation di bawah lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya .