BAGIKAN
(John Sibbrick / SCIENCE PHOTO LIBRARY/ New Scientist)

Ichthyosaur adalah sejenis reptil yang hidup di laut, mirip lumba-lumba serta berukuran raksasa, yang muncul setelah kepunahan massal Permian, sekitar 250 juta tahun yang lalu. Sebuah skenario tentang kematian dari salah satu hewan ini bisa dikembangkan setelah mempelajari fosilnya. Ketika seekor Ichthyosaur mengalami kematian, tak lama setelah memangsa hewan yang seukuran dengannya di sekitar 240 juta tahun yang lalu. Mungkin ia telah melahap sesuatu yang melebihi dari apa yang bisa dikunyahnya.

Setelah jutaan tahun menjadi fosil, di tahun 2010 para ilmuwan menemukannya di barat daya China. Dan sekarang, para peneliti yang kembali mempelajari lebih jauh terkait fosil ini menemukan apa yang telah turut bersemayam di dalam perutnya. Hasil dari penelitiannya telah diterbitkan dalam jurnal iScience.

“Kami tidak pernah menemukan sisa-sisa artikulasi reptil besar di dalam perut seekor predator raksasa dari zaman dinosaurus, seperti reptil laut dan dinosaurus,” kata rekan penulis Ryosuke Motani, profesor ilmu bumi dan planet di Universitas California, Davis. “Kami selalu memperkirakannya dari bentuk gigi dan desain rahang, bahwa predator tersebut dipastikan memangsa hewan besar, tetapi sekarang kami memiliki bukti langsung bahwa mereka memang melahap mangsa yang besar.”



Para peneliti melihat tonjolan besar dari tulang hewan lain di dalam perut Ichthyosaur tersebut. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa tulang tersebut milik dari Xinpusaurus xingyiensis, sejenis reptil mirip kadal, yang merupakan bagian dari kelompok thalattosaurus.

Ichthyosaur panjangya hampir 5 meter sementara mangsanya panjangnya sekitar 4 meter, meskipun tubuhnya lebih kurus dari ichythosaur. Tampaknya, sang predator telah memangsa bagian tengah dari tubuh thalattosaurus, dari tungkai depan hingga ke belakang.

(Da-Yong Jiang, et al.)

“Penyebab kematian yang paling memungkinkan adalah kerusakan pada lehernya, yang kemungkinan menghalangi predator ini untuk bernapas,” kata Motani kepada AFP.

Skenario pun semakin berkembang, ketika ditemukan fosil lain yang tampak seperti bagian ekor dari thalattosaurus. Ditemukan, sekitar 20 meter dari fosil Ichthyosaur tersebut. Hal ini membuat tim peneliti percaya bahwa ekor itu telah putus oleh ichthyosaurus dan ditinggalkannya. Ichthyosaur mungkin mengalami cedera saat melawan thalattosaurus, atau saat mencoba menelannya bulat-bulat. Tapi, semua itu hanyalah spekulasi karena tak ada yang menyaksikannya secara langsung saat itu, kata Motani.

Para peneliti pun yakin bahwa Ichthyosaur tidak melahap thalattosaurus dalam keadaan sudah menjadi bangkai. Kematiannya merupakan bagian dari sebuah episode predasi dari sang megapredator.

“Tidak ada tanda-tanda pembusukan mangsanya – jika itu adalah bangkai busuk, Anda tidak akan menyangka menemukan jari-jarinya masih menempel di tubuhnya,” kata Motani kepada AFP.

Isi perut ichthyosaurus tidak menunjukkan tanda-tanda pencernaan lanjutan oleh asam, yang berarti kemungkinan besar kematiannya tak lama setelah makan terakhirnya. Karena penemuan isi perut pada fosil laut sangat langka, para ilmuwan umumnya mengandalkan bentuk gigi dan rahang untuk mengetahui apa yang mungkin mereka makan.



Ichthyosaurus memiliki gigi tumpul, tetapi karena tidak ada bukti langsung adanya konsumsi mangsa besar, para peneliti sebelumnya mengira mereka dipastikan hanya memakan mangsa kecil.

Predator puncak purba biasanya dianggap memiliki gigi besar dan sangat tajam. Meskipun predator puncak modern seperti orca, anjing laut macan tutul, dan buaya menggunakan strategi serupa menggunakan gigi tumpul untuk memakan mangsa besar. Mereka lebiih menggunakan kekuatan cengkraman giginya dari pada daya potongnya.

Peristiwa ini terjadi setelah akhir periode Permian, ketika vertebrata darat mulai bergerak kembali ke laut setelah peristiwa kepunahan massal. Fakta bahwa predator muncul tak lama kemudian di periode Trias Tengah adalah sebuah pertanda bahwa ekosistem bangkit kembali, kata Motani.