BAGIKAN
(Voyager 2, NASA, Erich Karkoschka)

Saturnus bukanlah satu-satunya planet di sistem tata surya yang dikelilingi oleh cincin. Karena Saturnus adalah satu-satunya planet bercincin yang bisa diamati dengan teleskop biasa, selebihnya, yaitu Uranus, Jupiter dan Neptunus, hanya bisa diamati cincin-cincinnya dengan teleskop canggih. Baru-baru ini telah dirilis foto terbaru ke-tiga belas cincin Uranus yang memperlihatkan secara detail gambaran termal dari planet es ini.

Cincin-cincin dari planet Uranus belum bisa dideteksi sampai tahun 1977, dan secara mengejutkan, baru-baru ini cincin-cincin dari Uranus tertangkap gambarnya dengan sangat jelas ketika diamati dengan dua teleskop berukuran besar di dataran tinggi Chile.

Tampilan cahaya termal dari cincin Uranus ini, membuka pandangan baru dari para astronom, karena selama ini cincin tersebut hanya merefleksikan sedikit cahaya ketika diamati, baik secara langsung ataupun secara optikal dalam panjang gelombang yang mendekati infra merah, seperti umumnya digunakan dalam pengamatan obyek di tata surya.

Dengan gambaran baru yang diambil oleh dua teleskop Atacama Large Milimeter Array (ALMA) dan Very Large Telescope (VLT) ini, tim peneliti untuk pertama kalinya bisa mengukur temperatur dari cincinnya: minus 196 derajat Celcius atau 77 derajat diatas suhu nol absolut (suhu terendah yang mungkin terjadi), atau titik didih nitrogen cair yang setara dengan 320 derajat Farenheit dibawah nol. (Temperatur permukaan Uranus adalah -226 derajat Celcius, lebih dingin dari temperatur cincin-cincinnya).

Gambaran termal dari atmosfer Uranus pada panjang gelombang radio, diambil dengan menggunakan teleskop ALMA pada Desember 2017. Gambaran ini memperlihatkan emisi termal, atau panas dari cincin-cincin Uranus untuk pertama kalinya, sehingga para ilmuwan dapat mengukur temperaturnya, yaitu -196 derajat Celcius. Pita-pita gelap di atmosfer Uranus pada panjang gelombang ini menunjukkan keberadaan dari molekul-molekul yang menyerap gelombang radio, khususnya molekul gas hidogen sulfida. Bagian yang sangat terang seperti pada kutub utara planet, memiliki kandungan molekul hidrogen sulfida yang kecil. (Credit: UC Barkeley image oleh Edward Molter dan Imke de Pater)

Pengamatan ini juga mengkonfirmasi bahwa cincin Uranus yang paling terang dan berbentuk padatan yang dikenal sebagai cincin epsilon, berbeda dengan sistem cincin-cincin planet lainnya yang selama ini diketahui di dalam tata surya, khususnya untuk planet Saturnus yang memiliki ribuan cincin yang terlihat sangat mempesona.

“Cincin Utama Saturnus yang beku terlihat melebar, terang dan terdiri dari berbagai debu berukuran mikron di cincin D paling dalam, hingga puluhan meter di cincin utama,” kata Imke de Pater, professor ilmu Astronomi dari UC Berkeley. “Hal kecil yang tidak biasa di cincin utama dari Uranus, pada cincinnya yang paling terang, yaitu epsilon, ternyata hanya terdiri dari batu-batuan yang berukuran sebesar bola golf hingga yang berukuran lebih besar dari itu.”

Sebagai perbandingan, cincin-cincin planet Jupiter, sebagian besar terdiri dari partikel kecil berukuran mikron (satu mikron sama dengan satu perseribu millimeter). Cincin-cincin planet Neptunus juga sebagian besar terdiri dari debu, dan bahkan pada planet Uranus terdapat pita debu yang terlebar di antara cincin-cincin utamanya.

“Sekarang kami tahu bahwa cincin epsilon berbeda dari yang lainnya, karena kami tidak bisa menemukan partikel berukuran kecil di sana,” kata Mahasiswa pasca sarjana Edward Molter. “Ada sesuatu hal yang “menyapu” partikel-partikel berukuran kecil dari cincin tersebut, atau tidak terlihat karena sangat gelap, kami masih belum tahu pasti. Penelitian ini adalah langkah baru dalam memahami komposisinya, apakah semua cincin berasal dari sumber material yang sama, atau berbeda pada setiap cincin.”


(Credit:Molter et all, ar Xiv 2019)

Cincin yang terdapat pada planet bisa jadi adalah sisa-sisa dari asteroid yang terjebak oleh gaya gravitasi planet, sisa-sisa dari berbagai bulan yang saling bertabrakan dan kemudian hancur berantakan, sisa-sisa dari bulan-bulan yang telah hancur ketika mereka terlalu dekat dengan planet, atau sisa-sisa dari peristiwa pembentukan planet tersebut 4,5 miliar tahun yang lalu.

Gambar dari cincin planet Uranus yang menggunakan gelombang yang mendekati infra merah dengan teknologi sistem optik adaptif pada teleskop Keck di Hawaii yang berukuran 10 meter pada bulan Juli 2004, yang merefleksikan cahaya matahari. Diantara cincin-cincin utama, yang terdiri dari partikel berukuran sentimeter atau lebih, terlihat lembaran-lembaran debu. Cincin epsilon terlihat pada gambaran secara termal terbaru pada bagian bawah. Credit: UC Barkeley image by Imke de Pater, Seran Gibbaard dan Heidi Hammel, 2006.

Data terbaru telah dipublikasikan di Astronomical Journal. De Pater dan Molter memimpin pengamatan menggunakan ALMA, dan Michael Roman dan Leigh Fletcher dari University of Lancaster di Inggris memimpin pengamatan dengan VLT.

Cincin-cincin dari Uranus secara komposisi berbeda dengan cincin utama Saturnus, baik ketika diamati secara optikal maupun infra merah, memiliki albedo yang jauh lebih rendah: juga sangat gelap, seperti arang,” kata Molter. “Juga terlampau sempit bila dibandingkan dengan cincin-cincin Saturnus. Cincinnya yang paling lebar, yaitu epsilon, berukuran dari 20 hingga 100 kilometer lebarnya, sedangkan cincin-cincin Saturnus berukuran dari seratus ribu atau sepuluh ribu kilometer lebarnya.”

Tidak adanya partikel berukuran debu pada cincin-cincin utama Uranus pertama kali diketahui ketika Voyager 2 melewati planet tersebut pada tahun 1986 dan mengambil gambarnya. Pesawat angkasa tanpa awak ini pada saat itu belum bisa mengukur temperatur dari cincin tersebut.

Hingga saat ini, para astronom menghitung total ada 13 buah cincin di sekitar planet Uranus, dengan beberapa pita debu diantara cincin-cincin tersebut. Kini mereka mengetahui bahwa cincin-cincin Uranus sangat berbeda dalam banyak hal dengan cincin Saturnus.

“Sangat mengagumkan bagi kami ternyata bisa melakukan semua ini dengan instrumen yang kami miliki,” kata Molter. ”Yang saya lakukan adalah melakukan yang terbaik untuk mengambil gambar dari planet ini, dan ternyata saya malah bisa menemukan cincin-cincin tersebut. Bagi saya, itu luar biasa.”

Baik VLT dan ALMA, kedua instrumen ini dirancang untuk menyelidiki temperatur dari struktur atmosfer Uranus, dan VLT memiliki kemampuan panjang gelombang lebih pendek dari ALMA.

“Sangat mengejutkan dan sekaligus menakjubkan ketika gambaran dari cincin-cincin Uranus tiba-tiba terlihat dengan jelas ketika kami mencoba mengurangi data untuk pertama kalinya,” kata Fletcher.

Masih banyak misteri yang belum terungkap, walaupun gambaran terbaru cincin-cincin Uranus telah berhasil terungkap. Penemuan ini membuka kesempatan baru nantinya bagi teleskop James Webb yang akan diluncurkan pada tahun 2021, diharapkan nantinya dengan segala kecanggihannya, teleskop tersebut bisa memperbaiki keterbatasan pengamatan spektroskopik dari cincin-cincin Uranus dalam beberapa dekade mendatang.