BAGIKAN
(NASA)

Tata surya yang kita kenal saat ini meupakan sebuah sistem di mana Matahari sebagai bintangnya, yang dikelilingi oleh berbagai objek dan planet yang terikat oleh gaya gravitasinya. Namun, setiap objek dan planet ini juga memiliki gravitasinya sendiri sehingga dapat memengaruhi sedikit pergerakan dari Marahari yang berotasi dalam kecepatan yang relatif lambat (27 hari). Jika demikian, di mana tepatnya pusat tata surya kita kemungkinan terbesar letaknya berada, berdasarkan fenomena gravitasi ini.

Diperkirakan, pusat gravitasi (atau barycenter) dari tata surya bukanlah berada di tengah-tengah matahari, melainkan pada suatu lokasi di sekitar permukaannya. Sulit untuk menentukan secara pasti dimana letak barycenter berada, karena besarnya pengaruh gaya gravitasi dalam sistem tata surya kita.

Sekarang, tim astronom internasional telah mengembangkan sebuah perangkat lunak yang dirancang khusus untuk mempersempit lokasi barycenter dari sistem tata surya kita hingga pada radius 100 meter. Hasil penelitiannya telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal.



Dalam menentukan barycenter sistem tata surya, para astronom memanfaatkan pulsar, yaitu sebuah bintang yang telah mati yang putarannya sangat cepat hingga mencapai 700 putaran per detik. Pulsar memancarkan radiasi elektromagnetik dua arah dari kedua kutubnya. Dari Bumi, pancaran radiasi ini terlihat seperti cahaya yang berasal dari mercusuar kosmis yang bergerak dengan sangat cepat, menghasilkan sebuah pancaran sinyal yang sangat teratur. Pancaran cahaya pulsar dari Bumi terlihat berkedip karena pulsar terus berotasi dengan cepat. Saat pulsar berputar, seberkas cahaya darinya terpancar ketika menghadap Bumi, kemudian menghilang, kemudian muncul lagi.

Pancaran sinyal ini dimanfaatkan oleh para ilmuwan untuk mengukur medium antar bintang dan juga sebagai sistem navigasi.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, beberapa observatorium di dunia, termasuk North America Nanohertz Observatory for Gravitational Waves (NANOGrav) mulai memanfaatkan sinyal tersebut untuk mendeteksi gelombang gravitasi berfrekuensi rendah. Karena gelombang gravitasi dapat menimbulkan gangguan yang sangat kecil pada cahaya pulsar ketika memancar ke penjuru angkasa.

“Dengan menggunakan pulsar, kami dapat melakukan pengamatan di seluruh penjuru galaksi Bima Sakti, kami berlaku seperti laba-laba, yang duduk terdiam di tengah sarangnya,” kata astronom dan fisikawan Stephen Taylor dari Vanderbilt University dan kolaborator bagi NANOGrav.

“Seberapa jauh kita bisa memahami barycenter dari sistem tata surya ini sangatlah penting, karena dengan begitu kita dapat mendeteksi sekecil apapun sensasi yang terjadi di tata surya.”



Kesalahan kalkulasi dari posisi Bumi di tata surya karena posisi barycenter, dapat mempengaruhi hasil pengukuran tempo dari putaran pulsar, dan akhirnya juga berpengaruh pada usaha para ilmuwan untuk mendeteksi gelombang gravitasi berfrekuensi rendah.

Dan planet Jupiter menjadi salah satu masalah dalam penentuan barycenter ini. Karena memiliki margin yang sangat besar, planet ini memberi pengaruh gravitasi yang paling kuat pada matahari. Dan kita tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Jupiter untuk mengelilingi matahari – yaitu 12 tahun Bumi – tetapi apa yang kita pahami tentang orbit planet ini masih belum lengkap.

Sebelumnya, perkiraan lokasi dari barycenter ditentukan dengan metode pelacakan doppler, yaitu bagaimana cahaya yang berasal dari obyek berubah ketika kita (atau instrumen kita) bergerak mendekati atau menjauhi objek tersebut – untuk mengkalkulasikan orbit dan massa dari planet. Dan adanya kesalahan kalkulasi orbit dan massa planet akan terlihat seperti gelombang gravitasi oleh instrumen.

Tim menggunakan dataset yang telah ada untuk menganalisa data dari NANOGrav, dan mereka mendapatkan hasil yang tidak konsisten.

“Kami tidak dapat mendeteksi keberadaan gelombang gravitasi pada model sistem tata surya kami, tetapi kami mendapati adanya perbedaan sistematis yang besar dalam perhitungan kami,” kata astronom Michele Vallisneri dari NASA’s Jet Propulsion Laboratory.

“Seharusnya, semakin banyak data yang didapatkan, akan semakin akurat hasilnya, tetapi selalu ditemukan perbedaan dalam perhitungan kami.”

Sebuah perangkat lunak baru bernama BayesEphem dirancang oleh ilmuwan untuk membuat model dan memperbaiki kesalahan pada perhitungan orbit tersebut, yang relevan dengan deteksi gelombang gravitasi dengan menggunakan pulsar.

Dan ketika tim menggunakan program BayesEsphem pada data NANOGrav, mereka berhasil menentukan batas atas dari latar belakang gelombang gravitasi. Dan akhirnya mereka dapat mengkalkulasikan lokasi barycenter sistem tata surya dengan lebih akurat dan juga dapat mendeteksi dengan akurat gelombang gravitasi berfrekuensi rendah.