BAGIKAN
Photo by Drew Beamer on Unsplash

Apakah anda lebih memilih untuk membeli produk dengan diskon mate90 persen, atau 91,27 persen? Riset terbaru menemukan bahwa pikiran kita telah diatur sedemikian rupa agar lebih menyukai angka-angka yang berbentuk bulat dibandingkan dengan yang berbentuk tidak beraturan, meskipun pilihan dengan bentuk angka tidak beraturan adalah yang terbaik dan lebih menguntungkan.

Atau kita bisa mempertimbangkan skenario berikut: Sebuah vaksin untuk virus corona baru berhasil dikembangkan dengan efektivitas mencapai 91,27 persen. Jika para pejabat kesehatan publik menyajikan informasi ini menggunakan angka-angka tersebut secara spesifik, para pembaca cenderung untuk berfikir bahwa vaksin tersebut kurang efektif daripada jika disajikan dengan angka 90 persen efektif.

Ketertarikan pola pikir manusia akan estetika numerik terungkap dalam sebuah studi yang melibatkan 1.552 partisipan dalam enam eksperimen yang berbeda. Dilakukan uji coba pada para relawan, tentang respon dan penilaian mereka pada angka-angka yang berbentuk bulat dan tidak bulat ketika dihadapkan satu sama lain. Hasil riset ini telah dipublikasikan dalam Organization Behaviour and Human Decision Processes.

Rangkaian angka-angka tersebut yang tersaji dalam bentuk tampilan iklan di papan billboard, informasi produk di kemasan, atau sebuah kampanye kesehatan publik yang dijalankan pemerintah, dan hasil penemuan dari riset ini dapat diaplikasikan pada banyak hal untuk menghindari kekeliruan dalam memilih produk tertentu dan mengarahkan orang-orang dalam memilih arah yang benar.

“Ada bahasa tersendiri dalam angka yang menghasilkan persepsi non numerik,” kata pakar ekonomi perilaku Gaurav Jain dari Rensselaer Polytechnic Institute di New York.

“Ketika kami menggunakan angka-angka spesifik, hasil evaluasi menurun. Tidak ada alasan yang terlihat pada perilaku seperti ini, dan ini sangat mengejutkan.”

Menurut pada peneliti, manusia cenderung merasa terganggu ketika melihat angka-angka yang tidak biasa di hadapannya, dibutuhkan energi lebih bagi otak untuk memprosesnya. Selain itu, angka-angka yang tidak berbentuk bulat seringkali diperbandingkan dengan bentuk-bentuk sempurna, seperti 100 persen untuk memberikan kesan lebih baik.

Kemudian para peneliti menambahkan konotasi negatif pada angka-angka tidak beraturan yang tidak diakhiri dengan angka nol, dan ternyata para responden tidak bisa memasangkannya dengan angka-angka berbentuk bulat ketika diperbandingkan.

Tim peneliti mengatakan bahwa langkah tersebut mungkin bisa menjadi pertimbangan ketika kita akan menyampaikan pesan-pesan untuk memasarkan produk atau pesan-pesan kesehatan publik dengan menggunakan susunan angka-angka. Khususnya ketika kita menginginkan pesan yang disampaikan dapat langsung dilaksanakan oleh publik, seperti halnya dalam menyampaikan protokol kesehatan selama masa pandemi virus corona sekarang ini.

“Para manajer pemasaran dan pejabat kesehatan publik harus berhati-hati ketika menggunakan angka-angka yang tidak berbentuk bulat, karena penggunaan pendekatan ini ketika memberikan pesan-pesan komunikasi mungkin dapat menurunkan evaluasi subjektif dari para target.”

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bagaimana angka-angka yang tidak berbentuk bulat dapat membuat sebuah pesan komunikasi menjadi terlihat lebih bisa dipercaya dan menurunkan kecenderungan untuk melakukan negosiasi atas penawaran yang diberikan.

Dan banyak lagi hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mempelajari bagaimana angka-angka disampaikan beserta kata-kata yang menyertainya. Dan penelitian terbaru ini berfokus hanya pada angka-angka itu sendiri, sebuah area yang belum pernah diteliti lebih jauh sebelumnya.

Dan artinya akan ada banyak hal yang akan ditemukan pada studi ini: pada studi terbaru ini, para partisipan hanya diberikan pertanyaan-pertanyaan riset ekonomi standar, bukan dengan menggunakan skenario yang spesifik. Salah satu hal yang bisa dieksplorasi pada riset-riset selanjutnya.