Selama bertahun-tahun, para ilmuwan berupaya untuk menciptakan sebuah sistem yang bisa menerjemahkan kemampuan berbicara hanya dari aktifitas pikiran manusia, dan akhirnya sebuah tim peneliti dari University of California, San Fransisco berhasil membuatnya.
Untuk saat ini, sistem ini sudah dalam tahap penyesuaian, dan apabila telah rampung akan bisa digunakan untuk membantu orang-orang yang kehilangan kemampuan berbicara karena adanya cedera di otak mereka, stroke, atau kondisi neurodegeneratif seperti penyakit Parkinson.
Untuk saat ini, pilihan terbaik yang bisa digunakan untuk membantu mereka yang kehilangan kemampuan berbicara adalah dengan membuat mereka mengeja huruf demi huruf dari setiap kata yang akan mereka ucapkan dengan menggunakan gerakan kecil otot untuk mengatur sebuah alat yang dihubungkan dengan program komputer yang akan ditranlansikan menjadi suara– seperti yang digunakan oleh Stephen Hawking. Pada saat itu, para ilmuwan tengah bekerja keras untuk mengembangkan sebuah alat yang bisa mendeteksi konten linguistik dari pikiran manusia dan kemudian menerjemahkannya ke dalam bentuk suara.
Setelah beberapa lama dirasakan bahwa segala riset untuk membangun alat tersebut dirasakan sia-sia, kemudian tim mulai mengalihkan fokus penelitian dengan mendekode gelombang otak yang mengkoordinasi gerakan mulut dan kotak suara ketika kita berbicara. Bisa dibilang, ini adalah suatu terobosan jenius dalam pengembangan alat penerjemah gelombang otak menjadi suara.
Perubahan visioner ini terinspirasi oleh penelitian sebelumnya yang mengungkap bagaimana pusat bicara pada otak tidak secara langsung men-decode suara atau kata-kata, melainkan mengkreografikan bagian tubuh yang memproduksi suara.
Tim peneliti ‘meminjam’ lima orang pasien penderita epilepsi yang telah ditanamkan implant elektroda di otak mereka untuk memonitor aktivitas gelombang otak ketika serangan kejang terjadi, dan mengamati bagaimana komunikasi di dalam pusat bicara di otak ketika mereka membaca sebuah kalimat.
Tim menuliskan penelitian mereka dalam jurnal Nature, dan penulis artikel menjelaskan bagaimana mereka menerjemahkan aktivitas gelombang otak yang mengatur gerak lidah, bibir, rahang dan kotak suara ketika sedang berbicara. Dan mengkorelasikan gerakan-gerakan ini dengan bentuk suara yang sebenarnya ketika sedang berbicara, para peneliti akhirnya bisa membuat simulasi komputer dari sistem suara setiap orang.
Dan ketika pola gelombang otak yang berhubungan dengan kemampuan berbicara telah berhasil direkam ke dalam alat simulator, alat ini kemudian akan menghasilkan suara yang sama seperti yang akan diproduksi oleh organ anatomi manusia yang memproduksi suara.
Sekarang ini sistem telah berhasil mengembangkan kemampuan berbicara dengan lancar dan dengan intonasi yang jelas (fluid speech), walaupun masih ada beberapa bentuk suara yang masih belum jelas terdengar. Penulis artikel dan juga peneliti Josh Chartier berkata dalam suatu penyataan bahwa “Kami masih terus mengembangkan penelitian hingga dihasilkan suara yang secara sempurna menirukan setiap logat Bahasa. Kami cukup ahli dalam mensintesis bentuk suara yang lebih halus seperti ‘s’ dan’z’ dan juga menjaga irama dan intonasi dari setiap kalimat yang keluar dan juga gender dari pembicara serta indentitasnya, tetapi beberapa bentuk suara yang agak ‘kasar’ seperti ‘b’ dan ‘p’ akan terdengar kurang jelas.”
Hingga saat ini, tingkat akurasi suara yang telah kami hasilkan merupakan kemajuan yang luar biasa dalam menghasilkan alat untuk berkomunikasi dibandingkan dengan alat yang telah ada sekarang ini,” dia menambahkan. Sejauh ini alat yang yang ada hanya menghasilkan suara maksimum 10 kata per-menit, dan bila alat ini telah rampung, tentunya akan memberikan solusi terbaik bagi banyak orang yang kehilangan kemampuan untuk berbicara.