BAGIKAN
Proboscidea
Ilustrasi spesies dalam tatanan taksonomi Proboscidea, yang mencakup gajah. Credit: Liam Elward

Tumor disebabkan oleh mutasi genetik yang menyebabkan sel-sel berkembang secara drastis. Mutasi genetik, terjadi secara acak dari sekian banyak kemungkinan. Semakin besar suatu spesies, maka jumlah selnya semakin banyak, akan semakin besar pula kemungkinannya.

Begitupun dengan umur panjang, memberikan kesempatan yang lebih besar terhadap mutasi genetik karena waktu yang tersedia lebih lama. Sel sehat lebih cenderung menjadi kanker karena semakin banyak mutasi yang merusak terakumulasi dalam DNA sel. Tapi mengapa hewan besar seperti gajah lebih tahan terhadap kanker?

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa gajah memiliki lebih banyak salinan dari beragam gen yang terkait dengan pencegahan terhadap tumor. Hasil penelitian ini, telah diterbitkan di jurnal eLife.

Penelitian menyimpulkan bahwa duplikasi gen pencegah tumor cukup umum di antara gajah, termasuk yang telah punah. Gen pencegah tumor juga ditemukan pada hewan-hewan kecil seperti tikus mondok dan tikus gajah. Data menunjukkan bahwa kemampuan pencegahan tumor lebih dulu atau bertepatan dengan evolusi tubuh yang besar, sehingga memungkinkan pengembangan tersebut.

“Kami mengeksplorasi bagaimana gajah dan kerabatnya yang masih hidup dan yang telah punah, berevolusi menjadi tahan terhadap kanker,” kata Vincent Lynch dari University at Buffalo

“Kami memiliki penelitian sebelumnya yang mengamati TP53, penekan tumor yang terkenal. Kali ini, kami berkata, ‘Mari kita lihat apakah seluruh genom gajah menyertakan lebih banyak salinan pencegah tumor daripada yang Anda perkirakan.’ Apakah trennya umum? Atau tren tersebut khusus untuk satu gen saja?

“Kami menemukan bahwa itu adalah hal yang umum: Gajah memiliki lebih banyak salinan tambahan dari gen pencegah tumor, dan semua itu mungkin sedikit berkontribusi terhadap resistensi kanker.”

Meskipun banyak kerabat gajah menyimpan salinan tambahan dari gen penekan tumor, para ilmuwan menemukan bahwa genom gajah memiliki beberapa duplikasi unik yang dapat berkontribusi pada pencegahan tumor melalui gen yang terlibat dalam perbaikan DNA, ketahanan terhadap stres oksidatif, serta pertumbuhan, penuaan dan kematian sel.

“Dengan menentukan seberapa besar spesies berumur panjang berevolusi dengan cara yang lebih baik untuk mencegah kanker, kita dapat mempelajari sesuatu yang baru tentang bagaimana evolusi bekerja dan semoga menemukan cara untuk menggunakan pengetahuan itu untuk menginspirasi pengobatan baru terhadap kanker,” kata Manuel Vazquez dari UC Berkeley.

Gajah adalah studi kasus yang tepat untuk memahami evolusi perlindungan terhadap kanker, karena termasuk dalam kelompok mamalia – Afrotheria – yang sebagian besar bertubuh kecil.

Penelitian ini mencari salinan tambahan dari gen pencegah tumor dalam DNA gajah Asia, sabana Afrika, dan hutan Afrika, serta dalam genom sejumlah sesama Afrotheria, seperti tikus mondok Cape golden, tikus gajah, hyrax batu, manate, mamut berbulu, mastodon, dan banyak lagi.

Tim juga mempelajari spesies tertentu yang termasuk dalam kelompok mamalia yang disebut Xenarthra yang berkerabat dekat dengan Afrotheria, dan menemukan beberapa salinan tambahan penekan tumor dalam genom hewan tersebut.

Berdasarkan temuan tersebut, Lynch mempertanyakan apakah duplikasi pencegah tumor mungkin telah membantu evolusi purba tubuh besar hewan lainnya dalam kelompok ini.

“Jika Anda memilih mamalia yang aneh, ada kemungkinan besar ia berada dalam kelompok ini, Afrotheria dan Xenarthra: armadillo, aardvark (babi tanah), kungkang, trenggiling, semua mamalia aneh ini,” kata Lynch.

“Kami menemukan bahwa di dalam kelompok organisme ini, yang kami pelajari semuanya tampaknya memiliki salinan tambahan dari gen pencegah tumor. Mungkin itulah sebabnya di Zaman Es terakhir, ada kungkang raksasa dan armadillo purba raksasa.

“Bahkan ada beberapa spesies yang punah dari kerabat manatee yang disebut sapi laut Steller yang berukuran besar seperti gajah. Salinan tambahan pencegah tumor mungkin telah membantu semua hewan ini menjadi sangat, sangat besar.”