BAGIKAN
Mumi karapas
CT scan mumi dengan render 3D. (K. Sowada et al., 2021/PLOS One)

Para arkeolog menemukan mumi yang terbungkus oleh lumpur yang mengering, berusia 3.200 tahun. Temuan ini mengungkap tentang praktik dan perlakuan terhadap jenazah di Mesir kuno, yang sebelumnya tidak diketahui. 

Mumi yang diselimuti oleh cangkang lumpur yang mengering atau karapas tersebut, sebelumnya telah didokumentasikan namun belum banyak informasi yang telah digali. Karapas biasanya digunakan sebagai istilah untuk cangkang keras yang dimilki krustasea atau udang-udangan.

Di era Mesir kuno, karapas lumpur digunakan sebagai bentuk pengawetan terhadap jenazah yang mengalami kerusakan pada tubuhnya. Dengan demikian karapas dapat menstabilkan kondisi jenazah dan memungkinkan kehidupan selanjutnya di akhirat.

Orang Mesir kuno percaya bahwa setelah kematian, jiwa dapat kembali menempati tubuhnya. Untuk itulah mereka melakukan mumifikasi dan berupaya untuk menjaga tubuh orang mati dari kerusakan.

Mumi karapas
(K. Sowada et al,, 2021/PLOS ONE)

Teknik karapas ini, mungkin telah meniru kebiasaan mumifikasi para elit, namun dengan biaya yang lebih murah. Selama hampir 350 tahun, kaum elit menggunakan bahan-bahan berbasis resin yang dicampur dengan bitumen. Bahan-bahan ini mungkin lebih mahal karena didatangkan jauh dari luar Mesir. Sebuah praktik mumufikasi yang dilakukan sejak akhir Kerajaan Baru hingga Dinasti ke-21 (sekitar 1294 SM hingga 945 SM), kata para peneliti.

Para peneliti mencatat, bahwa mumi ini pertama kali diakuisisi oleh Charles Nicholson selama perjalanannya ke Mesir pada tahun 1856–1857. Kemudian ia sumbangkan pada Museum Chau Chak Wing di Universitas Sidney di Australia di tahun 1960. 

Penulis utama penelitian Karin Sowada dari Macquarie University menjelaskan temuannya kepada Gizmodo. Bahwa tulisan dan simbol di peti mati menunjukkan nama “Meruah” dengan tanggal pemakaman sekitar 1000 SM. Tapi itu bukanlah fakta yang sebenarnya, menurut penelitian ini yang telah diterbitkan di jurnal PLOS One.

Mumi karapas
Mumi dan peti matinya (K. Sowada et al,, 2021/PLOS ONE)

Pada tahun 1999, para ilmuwan menggunakan CT scan untuk menganalisis mumi. Saat itu, mereka telah mendeteksi karapas. Di tahun 2017, penyelidikan kembali dilakukan melalui CT scan terhadap jenazah serta analisis terhadap sampel dari mumi. Dengan demikian memungkinkan pemahaman yang lebih rinci tentang lapisan karapas.

Penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa jenazah berasal dari sekitar 1200 hingga 1113 SM. Ini menunjukkan bahwa mumi sebenarnya lebih tua dari peti matinya. Jadi, bagaimana ini bisa terjadi?

Sebagaimana telah diketahui, berbagai barang purbakala bisa beredar di pasaran. Mungkin, saat Nicholson membelinya dari penjual, mumi tersebut telah dimasukkan ke dalam peti mati lain yang bukan tempatnya sehingga tampak lengkap satu set. Dan bukan soal perbedaan usia saja yang menunjukkan kejanggalan. Nama “Meruah”, dan sejumlah gelar, termasuk “Pelantun (dewa) Amun”, kemungkinan besar tidak akurat bagi mumi ini.

Pemindaian baru juga mengonfirmasi bahwa tubuh itu milik seorang wanita yang meninggal antara usia 26 dan 35. Analisis yang diperbarui memberi penjelasan baru pada karapas, mengungkapkannya sebagai cangkang yang mengeras membungkus tubuh dan dikemas dalam bungkus linen. Selain itu, tidak banyak lagi yang diketahui tentang wanita tersebut, tetapi sifat penguburannya memberikan beberapa petunjuk.

“Mengingat kualitas keseluruhan mumifikasinya dan biaya tambahan karapas untuk memulihkan tubuh untuk suatu saat nanti, kita dapat mengatakan bahwa dia kemungkinan besar adalah orang dari keluarga kaya,” jelas Sowada.

Seperti yang juga ditunjukkan oleh CT scan, jenazah tampaknya mengalami kerusakan tak lama setelah mumifikasi, sehingga memungkinkan untuk melapisinya dengan lumpur. Menurut Sowada, cangkang lumpur dan pengemasan jenazah dengan kain linen akan berfungsi untuk memperbaiki dan melindungi tubuh yang rusak.