BAGIKAN
Sampel batuan bulan dari Apollo 17 (Karl Mills/Scientific Photo Arts/NASA)

Debu bulan berukuran nanoscopic (sangat kecil), yang berukuran selebar rambut manusia, kini bisa dianalisa dalam atom resolusi tinggi dengan menggunakan atom.

Dengan mengunakan metode yang disebut dengan atom probe tomography (APT), para peneliti dari University of Chicago menyatakan bahwa mereka telah menemukan cara untuk menganalisa sampel batuan bulan yang langka dari misi apollo 11 tanpa perlu mengambil sampel dalam jumlah yang banyak.

“Limapuluh tahun yang lalu, belum pernah ada yang membayangkan untuk menganalisa batuan bulan dengan menggunakan teknik ini, dimana sampel yang dibutuhkan sangatlah sedikit,” kata Philip Heck, seorang ilmuwan geofisika dari University of Chicago, yang juga kurator dari the Field museum.

“Ada ribuan butir yang mungkin menempel pada sarung tangan astronot, dan jumlah itu sudah cukup untuk sebuah penelitian besar.”

Cukup membingungkan pada awalnya untuk membayangkan bahwa material yang sangat kecil bisa memberikan banyak sekali informasi, dan kita semua bisa mengakses semua informasi pengetahuan tersebut.

APT, sebuah teknik yang memberikan kita akses atas informasi tersebut, sangatlah sensitif. Instrumen ini mampu mengambil gambar sampel yang sangat kecil hingga dalam bentuk susunan atom material tersebut. Para peneliti bisa mendapatkan bentuk 3D dari sampel yang mereka analisa.

Untuk menganalisa butiran debu bulan dengan APT, ilmuwan geofisika Jennika Greer dari University of Chicago menyiapkan sampel yang dibentuk seperti jarum dengan ukuran beberapa ratus atom – dia ‘memahat’ sampel berbentuk jarum ini dari butiran debu bulan dengan sinar yang terfokus yang dialiri partikel-partikel atom.

“Kami menggunakan istilah nano carpentry,” kata Heck. “Seperti seorang tukang kayu yang membentuk sebongkah kayu, kami melakukannya dalam skala nano pada mineral.”

Mempersiapkan sampel dalam bentuk jarum untuk diambil dari butiran debu (Greer et.al. Meteoritics & planetary Science, 2020)

Kemudian dengan menggunakan laser, para peneliti melepaskan satu persatu partikel atom dari sampel berbentuk jarum tersebut, partikel-partikel atom itu akan bergerak menuju sebuah piringan detektor.

Unsur-unsur tertentu akan melepaskan diri dari sampel dalam kecepatan yang berbeda-beda, dari sini para peneliti akan menganalisa komposisi dan tekstur dari  sampel. Sebagai contoh, unsur besi akan bergerak lebih lambat untuk mencapai detektor bila dibandingkan dengan unsur hidrogen karena memiliki massa yang lebih besar.

Bagian sampel debu bulan yang dibentuk menjadi seperti jarum (Jennka Greer/Field Museum)

Para penulis artikel penelitian ini mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya mereka bisa melihat kedua tipe atom dan juga lokasi persisnya dalam sebuah butiran debu bulan. Bahkan karena mereka bisa mengambil sedikit sekali material dari butiran tersebut, sampel aslinya masih terlihat tidak berkurang sedikitpun dan masih bisa dipakai untuk penelitian di masa depan.

“Tehnik ini memiliki sensitivitas dan resolusi yang sangat tinggi, anda bisa menemukan apapun yang tidak bisa ditemukan dengan tehnik analisa lainnya dan hanya memerlukan sedikit sekali sampel untuk mengetahuinya,” kata Heck.

Hasil analisa ini cukup untuk meyakinkan NASA agar mendanai penelitian debu bulan ini selama tiga tahun. Dengan menggunakan APT para peneliti bisa  mengukur kuantitas air dan juga tingkat pelapukan angkasa di bulan.

Baru-baru ini, para peneliti menemukan fakta bahwa bulan memiliki cadangan air yang besar di lapisan bawah permukaannya. Dan dengan teknik ini, para peneliti akan bisa mengungkap komposisi dari sampel tanah bulan yang telah dibawa ke bumi. 

Dan tidak seperti bumi, bulan tidak memiliki lapisan atmosfer yang melindunginya. Dalam lingkungan yang sangat keras di sana, khususnya ketika sinar matahari memancar di atasnya, mengirimkan aliran partikel-partikel matahari tanpa henti dan juga gelombang radiasi kosmis.

Lapisan tanah bulan telah banyak berubah oleh kondisi ini, apa yang terlihat oleh satelit mungkin tidak sama dengan yang kondisi sebenarnya. Dengan bisa memahami bagaimana permukaan bulan berubah, para penulis artikel penelitian ini berharap mungkin bisa membalikkan waktu untuk bisa mengetahui bagaimana struktur tanah bulan sebelum ini.

Greer dan rekan-rekan melakukan pemetaan 3D dalam skala nano dari sampel debu bulan. Mereka mencatat adanya beberapa hasil dari pelapukan angkasa, termasuk adanya perubahan mikro fase dari unsur besi,hidrogen dan bahkan pada sebuah gelembung yang dulunya mungkin pernah diisi oleh ion-ion dari angin surya.

“Dengan adanya tehnik ini, kami bisa memahami bagaimana kondisi lingkungan dari bulan,” kata Geer.

“Apa yang kami dapatkan jauh lebih mendalam dari apa yang diceritakan para astronot ketika mereka berjalan di permukaan bulan. Butiran kecil ini telah mencatat jutaan tahun sejarah.”

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Meteoritics & Planetary Science.