BAGIKAN
[Pixabay]

Sebuah studi yang dipimpin oleh Rutgers University menyoroti salah satu misteri sains yang paling abadi: Bagaimana proses metabolisme dimulai. Yaitu, sebuah proses di mana kehidupan mengokohkan pondasinya dengan mengubah energi dari makanan menjadi gerakan dan pertumbuhan.

Untuk menjawab pertanyaan itu, para peneliti merekayasa ulang protein primordial dan memasukkannya ke dalam bakteri yang masih hidup. Setelah itu didapatkan bahwa bakteri berhasil memperkuat metabolisme sel, pertumbuhan, dan reproduksi, menurut penelitian tersebut yang diterbitkan di Proceeding National Academy of Sciences.

“Kami lebih dekat untuk memahami cara kerja sel purba yang merupakan nenek moyang dari semua kehidupan di bumi — dan, karenanya, untuk memahami bagaimana kehidupan muncul pertama kali, dan jalur kehidupan yang bisa terjadi di dunia lainnya,” kata penulis utama Andrew Mutter, rekan penulis dari Rutgers University.

Penemuan ini juga memiliki implikasi untuk bidang biologi sintetis, yang memanfaatkan metabolisme mikroba untuk menghasilkan bahan kimia industri; dan bioelektronika, yang berupaya menerapkan sirkuit alami sel untuk penyimpanan energi dan fungsi lainnya.

Para peneliti mengamati sejenis protein yang disebut ferredoxin, yang menopang metabolisme pada bakteri, tanaman, dan hewan dengan menggunakan listrik melalui sel. Protein-protein ini memiliki bentuk kompleks dan berbeda dalam makhluk hidup saat ini, tetapi para peneliti berspekulasi semua itu berasal dari protein yang jauh lebih sederhana yang terdapat pada leluhur semua kehidupan.

Mirip dengan cara para ahli biologi membandingkan burung dan reptil modern untuk menarik kesimpulan tentang nenek moyang bersama, para peneliti membandingkan molekul ferredoxin yang ada pada makhluk hidup dan menggunakan model secara komputasi, mendesain bentuk-bentuk leluhur yang mungkin telah ada pada tahap awal evolusi kehidupan.

Penelitian itu menghasilkan versi dari protein yang mendasar — ​​sejenis ferredoxin yang lebih sederhana yang mampu menghantarkan listrik di dalam sel dan selama berabad-abad evolusi, dapat memunculkan berbagai jenis yang ada saat ini.

Kemudian, untuk membuktikan bahwa model protein purba mereka benar-benar dapat mendukung kehidupan, mereka memasukkannya ke dalam sel hidup. Mereka mengambil genom bakteri E. coli, menghilangkan gen yang digunakannya untuk membuat ferredoxin yang terdapat di alam, dan menyambungkannya dalam gen untuk protein hasil rekayasa ulang. Hasilnya, koloni E. coli yang dimodifikasi mampu bertahan dan tumbuh meskipun lebih lambat dari biasanya.

Rekan penulis studi, Vikas Nanda, seorang profesor di Sekolah Kedokteran Rutgers Robert Wood Johnson mengatakan implikasi penemuan ini untuk biologi sintetis dan bioelektronika yang berawal dari peran ferredoxin dalam sirkuit kehidupan.

“Protein-protein ini menyalurkan listrik sebagai bagian dari sirkuit internal sel. Ferredoxin yang muncul dalam kehidupan modern sangat kompleks — tetapi kami telah menciptakan versi yang disederhanakan yang masih dapat mendukung kehidupan. Eksperimen di masa depan dapat membangun versi sederhana ini untuk kemungkinan aplikasi di industri,” Kata Nanda.