BAGIKAN
Louis Hansel @shotsoflouis/Unsplash

Sejak berjangkitnya virus corona baru (SARS-CoV-2) secara global, telah muncul berbagai klaim secara luas di media sosial bahwa makanan dan suplemen tertentu dapat mencegah atau menyembuhkan COVID-19. Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencoba untuk meluruskannya, mitos-mitos seoerti ini pada seputar makanan “mukjizat” dan virus corona, namun berbagai informasi yang salah masih terus beredar.

Meskipun kita semua ingin melindungi diri kita sendiri dari COVID-19, saat ini tidak ada bukti bahwa makan-makanan tertentu atau mengikuti pola makanan tertentu akan melindungi Anda dari virus corona.

Berikut adalah beberapa mitos yang paling umum:

Mitos 1: bawang putih

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa bawang putih memiliki efek antibakteri. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa senyawa aktif dari bawang putih (termasuk allicin, allyl alkohol dan dialil disulfida) dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis bakteri seperti salmonella dan staphylococcus aureus. Namun, penelitian yang menyelidiki sifat antivirus dari bawang putih masih terbatas.

Meskipun bawang putih dianggap sebagai makanan sehat, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa makan itu dapat mencegah atau menyembuhkan COVID-19.

Mitos 2: lemon

Sebuah video Facebook yang viral mengklaim bahwa minum air hangat dengan irisan lemon dapat memerangi virus corona baru. Namun, tidak ada bukti ilmiahnya bahwa lemon dapat menyembuhkan penyakit ini.



Lemon adalah sumber vitamin C yang baik, yang penting untuk membantu sel-sel kekebalan tubuh agar bekerja dengan baik. Namun, kebanyakan buah jeruk dan sayuran lainnya mengandung vitamin C.

Mitos 3: vitamin C

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, Vitamin C diketahui berperan dalam mendukung fungsi normal sistem kekebalan tubuh. Namun, itu bukan satu-satunya nutrisi yang menjaga sistem kekebalan tubuh. Sebagian besar informasi yang salah tentang vitamin C dan coronavirus berasal dari studi yang telah menyelidiki hubungan antara vitamin C dan flu biasa. Meskipun ada klaim online bahwa vitamin C dapat mencegah dan mengobati flu biasa, bukti yang mendukung ini tidak hanya terbatas, tetapi juga bertentangan. Ada juga perbedaan signifikan antara flu biasa dan coronavirus.

Saat ini tidak ada bukti kuat bahwa suplemen vitamin C akan mencegah atau menyembuhkan COVID-19.

Sebagian besar orang dewasa juga akan memenuhi kebutuhan vitamin C mereka dari diet yang mencakup beragam buah dan sayuran.

Mitos 4: makanan alkali

Sebuah informasi yang salah telah tersebar di media sosial yang menunjukkan bahwa virus dapat disembuhkan dengan memakan makanan pH (tingkat keasaman) yang lebih tinggi dari pH virus. pH di bawah 7,0 dianggap asam, pH 7,0 adalah netral, dan di atas pH 7,0 bersifat basa. Beberapa “makanan bersifat alkali” yang dikatakan “menyembuhkan” virus corona adalah buah lemon, limau, jeruk, teh kunyit, dan alpukat.

Namun, kebanyakan dari sumber online ini memberikan nilai pH yang salah untuk makanan ini. Misalnya, pH lemon dikatakan 9,9, padahal sebenarnya sangat asam, dengan pH 2. Ada klaim bahwa makanan asam bisa menjadi basa setelah dimetabolisme oleh tubuh.

Secara keseluruhan, sebenarnya tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa makanan dapat memengaruhi kadar pH darah, sel, atau jaringan – apalagi menyembuhkan infeksi dari virus. Tubuh mengatur tingkat keasaman secara otomatis, terlepas dari jenis makanan yang dikonsumsi.

Mitos 5: diet keto

Diet ketogenik (keto), yang merupakan diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, dikatakan protektif terhadap COVID-19.

Ini berasal dari sebuah gagasan bahwa diet keto dapat “meningkatkan” sistem kekebalan tubuh. Meskipun salah satu penelitian menunjukkan bahwa diet keto dapat mencegah atau mengobati flu, penelitian ini menggunakan model tikus. Sehingga menyulitkan untuk mengetahui apakah diet keto akan memiliki efek yang sama pada manusia juga dalam mencegah atau mengobati flu.

Saat ini juga tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa diet ketogenik dapat mencegah virus corona.

Saran saat ini

British Dietetic Association (BDA) telah menyatakan tidak ada makanan atau suplemen tertentu yang dapat mencegah seseorang dari terkena COVID-19. Seiring dengan saran dari WHO, BDA mendorong orang untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang untuk mendukung sistem kekebalan tubuh.

Pola makan yang sehat dan bervariasi yang meliputi lima kelompok makanan utama dapat membantu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh sebagian besar orang. Sebagian besar nutrisi yang sudah kita dapatkan dari makanan biasa (termasuk tembaga, folat, besi, seng, selenium, dan vitamin A, B6, B12, C, dan D) semuanya terlibat dalam menjaga fungsi kekebalan tubuh yang normal.



Orang-orang juga didorong untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap COVID-19, termasuk mencuci tangan sesering mungkin, menjaga jarak sosial, dan mengikuti perintah dari karantina wilayah.

Namun, BDA tidak menyarankan orang dewasa yang tinggal di Inggris untuk mengkonsumsi suplemen harian berupa 10 mikrogram vitamin D dan makan makanan kaya akan vitamin D, seperti ikan berminyak, kuning telur, dan sereal sarapan yang diperkaya untuk memastikan kadar vitamin D yang memadai.

Ini karena sumber utama vitamin D kita adalah sinar matahari – dan karena sedang melakukan karantina, banyak dari kita tidak mendapatkan paparan sinar matahari yang mencukupi.

Berbicara mengenai informasi online yang salah, kadang-kadang menjadi sulit untuk menemukan mana informasi yang benar dan mana yang tidak. Namun secara umum, suatu klaim akan cenderung “palsu” jika:

Merekomendasikan makan makanan tertentu, minuman, atau suplemen (terutama dalam dosis tinggi) untuk menyembuhkan dan mencegah virus corona.

Menganjurkan untuk membatasi kelompok makan utama Anda

Menentukan pilahan makanan tertentu daripada yang lainnya untuk melindungi atau mengobati virus

Termasuk kata kunci – seperti “membersihkan”, “menyembuhkan”, “mengobati”, “meningkatkan”, “detoksifikasi” atau “makanan super” – ketika merekomendasikan salah satu item makanan atau suplemen tertentu

Tidak disediakan oleh sebuah otoritas atau organisasi kesehatan yang dapat dipercaya, seperti NHS atau WHO.

Media sosial adalah alat yang kuat dan ampuh. Namun, ia juga bisa menjadi katalis untuk menyebarkan informasi yang salah. Intinya adalah bahwa tidak ada makanan atau suplemen ajaib yang dijamin untuk melindungi orang dari virus corona baru.

Selain itu, tidak ada klaim nutrisi dan kesehatan yang disetujui oleh Uni Eropa, bahwa salah satu makanan atau suplemen dapat melawan infeksi virus, seperti COVID-19.


Taibat Ibitoye, Registered Dietitian and Doctoral Researcher, University of Reading.

The Conversation