BAGIKAN
Credit: Kranoti et al, 2019

Analisis terbaru terhadap fosil tengkorak milik seorang lelaki dari masa Paleolitikum atau Zaman Batu Tua menunjukkan bahwa ia meninggal dikarenakan oleh kekerasan, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal akses terbuka PLOS ONE oleh tim internasional dari Yunani, Rumania, dan Jerman yang dipimpin oleh Eberhard Karls Universität Tübingen, Jerman

Fosil tengkorak seorang lelaki dewasa Paleolitikum, yang dikenal sebagai Cioclovina calvaria, pada awalnya ditemukan di sebuah gua di Transylvania Selatan dan diperkirakan berumur sekitar 33.000 tahun. Sejak ditemukan, fosil ini telah dipelajari secara luas. Kini penulis menelaah kembali trauma yang terdapat pada tengkorak — khususnya fraktur besar pada aspek kanan cranium yang telah dipersengketakan di masa lalu — untuk mengevaluasi apakah fraktur spesifik ini terjadi pada saat kematian atau sebagai peristiwa postmortem (setelah kematian).

Para penulis melakukan simulasi eksperimental trauma menggunakan dua belas bola tulang sintetis, menguji skenario seperti jatuh dari berbagai ketinggian serta pukulan tunggal atau ganda dari batu atau alat pemukul. Bersamaan dengan simulasi ini, penulis memeriksa fosil baik secara visual maupun virtual menggunakan teknologi tomografi terkomputasi.

Para penulis menemukan sebenarnya ada dua luka pada saat atau menjelang waktu kematian: fraktur linear di pangkal tengkorak, diikuti oleh fraktur yang terkena tekanan di sisi kanan ruang tengkorak. Simulasi menunjukkan bahwa fraktur ini sangat menyerupai pola cedera yang dihasilkan dari pukulan berturut-turut melalui sebuah objek seperti alat pemukul; posisi menunjukkan pukulan yang mengakibatkan fraktur depresi berasal dari konfrontasi saling berhadapan, mungkin oleh sebuah pemukul yang dipegang oleh tangan kiri pelaku. Analisis para peneliti menunjukkan bahwa dua cedera bukan hasil dari kecelakaan, kerusakan setelah kematian, atau terjatuh.

Sementara fraktur yang berakibat fatal, hanya tengkorak fosil saja yang telah ditemukan sehingga mungkin saja cedera tubuh yang menyebabkan kematian telah berangsur lama. Terlepas dari itu, para penulis menyatakan bahwa bukti forensik yang dijelaskan dalam penelitian ini menunjukkan kematian dikarenakan oleh kekerasan yang disengaja, menunjukkan bahwa pembunuhan dilakukan oleh manusia purba selama Paleolitikum.

Para penulis menambahkan: “Paleolitikum adalah sebuah masa di mana terjadi meningkatnya kompleksitas budaya dan kecanggihan teknologi. Pekerjaan kami menunjukkan bahwa perilaku interpersonal dan pembunuhan yang kejam juga merupakan bagian dari repertoar perilaku orang-orang awal Eropa modern ini.”