BAGIKAN
Para peneliti mengangkat sisa-sisa jenazah bayi kembar dari sebuah pemakaman kuno di Krems-Wachtberg, Austria. (Orea Öaw)
Para peneliti mengangkat sisa-sisa jenazah bayi kembar dari sebuah pemakaman kuno di Krems-Wachtberg, Austria. (Orea Öaw)

Baru-baru ini di sebuah pemakaman kuno di Austria, ditemukan makam bayi kembar tertua yang pernah tercatat dalam sejarah. Menurut sebuah penelitian terbaru.

Sebuah makam yang berusia 31.000 tahun yang diperkirakan berasal dari periode paleolitikum akhir, yang juga dikenal sebagai zaman batu tua. Menurut hasil analisis dari kedua bayi tersebut, salah satu dari bayi kembar diperkirakan meninggal tidak lama setelah dilahirkan. Sementara saudara kembarnya hidup hingga 50 hari atau 7 minggu, sebelum akhirnya meninggal.

Dan bayi ketiga – berusia sekitar 3 bulan – dikebumikan dalam sebuah lubang makam yang sama, sedalam 1,5 meter. Diperkirakan bayi ini adalah sepupu dari kedua bayi kembar tersebut. Sebagaiman yang dipaparkan secara rinci yang telah dipublikasikan di jurnal Communication Biology.

Makam bayi kembar berbentuk oval dan berbagai artefak kuno

Dilansir dari Livescience, para peneliti menemukan makam bayi kembar berbentuk oval tersebut di sebuah situs arkeologis Krems-Wachtberg pada tahun 2005. Letaknya berada di tepi sungai Danube di pusat kota Krems, Autria. Jenazah kedua bayi kembar tersebut ditutupi oleh oker, sejenis pigmen merah dan sering ditemukan pada pemakaman kuno di seluruh dunia.

Jenazah bayi kembar tertua yang pernah ditemukan. (Orea Öaw)

Di dalam makam tersebut, para peneliti juga menemukan berbagai artefak kuno. Ada sekitar 53 buah manik-manik yang terbuat dari gading mamut. Mungkin sebelumnya pernah dirangkai dalam sebuah kalung. Ditemukan juga gigi rubah dan kerang yang telah dilubangi. Kemungkinannya, benda ini pernah dijadikan sebagai liontin kalung. Sebuah tulang belikat mamut juga diletakkan di atas makam, yang diperkirakan sebagai pelindung bagi kedua jenazah bayi tersebut.

Pada makam bayi lainnya, ditemukan juga oker. Ada juga jarum berukuran 8 centimeter yang terbuat dari gading mamut. Diduga digunakan untuk mengikatkan pakaian berbahan kulit yang ikut dimakamkan bersama dengan jenazah, kata para peneliti.

Penemuan ini segera menjadi berita besar tidak lama setelah penemuannya dipublikasikan. Bahkan para peneliti membangun sebuah replika dari makam bayi kembar ini. Lalu dipamerkan di Natural History Museum di Wina pada tahun 2013.

Hingga kini, para ilmuwan masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut terkait pemakaman kuno ini. Dan dalam proyek terbarunya, sebuah kelompok peneliti yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu saling bekerja sama. Tujuannya untuk mengungkap hubungan keluarga antar ketiga bayi tersebut. Termasuk di antaranya menentukan jenis kelamin dan usianya yang lebih tepat ketika mereka meninggal.

Berbagai benda yang ditemukan di dalam makam, antara lain manik-manik gading mammoth (atas dan kiri bawah) dan tiga buah cangkang kerang (kedua dari kanan). (Orea Öaw)

Penelitian menggunakan DNA tertua

Penelitian ini adalah yang pertama kalinya tercatat menggunakan DNA yang sangat tua. Agar dapat mengkonfirmasi bahwa bayi tersebut adalah kembar dalam catatan arkeologis, kata para peneliti. Dan kedua bayi tersebut bukan sekadar kembar, tetapi juga adalah kembar identik.

Dan ini adalah “bukti paling awal dari terjadinya kelahiran kembar,” kata Ron Pihansi, seorang peneliti senior dari penelitian ini. Ia juga seorang associate professor di Department of Evolutionary Biology, University of Vienna.

Para peneliti hingga kini belum mengetahui dengan pasti bagaimana bayi kembar dilahirkan pada periode paleolitikum akhir. Di mana saat ini, kelahiran bayi kembar terjadi sekitar satu dalam setiap 85 kelahiran. Sementara kembar identik, sekitar satu dalam setiap 250 kelahiran.

Hasil analisis dari ketiga sisa jenazah bayi tersebut menunjukkan bahwa bayi ketiga memiliki hubungan keluarga. Mungkin ia bergaris sepupu dengan sang kedua bayi kembar.

Dan untuk menentukan berapa usia ketiga bayi ketika meninggal dunia, para peneliti mengamati gigi seri atas yang dimiliki setiap bayi. Dan para peneliti memberikan perhatian khusus pada “garis gigi bayi baru lahir”. Sebuah garis gelap dalam enamel gigi yang memisahkan enamel yang terbentuk sebelum lahir dan yang terbentuk setelah lahir, Tischler-Nicola mengatakan.

Garis gigi bayi baru lahir ini, seperti juga pertumbuhan tulang bayi. Menunjukkan bahwa bayi kedua dari bayi kembar tersebut telah terbentuk utuh secara sempurna ketika dilahirkan. Ada kemungkinan bahwa makam bayi kembar tersebut,  dibuka kembali untuk menguburkan bayi yang ketiga.

Praktik kuno penggunaan makam kembali 

Penemuan ini mengkonfirmasi sebuah historis praktek budaya yang melakukan pembukaan kembali sebuah makam untuk memakamkan jenazah lainnya. Sesuatu yang belum pernah terdokumentasikan sebelumnya dalam pemakaman periode paleolitikum, kata para peneliti.

Tim peneliti juga melakukan analisa terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung dalam enamel gigi jenazah bayi. Termasuk di antaranya isotop karbon, nitrogen, dan barium. Berdasarkan analisanya, ditemukan bahwa kedua bayi kembar sempat disusui oleh ibunya. Walaupun sepupu bayi kembar tersebut sempat bertahan hidup hingga tiga bulan, “garis tekanan” pada giginya menunjukkan bahwa ia mengalami kesulitan untuk menyusu pada ibunya. Kemungkinannya karena ibunya mengalami infeksi pada payudaranya yang dikenal dengan mastitis. Atau, mungkin juga karena sang ibu meninggal dunia ketika melahirkan.

Belum diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan kematian bayi-bayi tersebut. Tetapi, setidaknya kematian dari bayi kembar dan sepupunya itu telah memberikan pukulan hebat bagi orang-orang terdekatnya. Hingga memungkinkan mereka untuk mendirikan perkemahan di sekitar sungai Danube, hanya untuk menguburkan bayi-bayi tersebut.

“Bayi- bayi tersebut merupakan bagian penting dan sangat dihormati oleh anggota kelompoknya,” kata Teschler-Nicola.