Orang-orang Australia pertama adalah salah satu penjelajah laut paling awal di dunia, melakukan suatu migrasi maritim yang luar biasa sejauh 2.000 km melalui Indonesia yang akhirnya dapat menemukan Australia sekitar 65.000 tahun yang lalu.
Namun, rute pelayaran yang telah ditempuh melalui kepulauan Indonesia, dan lokasi pendaratan pertamanya di Australia, tetap menjadi misteri yang acap kali diperdebatkan oleh para arkeolog.
Penelitian, yang diterbitkan di Quaternary Science Review, menyoroti rute yang paling memungkinkan dengan memetakan pulau-pulau di wilayah ini seiring perubahan permukaan laut.
Rute yang diperdebatkan
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa migrasi manusia pertama ke Australia adalah melalui Papua. Ini dikarenakan pulau-pulau di seluruh Indonesia bagian utara relatif berdekatan, dan orang dengan mudah dapat menemukan pulau berikutnya yang ingin mereka kunjungi.
Pendaratan pertama di Australia dianggap lebih sulit dan kemungkinannya kecil dibandingkan dengan pendaratan pertama di Papua, karena jarak penyeberangan terakhir dari Timor ke landasan benua adalah lebih dari 80 km. Diperkirakan pula bahwa daratan Australia tidak terlihat dari pulau Indonesia mana pun.
Meskipun demikian, diperkirakan bahwa pulau-pulau yang berasal dari landasan benua Australia yang sekarang tenggelam, akan terlihat dari Timor saat itu. Tetapi sampai saat ini, teknologi komputer dan data set dasar lautan belum cukup memadai untuk mengetahuinya dengan pasti.
Benua yang tenggelam
Ketika orang yang pertama kali bermigrasi ke Indonesia, mencapai Australia sekitar 65.000 tahun yang lalu, mereka menemukan suatu lanskap yang tampak sangat berbeda dari hari ini. Selama zaman es yang dikenal sebagai Marine Isotope Stage 4, sekitar 71.000 hingga 59.000 tahun yang lalu, Indonesia bagian barat membentuk sebagian dari benua Pleistosen Sunda, sementara Australia dan Nugini bergabung membentuk Sahul.
Daerah abu-abu menunjukkan luasnya benua zaman es Sunda dan Sahul, yang sebagian besar sekarang berada di bawah air. (Credit : Kasih Norman)
Meningkatnya permukaan laut global di penghujung akhir zaman es sekitar 18.000 tahun yang lalu, telah merendam berbagai landasan benua di seluruh dunia, mengubah bentuk daratannya. Peristiwa ini telah menenggelamkan benua kuno Sunda, yang akhirnya menciptakan berbagai pulau di Indonesia, dan membagi dua benua Sahul menjadi Australia dan Papua.
Ini berarti bahwa apa yang sekarang berada di bawah lautan adalah sangat penting untuk memahami di mana orang Australia Pertama kemungkinannya telah mendarat.
Hingga cakrawala
Penelitian ini menggunakan analisis komputer terhadap visibilitas di antara berbagai pulau dan benua. Para peneliti menyertakan data-data ketinggian permukaan lansekap wilayah-wilayah di dasar lautan, di mana dulu pernah berada di atas permukaan laut – dan daratan kering – selama akhir zaman es.
Berbagai program komputer yang canggih yang digunakan untuk menentukan apa yang memungkinkan seseorang bisa melihat pada suatu lokasi tertentu dalam lengkungan 360 derajat di sekitarnya, hingga ke ujung cakrawala.
Dengan menjalankan lebih dari 10.000 analisis yang memungkinkan untuk dapat menentukan dengan tepat di mana seseorang dapat melihat, dari sebuah pulau di lokasi mana pun atau daratan mana pun di seluruh Pulau Asia Tenggara.
Tetapi karena para peneliti tahu bahwa begitu besarnya pulau Indonesia, dan begitupun dengan Sahul, yang tenggelam pada akhir zaman es terakhir, para peneliti juga menyertakan data-data dasar laut (batimetri) dalam analisisnya.
Pulau yang diperkirakan
Para peneliti menemukan bahwa di masa lalu yang sangat lampau (antara 70.000 hingga 60.000 tahun yang lalu, dan berpotensi lebih lama lagi), orang dapat melihat dari kepulauan Indonesia yaitu Timor dan Rote ke rangkaian pulau yang sekarang tenggelam di Laut Timor.
Dari rangkaian pulau ini adalah mungkin untuk melihat landasan benua Australia, yang pada akhir zaman es membentuk sebuah pulau yang sangat besar yang membentang berhadapan dengan Indonesia. Sekarang, sebagian besar lanskap ini berada lebih dari 100 meter di bawah permukaan Laut Timor.
Daerah dengan visibilitas antara pulau dan benua selama akhir zaman es ditunjukkan oleh garis putih. Daerah abu-abu gelap mewakili benua Sahul zaman es yang sekarang terendam, abu-abu terang menunjukkan daratan di atas permukaan laut modern. (Credit:Kasih Norman.)
Ketika rangakaian pulau berada di titik tengah antara Indonesia selatan dan Australia, itu bisa menjadi suatu batu loncatan bagi para penjelajah maritim pertama Australia.
Menuju Australia
Begitupun dengan area di dasar samudera yang merupakan daratan kering pada saat akhir zaman es, menandakan jika para peneliti dapat menunjukkan bahwa orang dapat melihat dari satu pulau ke pulau lainnya, memungkinkan mereka untuk melompat-lompat di antara daratan yang dapat diidentifikasi secara visual hingga Australia utara.
Temuan baru ini berpotensi memecahkan misteri lainnya: semua situs arkeologi tertua bagi Sahul telah ditemukan di barat laut Australia. Jika orang dapat berpindah-pindah pulau dari Timor dan Rote, mereka akan tiba di garis pantai yang sekarang telah terendam yang berdekatan dengan semua lokasi pendudukan paling kuno di Australia, seperti Madjedbebe, Nauwalabila, dan Gua Boodie.
Tetapi sementara kita mungkin lebih dekat dengan pemahaman di mana orang pertama kali mencapai Australia, tanda-tanda penjelajah paling awal untuk mencapai Indonesia lebih sulit dipahami.
Sebuah tim peneliti dari Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage ( CABAH ), Australian Research Council, dan lembaga mitra mereka, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Indonesia, kini telah memulai pencarian di Rote dan Timor Barat untuk bukti paling awal dari wilayah pertama yang menjadi bukti manusia penjelajah laut pertama, kemungkinan adalah nenek moyang orang Australia Pertama.