BAGIKAN
Photo by William Bossen on Unsplash

Pada tahun 2025, diperkirakan karbon dioksida di atmosfer kadarnya akan lebih tinggi daripada yang telah dihasilkan selama periode terpanas di 3,3 juta tahun terakhir, menurut sebuah penelitian dari tim peneliti University of Southampton yang hasilnya diterbitkan di jurnal Nature Scientific Reports.

Para peneliti mempelajari komposisi kimia dari berbagai fosil yang berukuran kecil, yang dikumpulkan dari sedimen di kedalaman Laut Karibia. Mereka menggunakan data-data yang diperoleh tersebut untuk merekonstruksi konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi selama zaman Pliosen, sekitar 3 juta tahun yang lalu. Saat itu, planet Bumi suhunya 3 °C lebih tinggi daripada sekarang, dan lapisan es di kutub lebih sedikit.

Elwyn de la Vega, yang memimpin penelitian ini, mengatakan: “Pengetahuan tentang CO2 selama masa geologis sangat menarik karena memberi tahu kita bagaimana sistem iklim, lapisan es, dan permukaan laut sebelumnya merespons tingkat CO2 yang meningkat. Kami mempelajari interval khusus ini dalam detail yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena memberikan berbagai informasi secara kontekstual, yang sangat tepat untuk kondisi iklim kita saat ini.

Untuk menentukan CO2 di atmosfer, tim peneliti telah menggunakan komposisi isotop dari unsur boron, yang secara alami hadir sebagai pengotor dalam cangkang suatu zooplankton yang disebut foraminifera atau ‘forams’.

Komposisi dari cangkang zooplankton yang telah memfosil  memungkinkan untuk merekonstruksi pH dan CO2 di masa lalu (Credit: University of Southampton)

Organisme ini berukuran sekitar setengah milimeter dan secara bertahap terakumulasi dalam jumlah besar di dasar laut. Benda-benda ini menjadi informasi yang sangat berharga tentang iklim Bumi di masa lalu. Komposisi isotop boron dalam cangkangnya, tergantung pada keasaman (pH) air laut di mana menjadi tempat tinggal kawanan foram. Ada hubungan erat antara CO2 di atmosfer dan pH air laut, yang menandakan bahwa CO2 di masa lalu dapat dihitung dari pengukuran boron dalam berbagai cangkang purba tersebut.

Thomas Chalk, salah satu penulis penelitian ini, menambahkan: “Memfokuskan pada interval suhu panas di masa lalu ketika insolasi yang datang dari Matahari adalah sama seperti hari ini memberi kita cara untuk mempelajari bagaimana Bumi menanggapi tekanan CO2. Sebuah hasil yang mengejutkan  yang kami temukan adalah bahwa bagian paling panas dari Pliosen memiliki kandungan CO2 di atmosfer antara 380 hingga 420 ppm. Ini persis dengan nilai saat ini sekitar 415 ppm, menunjukkan bahwa kita sudah berada pada level di masa lalu terkait dengan suhu dan permukaan laut secara signifikan lebih tinggi dari hari ini. Saat ini, tingkat CO2 kita meningkat sekitar 2,5 ppm per tahun, yang berarti bahwa pada tahun 2025 kita akan melampaui apa pun yang terlihat dalam 3,3 juta tahun terakhir.”

Gavin Foster, yang juga terlibat dalam penelitian ini, melanjutkan: “Alasan mengapa saat ini kita tidak menemukan suhu dan permukaan laut seperti Pliosen adalah karena butuh beberapa waktu bagi iklim Bumi untuk sepenuhnya menyeimbangkan (mengejar) hingga CO2 -nya lebih tinggi dan, karena emisi yang disebabkan oleh manusia, tingkat CO2 masih naik. Hasil kami memberikan gambaran tentang apa yang mungkin terjadi setelah sistem mencapai keseimbangan.”

“Setelah tingkat CO2 Pliosen telampaui di tahun 2025, tingkat CO2 di masa selanjutnya tidak akan pernah dialami di Bumi selama 15 juta tahun terakhir lagi, karean Iklim Miosen Tengah Optimum, sebuah waktu yang panasnya bahkan lebih tinggi daripada Pliosen.” de la Vega menyimpulkan.