BAGIKAN
Image by jmarti20 from Pixabay

Burung kondor Andes adalah spesies burung besar terberat di dunia. Setiap ekornya memiliki berat sekitar 16 kilogram (35 pound). Ketika burung ini mengangkat tubuh besarnya untuk terbang, tidak ada batasan baginya untuk mengarungi angkasa yang luas.

Kembali mendarat setelah terbang adalah hal yang tidak mudah bagi burung kondor Amerika Selatan (vulture gryphus) ini. Tetapi ketika burung-burung besar ini mengangkasa, para peneliti yang mengamati spesies burung ini menemukan bahwa mereka tidak sekalipun mengepakkan sayapnya. Mereka terlihat seperti meluncur di udara hampir 99 persen dari waktu mereka terbang, kebanyakan dari waktu terbang mereka dihabiskan dengan menunggangi angin dan aliran udara panas.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam PNAS.

Para peneliti melekatkan perangkat bio-logging atau semacam “catatan harian” pada delapan burung kondor muda. Dan didapatkan lebih dari 230 jam katalog jam terbang burung kondor. Selama rentang waktu terbang tersebut, hanya 1 persen waktu digunakan untuk mengepakkan sayap, dan itupun hanya dilakukan ketika mereka lepas landas.

Satu ekor burung kondor muda mampu terbang selama lebih dari lima jam tanpa sekalipun mengepakkan sayapnya, menempuh jarak lebih dari 170 kilometer (100 mil) dengan hanya mengandalkan aliran udara saja.

“Ditemukannya kemampuan (burung kondor Andes) yang hampir tidak pernah mengepakkan sayapnya dan hanya melayang di udara sangatlah luar biasa,” kata David Lentink, seorang pakar mekanisme terbang burung dari Stanford University, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Biasanya hanya burung-burung besar yang terbang dengan cara melayang di udara, karena energi yang dibutuhkan untuk mengepakkan sayap mereka sangatlah besar untuk spesies burung dengan badan besar ini. Dan ketika spesies burung dengan berat sangat ringan, seperti burung hummingbird mampu mengepakkan sayapnya dengan kecepatan sangat tinggi untuk terbang, burung albatross -lawan imbang burung kondor- menghabiskan 1,2 hingga 14,5 persen dari waktu terbangnya untuk mengepakkan sayapnya secara perlahan.

Pada burung kondor Andes muda, dalam 50 menit terbang mereka menggunakan jumlah energi yang hampir sama untuk meluncur, melayang dan sesekali mengepakkan sayap selama 3,3 menit ketika lepas landas.

Dan faktanya, energi yang dibutuhkan untuk mengepakkan sayap bagi burung-burung besar ini menurut para peneliti 30 kali lebih besar dari laju metabolik istirahat mereka, yang artinya manuver ini merupakan mekanisme efisiensi energi seperti halnya berlari cepat pada mamalia.

Dengan menggunakan data yang didapat dari bio-logger, para peneliti berhasil mengidentifikasi setiap kepakan sayap dari burung-burung kondor muda tersebut dalam berbagai kondisi angin dan aliran panas.

Bahkan ketika melewati atas pegunungan, dimana terjadi interaksi aliran udara yang kompleks, burung-burung kondor muda ini mampu menavigasi aliran udara tak terlihat dengan hanya sedikit gerakan saja.

“Pilot pesawat laying mampu meluncur di udara sepanjang hari jika kondisi memungkinkan, jadi menurut kami kemampuan burung kondor ini tidak begitu mengejutkan,” kata ahli biologi Emily Shepard dari Swansea University.

“Tetapi para pilot yang akan melakukan terbang melayang harus melihat kondisi cuaca terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah cukup bagus untuk terbang.”

“Burung kondor tidak memiliki kemampuan itu. Mereka biasanya hanya terbang melayang ketika mencari makanan, yang biasanya tidak selalu ditemukan pada area yang mudah diakses, apalagi dengan cara terbang melayang.

Selain dibutuhkan energi yang besar bagi burung kondor untuk lepas landas, dibutuhkan kemahiran tertentu untuk mendarat. Jadi, burung besar ini cukup selektif dalam memilih lokasi untuk mendarat.

Ketika burung kondor akan mendarat di dekat bangkai yang lezat di bawah sana, sebagai contoh, burung ini akan melompat dari satu aliran udara naik menuju aliran udara berikutnya, bergerak menuju aliran udara hangat. Terkadang untuk melakukan manuver lompatan antar aliran udara dibutuhkan sesekali kepakan sayap.

Memahami bagaimana burung-burung raksasa menavigasi berbagai rintangan di langit, tidak hanya memberitahu kita tentang kondisi atmosfer, tetapi juga membuat kita memahami bagaimana spesies burung-burung raksasa purba yang telah punah, seperti Argentavis magnificens mengangkat tubuh seberat 72 kilogram untuk terbang ke angkasa.

“Selama ini memang diasumsikan bahwa Argentavis tidak pernah mampu terbang dengan terus mengepakkan sayapnya dan hanya mengandalkan terbang dengan cara melayang,” kata para peneliti.

Dan kemungkinan besar, burung-burung purba tersebut juga terbang dengan cara melayang, seperti burung kondor Andean, mengepakkan sayap hanya ketika benar-benar dibutuhkan.