BAGIKAN
Piotr Szulawski/Unsplash

Pada tahun 1959 Peter Reyn-Bardt, seorang pegawai maskapai penerbangan, menikah dengan Malika Maria de Fernandez, seorang seniman potret yang gemar bepergian. Padahal, pertemuan mereka hanya beberapa jam saja. Pernikahan mereka juga singkat, hanya berlangsung beberapa bulan saja. Akhirnya Fernandez kembali bepergian menggunakan tiket diskon suami barunya, sementara Reyn-Bardt menetap di sebuah pondok dengan kekasihnya, seorang pria.

Sekitar dua tahun kemudian, Malika mengunjungi Reyn-Bardt di pondoknya dan memintanya uang. Karena saat itu homoseksualitas dianggap sebagai tindakan kriminal, ia mengancam akan menyebarkannya jika dia tidak membayarnya. Dan permintaan ini membuat keduanya bertengkar hingga mengantarkan Malika menuju kematiannya.

Saat Malika dinyatakan menghilang, Reyn-Bardt menjadi tersangka nomor satu. Setelah pihak kepolisian melakukan penggeledahan secara menyeluruh pada tempat kediamannya, termasuk menggali kebunnya untuk mencari jenazahnya, polisi tidak dapat menemukan bukti apapun.

Sekitar dua puluh tahun kemudian, ditemukan tengkorak manusia di rawa gambut Lindow Moss yang berada dekat dengan rumah Reyn-Bardt. Polisi dengan cepat menanggapi temuan mengerikan itu dan percaya bahwa tengkorak itu bukti kejahatan Reyn-Bardt. Terlebih ketika ahli forensik melaporkan bahwa kepala itu milik seorang wanita berusia antara 30 hingga 50 tahun.

Reyn-Bardt tidak sulit ditemukan. Dia baru saja dibebaskan dari penjara, setelah menjalani hukuman untuk serangkaian kejahatan seksual terhadap anak-anak. Menanggapi berita penemuan tengkorak di rawa, dia segera mengaku. “Sudah lama sekali, saya pikir saya tidak akan pernah ketahuan,” kata Reyn-Bardt kepada polisi saat diinterogasi.

Forensik menunjukkan seorang wanita pada usia yang tepat, dan Reyn-Bardt telah membuat pengakuan yang jelas. Tetapi masih ada suatu permasalahan yang mengganjal. Meskipun telah dilakukan pencarian secara cermat, sisa-sisa tubuh Malika yang lainnya terbukti sangat sulit dipahami. Akhirnya kepolisian mengirim tengkorak kepala yang terawetkan itu kepada Universitas Oxford untuk studi lebih lanjut.

Sidang dilakukan di Pengadilan Chester Crown pada bulan Desember 1983. Reyn-Bardt berusaha agar tuduhannya diturunkan. Ia menceritakan bagaimana pertengkarannya dengan Malika dan tidak menyadari bahwa ia telah membunuhnya.

“Saya ketakutan dan tidak bisa berpikir jernih. Satu-satunya hal yang terlintas dalam pikiran adalah menyembunyikannya.”

Reyn-Bardt mengatakan bahwa dia memotong-motong tubuhnya dengan kapak, sebelum mencoba membakarnya. Ketika usahanya itu tidak berhasil, dia membawanya ke rawa terdekat dan melemparkannya hingga temggelam.

Tetapi kemudian secara spektakuler, seorang profesor dari departemen arkeologi Universitas Oxford bersaksi bahwa kepala itu tidak mungkin milik Malika. Penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa sisa-sisa jenazah itu berasal dari zaman Romawi kuno.

“Tengkorak itu telah diawetkan di rawa gambut selama lebih dari 16 abad dan jelas tidak ada hubungannya dengan Malika Reyn-Bardt,” kata jaksa penuntut Martin Thomas di pengadilan. “Tapi ironi tertingginya adalah: penemuannya mengarah langsung pada penangkapan terdakwa dan pengakuannya yang rinci.”

Reyn-Bardt mencoba menarik kembali pengakuannya tetapi dihukum karena pembunuhan oleh juri dengan hitungan 11 banding 1. Dia menghabiskan sisa hidupnya di penjara.

Setahun kemudian, di rawa gambut Lindow Moss kembali ditemukan sisa-sisa jenazah lainnya yang masih terawetkan berupa sepotong kaki. Apakah kaki ini adalah bagian Malika de Fernandez yang hilang, atau milik seseorang yang sama sekali berbeda dan mungkin sudah sangat tua.

Kepala dan kaki yang ditemukan di Lindow Moss adalah contoh fenomena yang semakin terkenal yang disebut sebagai mayat rawa. Tollund Man adalah mumi alami dari mayat seorang pria yang hidup pada abad ke-4 SM. Ia ditemukan pada tahun 1950, diawetkan sebagai mayat rawa, di semenanjung Jutlandia, di Denmark.

Sisa-sisa Tollund Man, yang meninggal pada abad ke-4 SM, ditemukan di rawa gambut Denmark pada tahun 1950. Wikimedia Commons

Tapi bagaimana mayat-mayat itu bisa terawetkan begitu lama di dalam rawa gambut?

Gambut tercipta melalui penguraian bahan-bahan organik, sebagian besar dari bahan tanaman seperti lumut. Ketika lumut sphagnum, terakumulasi di lahan basah cukup untuk membentuk rawa, lapisan gambut membentuk asam yang sangat baik untuk mengawetkan jenazah.