BAGIKAN
(Chapman Chow/ unsplash)

Pada hari Senin lalu, pejabat organisasi Kesehatan dunia -WHO mengeluarkan pernyataan bahwa pasien-pasien virus corona tanpa gejala bukanlah penyebab penyebaran virus. 

“Dari data yang kami miliki saat ini, terlihat sangat jarang terjadi transmisi virus dari orang -orang yang terinfeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada individual sekunder,” kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis dari program darurat Kesehatan WHO. Dengan kata lain, kecil kemungkinan pada orang-orang yang terinfeksi dan tidak menunjukkan gejala, menyebarkan virus pada orang lain.

Pernyataan WHO ini sontak mengejutkan kalangan ilmuwan, dan mereka menganggap pernyataan organisasi kesehatan dunia ini akan menimbulkan kebingungan publik.

Dr. Eric Topol, seorang ilmuwan di Scripps Research, mewakili komunitas peneliti mengatakan, “Pernyataan WHO hari ini (tanpa data pendukung) tentang orang-orang tanpa gejala tidak menularkan virus SARS-CoV-2 dapat memicu kebingungan publik.”



Professor ilmu kesehatan global dari Harvard, Dr. Ashish Jha juga menyatakan kekhawatiran yang sama.

Pada hari Selasa, WHO membuka sesi tanya jawab di sosial media untuk mengklarifikasi pernyataan mereka tersebut. “Pada saat itu saya merespon sebuah pertanyaan pada konferensi pers,” kata Van Kerkhove. “Saya kira adalah sebuah kesalahpahaman untuk menyatakan bahwa penularan asimptomatik secara global sangat jarang terjadi.’

Menurut Van Kerkhove, yang dia maksudkan pada pernyataannya adalah dia belum melihat adanya bukti yang mengindikasikan transmisi virus dari individual asimptomatik dapat menyebar dengan luas. “Apa yang perlu kita ketahui adalah, berapa banyak orang dalam populasi yang tidak memiliki gejala? Dan berapa banyak dari orang-orang tanpa gejala yang dapat menularkan virus pada orang lain?”

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu kita ketahui tentang transmisi asimptomatik:

  1. Berapa banyak orang yang terinfeksi virus dan tidak bergejala?

Tidak ada yang mengetahui secara pasti. “Diperkirakan antara 6 % hingga 41 % dari populasi mungkin telah terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala,” kata Van Kerkhove pada hari Selasa. Dalam beberapa penelitian, seperti yang dipublikasikan pada BMJ Thorax, menunjukkan hasil pengujian pada penumpang sebuah kapal pesiar, dan hasilnya 81 % dari keseluruhan penumpang yang terkonfirmasi positif virus corona baru dan tidak menunjukkan gejala selama 21 hari berlayar, dan diperkirakan tingkat prevalensinya akan lebih tinggi lagi. Dari data penelitian, kasus-kasus asimptomatik sangat umum terjadi pada orang-orang yang berusia muda dan tanpa masalah kesehatan yang bisa menyebabkan mereka lebih rentan terhadap virus, seperti diabetes atau asma.

Data-data penelitian tersebut dinilai tidak konsisten, karena “silent spreader” atau mereka yang menularkan virus tanpa gejala dalam populasi sulit ditemukan, dan biasanya mereka yang tidak menunjukkan gejala tidak akan dites COVID-19.

Kasus-kasus asimptomatik awalnya diketahui dari hasil tes anggota keluarga yang tinggal dan melakukan kontak dengan para pasien COVID-19, kata Van Kerkhove.

“Kini, individual asimptomatik dapat ditemukan ketika terjadi wabah dengan infeksi yang aktif dalam komunitas yang tertutup, seperti penjara, pabrik, rumah jompo dan kapal pesiar. Pada lokasi-lokasi tersebut, otoritas kesehatan melakukan tes secara massal untuk mengetahui sejauh mana virus telah menyebar agar mereka dapat dengan segera mengendalikan penyebarannya.

Van Kerkhove mengatakan, bahwa para pasien-pasien asimptomatik dilaporkan merasakan gejala “sedikit tidak enak badan” yang mungkin mengindikasikan mereka mengalami gejala ringan dari penyakit ini, Dan dalam beberapa kasus, beberapa orang yang dilaporkan merasa sehat dan asimptomatik mengalami kerusakan pada paru-paru ketika di X-Ray.



Ketika mengidentifikasi individual asimptomatik harus diikuti dengan pemeriksaan lanjutan, kata Smith. Pada orang-orang yang terkonfirmasi positif tanpa gejala, bisa jadi sedang dalam masa presimptomatik, dimana gejala penyakit akan muncul dalam beberapa hari sesudahnya. Hasil penelitian menunjukkan pada individual presimptomatik akan terkonfirmasi positif ketika di tes COVID-19 dalam dua hingga tiga hari sebelum mereka merasakan gejala.

  1. Sampai seberapa jauh orang-orang tanpa gejala berkontribusi terhadap transmisi virus corona baru?

Kasus-kasus transmisi dari pasien-pasien tanpa gejala yang pernah terdokumentasikan sangat “langka”, kata Van Kerkhove. Tetapi kemungkinan terjadi masih ada, dan di dalam komunitas peneliti pun terjadi selisih pendapat tentang apakah beberapa kasus-kasus yang telah dipublikasikan tentang individual asimptomatik yang menginfeksi orang lain merupakan sebuah anomali atau merupakan petunjuk bahwa kasus-kasus seperti itu telah banyak terjadi selama pandemi ini.

Sebuah laporan ilmiah dari Scripps Research yang telah dipublikasikan dalam Annals of internal medicine menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan di Islandia, Italia dan Indiana, kasus-kasus asimptomatik mungkin bertanggung jawab atas 30 % hingga 45 % dari transmisi virus corona.

Kemudian, timbul pertanyaan bagaimana kasus asimptomatik dapat menyebarkan virus.

Partikel-partikel virus akan dihembuskan oleh seseorang yang terinfeksi ketika dia batuk atau bersin, tetapi jika anda asimptomatik, anda tidak akan menunjukkan gejala-gejala tersebut.

Dan hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa orang-orang yang terinfeksi tetapi merasa sehat dapat memiliki jumlah virus yang sama di tenggorokan mereka dengan orang-orang yang merasa sakit.

Bagi individual asimptomatik, pertanyaannya adalah: “bagaimana cara virus berpindah dari dalam hidung atau tenggorokan anda ke dalam tubuh orang lain?” kata Michael Ryan, direktur program darurat kesehatan WHO.

Dengan ketiadaan bersin ataupun batuk, kata Ryan, penyebaran virus corona membutuhkan situasi dimana orang orang berada pada posisi berdekatan dan mengarahkan suara dan nafas mereka pada orang lain, seperti aktivitas menyanyi di sebuah paduan suara, berbicara dengan suara keras di sebuah klub malam yang bising agar terdengar, atau nafas yang terengah-engah karena aktivitas olahraga di sebuah gym – semua aktivitas ini berimplikasi pada transmisi COVID-19 menurut laporan penelitian.

WHO dalam sebuah panduan tentang pemakaian masker menuliskan: “tingkat penyebaran virus bergantung pada jumlah virus aktif yang dilepaskan dari tubuh seseorang; apakah orang tersebut batuk dan melepaskan droplet atau tidak, bagaimana orang tersebut melakukan kontak dengan orang lain, dan apa saja langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang telah dilakukan.”

  1. Apa saja implikasi dari transmisi asimptomatik?

Orang-orang asimptomatik dimasukkan dalam kategori kasus-kasus yang tidak terdeteksi dan berpotensi menular. Kategori “tidak terdeteksi” juga termasuk kasus-kasus presimptomatik dan kasus gejala ringan yang hampir tidak dirasakan.

Pakar kesehatan publik mengatakan, adanya fakta dimana banyak orang-orang yang berpotensi menyebarkan virus corona baru tetapi tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi adalah perbedaan utama antara COVID-19 dan penyakit lainnya, termasuk SARS, penyakit yang juga disebabkan oleh virus corona yang melanda Asia di tahun 2003. 

Pada penyakit SARS, penularan terjadi pada tahapan awal infeksi, karena virus berada pada bagian bawah dari saluran pernafasan,” kata Ryan. Dan dibutuhkan aktivitas tertentu, seperti batuk atau bersin untuk mengeluarkan virus. Virus SARS-CoV-2 menginfeksi bagian atas dan bawah saluran pernafasan manusia, sehingga akan sangat mudah terjadi penyebaran virus melalui aktivitas seperti berteriak atau bernyanyi.

“Fakta ini membuat virus corona baru sulit untuk dikendalikan,” kata Malik Perrie, seorang virolog dari Hongkong university. “tidak perlu menunggu hingga orang-orang timbul gejala dan mengisolasi mereka. Ketika seseorang asimptomatik atau yang jatuh sakit atau hanya merasakan tidak enak badan, mereka (mungkin) telah mentransmisikan virus pada banyak orang.”

“Perilaku individu adalah kunci dalam melindungi diri anda dan orang lain,” kata Shweta Bansal, peneliti penyakit menular dari Georgetown University. Perilaku itu termasuk mencuci tangan, memakai masker dan selalu menjaga jarak dengan orang lain. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, kita sudah membantu mencegah penyebaran virus pada orang lain, baik penyebaran simptomatik maupun asimptomatik.