Seperti yang dijelaskan oleh David Eagleman, dalam The Brain: The Story of You, Otak berperan aktif dalam membentuk realitas kita dengan menghasilkan model internalnya sendiri bahkan sebelum menerima informasi sensorik. Model ini memungkinkan otak untuk memprediksi apa yang diharapkan akan ditemui di dunia. Dalam kasus penglihatan, misalnya, thalamus berfungsi sebagai stasiun penghubung antara input sensorik dan korteks visual, mentransmisikan informasi visual bolak-balik.
Aspek mengejutkan dari proses ini adalah bahwa, meskipun ada banyak koneksi yang mengirimkan informasi dari thalamus ke korteks visual, sebenarnya ada sepuluh kali lebih banyak koneksi yang bergerak ke arah sebaliknya—dari korteks visual kembali ke thalamus. Sinyal yang kembali ini mewakili “tebakan” atau ekspektasi otak tentang apa yang akan ia persepsikan. Ketika data visual yang masuk sesuai dengan prediksi otak, thalamus mengirimkan sedikit umpan balik ke sistem visual. Namun, ketika terjadi ketidakcocokan—sesuatu yang tidak terduga atau “kesalahan” dalam prediksi—informasi baru ini dikirim kembali ke korteks visual untuk pemrosesan lebih lanjut.
Dengan demikian, banyak dari apa yang kita alami secara visual tidak hanya tentang cahaya yang masuk ke mata kita, tetapi lebih tentang apa yang telah diprediksi atau diantisipasi oleh otak sebelumnya. Mekanisme prediktif ini memungkinkan otak untuk beroperasi secara efisien, dengan fokus pada pemrosesan hal-hal yang tidak terduga daripada menginterpretasi secara redundan rangsangan yang sudah familiar.
Persepsi adalah proses kompleks di mana otak kita menginterpretasikan informasi dari indra untuk membentuk gambaran tentang dunia di sekitar kita. Namun, sering kali apa yang kita lihat bukanlah representasi akurat dari kenyataan, melainkan hasil dari berbagai intervensi yang dilakukan oleh otak kita. Berikut ini beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana persepsi visual kita dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
1. Ilusi Optik
Ilusi optik adalah salah satu contoh paling jelas dari intervensi otak. Ketika kita melihat gambar yang tampak bergerak atau bentuk yang berubah tergantung pada perspektif, otak kita salah menafsirkan informasi visual. Misalnya, gambar statis dapat tampak berputar, menunjukkan bahwa persepsi visual kita bisa sangat subjektif.
2. Daya Ingat dan Persepsi
Pengalaman masa lalu dan konteks sangat memengaruhi cara kita melihat sesuatu. Dalam banyak eksperimen, dua orang yang melihat kejadian yang sama sering kali mengingat detail yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa persepsi kita dipengaruhi oleh bias kognitif dan konteks situasi, yang membuat kita melihat dunia dari sudut pandang yang unik.
3. Warna dan Pencahayaan
Warna yang kita lihat juga dipengaruhi oleh pencahayaan. Objek bisa terlihat berbeda di bawah cahaya yang berbeda. Contoh terkenal adalah “The Dress,” yang memicu perdebatan apakah gaun tersebut berwarna biru dan hitam atau putih dan emas. Ini menunjukkan betapa subjektifnya persepsi warna dan bagaimana otak kita menginterpretasikan informasi visual.
4. Pengaruh Emosi
Emosi memainkan peran besar dalam bagaimana kita melihat dan menafsirkan situasi. Ketika seseorang merasa takut atau cemas, mereka lebih cenderung melihat ancaman di lingkungan mereka, bahkan jika ancaman itu tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan emosional dapat membentuk persepsi kita terhadap kenyataan.
5. Fenomena “Blind Spot”
Setiap orang memiliki blind spot di retina, yaitu area yang tidak memiliki sel fotoreseptor. Meskipun ada kekosongan ini, otak kita mengisi kekosongan tersebut sehingga kita tidak menyadari adanya kekosongan visual. Ini menunjukkan betapa aktifnya otak dalam menciptakan gambaran yang utuh dari informasi yang ada.
6. Persepsi Multisensori
Persepsi visual kita tidak berdiri sendiri; otak kita menggabungkan informasi dari berbagai indra. Misalnya, saat mendengarkan musik sambil melihat orang menari, otak kita menciptakan pengalaman yang koheren dengan menggabungkan input visual dan auditori. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi adalah hasil dari integrasi berbagai jenis informasi.
7. Sinestesia
Sinestesia adalah kondisi di mana beberapa individu mengalami pencampuran indra, seperti melihat warna saat mendengar musik. Ini memberikan bukti bahwa otak dapat memproduksi pengalaman sensorik yang tidak biasa, di mana asosiasi antara indra menjadi terjalin dan menciptakan persepsi yang unik.
8. Pengalaman Schizophrenia
Sebagian kecil populasi, sekitar 1%, mengalami kesulitan membedakan antara kenyataan dan pengalaman internal mereka. Elyn Saks, seorang profesor hukum, mengalami episode skizofrenia yang menyebabkan dia mendengar suara dan melihat hal-hal yang tidak dilihat orang lain. Selama episode tersebut, Elyn merasa bahwa rumah-rumah berbicara padanya, memberitahu bahwa dia istimewa atau bahkan buruk. Selama saat-saat itu, dia tidak menyadari bahwa apa yang dialaminya tidak nyata, karena otaknya menginterpretasikan sinyal-sinyal tersebut sebagai bagian dari realitasnya.
9. Internal Model dan Keterbatasan Persepsi
Sebenarnya, otak kita menciptakan realitasnya sendiri bahkan sebelum menerima informasi dari mata dan indra lainnya. Proses ini dikenal sebagai internal model. Thalamus, yang terletak di antara mata dan korteks visual, memainkan peran kunci dalam menghubungkan informasi sensorik. Menariknya, ada sepuluh kali lebih banyak koneksi yang mengalir dari korteks visual kembali ke thalamus daripada yang menuju ke sana. Ini menunjukkan bahwa otak tidak berusaha menciptakan simulasi sempurna dari dunia, tetapi menghasilkan perkiraan yang cepat berdasarkan informasi yang ada.
Proses ini penting karena otak berusaha beroperasi secara efisien, memproses hanya informasi minimum yang diperlukan untuk menavigasi dunia. Misalnya, saat melihat sesuatu, tidak selalu berarti kita benar-benar melihat semua detail. Banyak kecelakaan lalu lintas terjadi ketika pengemudi tidak melihat pejalan kaki atau mobil di depan mereka, meskipun mata mereka tertuju ke arah yang benar.
Kesimpulan
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa persepsi visual kita adalah proses aktif yang melibatkan intervensi otak. Apa yang kita lihat bukanlah hasil dari penerimaan pasif terhadap rangsangan, melainkan hasil dari pengolahan dan interpretasi kompleks. Saat kita berinteraksi dengan dunia, baik dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, kita terjebak dalam narasi yang dibangun oleh otak kita. Memahami bagaimana otak kita membentuk persepsi dapat membantu kita lebih menghargai kompleksitas pengalaman manusia dan tantangan yang dihadapi oleh mereka yang mengalami distorsi persepsi.