Survei global pertama genomik tanah mengungkapkan peperangan antara jamur dengan bakteri.
Tanah penuh dengan kehidupan, penting untuk peredaran nutrisi dan penyimpanan karbon. Untuk lebih memahami bagaimana fungsinya, tim peneliti internasional yang dipimpin oleh EMBL dan Universitas Tartu (Estonia) melakukan studi global pertama terhadap bakteri dan jamur di dalam tanah.
Hasil mereka menunjukkan bahwa bakteri dan jamur berada dalam persaingan konstan terhadap nutrisi dan menghasilkan gudang antibiotik untuk mendapatkan manfaat satu dari yang lain. Penelitian ini juga dapat membantu memprediksi dampak perubahan iklim terhadap tanah, dan membantu kita memanfaatkan komponen tanah alami secara lebih baik di bidang pertanian. Nature telah menerbitkan hasilnya.
Penelitian tentang mikrobioma tanah menuntut para ilmuwan berupaya lebih keras. Selama lima tahun, 58.000 sampel tanah dikumpulkan dari 1450 lokasi di seluruh dunia (40 subsamples per lokasi), yang dipilih secara hati-hati agar tidak terpengaruh oleh aktivitas manusia seperti pertanian.
Penulis pertama Mohamad Bahram (Universitas Tartu) dan Falk Hildebrand (EMBL), bersama dengan tim besar kolaborator, menyiapkan proyek besar ini, mengumpulkan sampel, dan menganalisis kumpulan data 14,2 terabyte. Dari 1450 lokasi yang diambil sampelnya, 189 dipilih untuk dianalisis lebih mendalam, yang mencakup bioma paling penting di dunia, mulai dari hutan tropis hingga tundra [suatu bioma tempat terhambatnya pertumbuhan pohon dengan rendahnya suhu lingkungan sekitar], di semua benua.
Hanya setengah persen dari jutaan gen yang ditemukan dalam studi ini tumpang tindih dengan data yang ada dari mikrobioma kanal dan lautan. “Jumlah gen yang tidak diketahui itu luar biasa, tetapi yang bisa kita tafsirkan dengan jelas menunjukkan perang global antara bakteri dan jamur di tanah,” kata Peer Bork, pemimpin kelompok EMBL dan penulis yang bersangkutan.
Secara keseluruhan, keragaman bakteri di dalam tanah lebih sedikit jika relatif lebih banyak jamur. Tim juga menemukan hubungan yang kuat antara jumlah gen resistensi antibiotik pada bakteri dan jumlah jamur, terutama mereka yang berpotensi untuk memproduksi antibiotik seperti Penicillium.
Falk Hildebrand : “Pola ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa jamur menghasilkan antibiotik dalam peperangan melawan bakteri, dan hanya bakteri dengan gen resistensi antibiotik yang memadai yang dapat mempertahankan hidupnya.”
“Antagonisme antara jamur dan bakteri mempengaruhi keseluruhan keragaman komunitas bakteri dan menentukan repertoar genetik mereka terhadap resistensi antibiotik”, kata Mohamad Bahram. Informasi ini dapat digunakan untuk memprediksi penyebaran gen yang menyebabkan resistensi antibiotik di berbagai ekosistem, dan melalui jalur apa mereka dapat mencapai sebagai patogen manusia. Ini juga dapat membantu memprediksi dan menentukan lokasi dengan produsen antibiotik alami tingkat tinggi.
Tim juga menemukan perbedaan regional dalam distribusi bakteri dan jamur. Bakteri ada di mana-mana, dengan keragaman genetik tertinggi di zona sedang dengan iklim sedang. Faktor lingkungan seperti suhu paling menentukan dalam kelimpahan relatifnya: mereka lebih sering memilih lokasi panas dan basah. Jamur biasanya lebih lazim di iklim dingin dan kering seperti tundra. Mereka juga cenderung lebih dibatasi secara geografis, dengan perbedaan dalam populasi antar benua. Ini menyiratkan bahwa kontribusi relatif dari bakteri dan jamur untuk siklus nutrisi berbeda di seluruh dunia, dan bahwa perubahan iklim global dapat mempengaruhi komposisi dan fungsi mereka secara berbeda.
Ketika membandingkan data dari lokasi tanah yang belum terjamah dengan data dari lokasi yang telah dipengaruhi oleh manusia, seperti lahan pertanian atau taman rumput, rasio antara bakteri, jamur dan antibiotik benar-benar berbeda.
Menurut para ilmuwan, perubahan dalam keseimbangan alam ini – yang mungkin berevolusi di sebagian besar sejarah bumi – menunjukkan efek aktivitas manusia pada mikrobioma tanah, dengan konsekuensi yang tidak diketahui sejauh ini.
Namun, pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara jamur dan bakteri di dalam tanah dapat membantu mengurangi penggunaan pupuk tanah di sektor pertanian, sehingga orang dapat memberikan mikroorganisme yang menguntungkan kesempatan yang lebih baik untuk bertahan hidup di lingkungan alaminya.