BAGIKAN

Impian sebuah perusahaan Dubai untuk membawa gunung es dari Antartika ke Jazirah Arab bisa menghadapi beberapa rintangan besar. Sudah banyak disaksikan jika tutupan es di kutub yang ambruk sebagai sinyalemen  pemanasan global. Namun sebuah perusahaan asal UAE, National Advisor Bureau Limited memandang pulau es di kutub sebagai sumber peluang. Gunung es tersebut bisa digunakan sebagai cara untuk mengimbangi efek perubahan iklim di Teluk yang semakin terik. Perusahaan tersebut telah menyusun rencana untuk memanen gunung es di Samudra Hindia bagian selatan dan membawa mereka menempuh jarak 9.200 kilometer ke Teluk, di mana tumpukan es raksaksa tersebut bisa dilelehkan  menjadi air tawar  sekaligus  sebagai objek daya tarik wisata.

Gambar satelit 14 Januari 2015 NASA menunjukkan sisa-sisa gunung es kolosal yang dikenal sebagai B-15 di Ross Ice Shelf di Antartika. (NASA via AP)

“Gunung es hanya mengapung di Samudera Hindia. Mereka diperebutkan oleh siapa pun yang bisa membawanya,” managing director Abdullah al-Shehi mengatakan kepada The Associated Press di kantornya di Dubai. Dia berharap bisa mulai memanennya pada tahun 2019.

Mungkin tidak mengherankan jika gagasan tersebut datang berasal dari Dubai, yang sudah terkenal dengan berbagai proyek spektakuler mulai dari lereng ski dalam ruangan, pulau buatan hingga gedung tertinggi di dunia. Namun rencana untuk memanen gunung es tersebut bakal menghadapi beragam rintangan hukum, keuangan, logistik, dan penolakan dari para pencinta lingkungan hidup.

 

Perusahaan tersebut akan mengirim kapal ke Pulau Heard, sebuah cagar alam Australia di Samudra Hindia bagian selatan, di mana mereka akan menyusuri di antara gunung es besar seukuran sebuah kota untuk mencari potongan yang lebih kecil seukuran truk yang dikenal sebagai growlers. Para pekerja kemudian akan mengamankannya ke kapal  mereka  dengan menggunakan jala dan setelah usai, baru dibawa pulang  melalui pelayaran selama satu tahun menuju Uni Emirat Arab.

Perusahaan percaya bahwa karena sebagian besar massa gunung es berada di bawah air, mereka tidak akan meleleh secara signifikan selama pelayaran tersebut. Al-Shehi mengatakan bahwa setiap gunung es akan menampung sekitar 20 miliar galon air tawar yang bisa dipanen tanpa desalinisasi mahal, dimana saat ini perusahaan menjadi penyedia hampir semua air di kawasan Teluk.

Citra satelit 1 Juni 2016 yang disediakan oleh NASA ini menunjukkan gunung es mengambang di lepas pantai Antartika di bawah cakupan awan yang berat. Pusat Es Nasional AS memperkirakan ribuan gunung es semacam itu berada mengelilingi Antartika. (NASA)

Masdar, perusahaan energi bersih yang didukung pemerintah di Uni Emirat Arab, sedang menjajaki teknologi baru untuk memenuhi kebutuhan air di negara tersebut. Kementerian Energi Uni Emirat Arab mengeluarkan sebuah pernyataan minggu ini yang menolak “laporan” bahwa sebuah gunung es sedang dalam proses diimpor, tanpa menyebutkan secara detail laporan yang menjadi referensi.

Al-Shehi mengatakan bahwa proyeknya adalah inisiatif pribadi dan dia akan meminta persetujuan pemerintah setelah perusahaannya menyelesaikan studi kelayakannya. Dia menolak menyebutkan perkiraan besarnya biaya perusahaan, dan mengatakan bahwa pihaknya belum melakukan studi dampak lingkungan.

Robert Brears, pendiri Mitidaption, telah mempelajari kelayakan pencairan es di Antartika dan memperkirakan bahwa proyek tersebut akan memerlukan pengeluaran awal minimal $ 500 juta.

Tantangannya dimulai di Pulau Heard, di mana Australia membatasi akses secara ketat untuk melestarikan ekosistem burung, anjing laut, penguin, dan ikan migran yang kaya, yang dapat terganggu oleh kapal-kapal besar. Antartika sendiri tunduk pada perjanjian global yang mengamanatkan peraturan lingkungan dan melarang kegiatan pertambangan dan militer.

Bahkan jika perusahaan mengamankan persetujuan yang diperlukan dari berbagai pemerintah, perselisihan bisa saja terjadi.

“Ada ribuan gunung es yang hanyut dan mereka bisa bergerak tanpa peringatan,” kata Christopher Readinger, yang memimpin tim Antartika di Pusat Es Nasional AS. “Badai di sana bisa sangat brutal, dan sebenarnya tidak ada orang yang bisa membantu di lokasi tersebut.”

Kelompok The Interagency menggunakan satelit dan sensor mengambang untuk melacak gunung es besar sehingga dapat memberikan peringatan kepada kapal nelayan dan sains. Salah satu gunung es yang dilacak bulan lalu besarnya dua kali kota Manhattan.

Antartika menyediakan cadangan 60 persen air tawar dunia, membeku dalam bentuk rak es yang mampu menumpahkan hampir 1,2 triliun ton gunung es setahun, menurut NASA. Kehilangan es semakin cepat seiring suhu global yang hangat.

Di Arktik, “koboi gunung es” Kanada menggunakan senapan untuk melepaskan potongan gunung es yang kemudian dijual ke kilang anggur, tempat pembuatan bir dan penyulingan vodka. Sebuah perusahaan Norwegia menjual 750ml botol berisi air dari gunung es yang telah mencair  seharga $ 100.

Tapi petarung gunung es di Antartika akan menemukan kawanan es yang lebih sedikit. “Ini adalah es paling kering di dunia,” kata Brears. “Anda bisa mencairkan banyak es ini namun mendapatkan sedikit air dari situ.”

Sementara itu, para environmentalis menunjukkan langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim di Timur Tengah, seperti irigasi tetes, memperbaiki kebocoran dan konservasi air.

“Daerah ini adalah jantung industri minyak global, ini akan berada di garis depan yang akan mengalami gelombang panas yang sangat besar dan gila ini, dan hanya ada satu cara untuk menghindari semua ini : pengurangan emisi  dan menjaga semua bahan bakar fosil tetap di kedalaman tanah,” kata Hoda Baraka, juru bicara kelompok advokasi iklim 350.org.

Kelompok investasi hijau tidak mungkin untuk membiayai proyek gunung es tersebut, kata Charlotte Streck, direktur perusahaan konsultan Climate Focus. Dia mengatakan bahwa proyek ini “sangat sia-sia dan mahal” untuk mengatasi kesengsaraan air Teluk __ dan ” tampaknya bertentangan dengan semua gagasan adaptasi perubahan iklim .”

Namun Al-Shehi tidak terpengaruh, dan tetap menegaskan bahwa proyek tersebut tidak akan berdampak pada Antartika atau lingkungan alam lainnya. Seluruh proses, katanya, “hanya setetes di lautan.”