BAGIKAN
freepik

POLA MAKAN BERBATAS WAKTU, SENJATA BARU MEMERANGI OBESITAS DAN DIABETES

Selama ini, bagi mereka yang memiliki kondisi obesitas, kadar gula darah tinggi dan tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol tinggi sangat dianjurkan untuk menerapkan pola makan lebih sedikit dan memperbanyak aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari mereka. Belum lama ini, hasil dari penelitian terbaru mengungkapkan bahwa ada acara lain untuk melawan penyakit-penyakit tersebut, antara lain dengan menerapkan jendela makan selama sepuluh jam dalam satu hari dan melakukan puasa selama 14 jam sesudahnya

Hasil uji coba yang dilakukan pada tikus dan lalat buah memperlihatkan bahwa dengan membatasi hewan-hewan tersebut untuk makan dengan menerapkan jendela makan setiap 10 jam, terbukti bisa mencegah, bahkan melawan penyakit-penyakit metabolik yang kini diderita oleh jutaan orang di AS.

Para ilmuwan yang terdiri dari ahli biologi sel dan kardiologis melakukan penelitian tentang pengaruh dari pengaturan waktu asupan nutrisi yang masuk ke tubuh bagi kesehatan. Dan setelah berhasil mengujicobakannya pada hewan lalat dan tikus, para peneliti kemudian melakukan uji coba jendela makan ini pada manusia yang sehat. Penelitian yang berlangsung selama lebih dari satu tahun menunjukkan bahwa dengan menerapkan makan yang dibatasi waktu atau time restricted eating- TRE pada individu sehat terbukti aman.

Selanjutnya, para peneliti akan mengujicobakan pola makan berbatas waktu ini pada pasien dengan kondisi yang secara kolektif dikenal dengan sindrom metabolik.

Para peneliti ingin mengetahui, apakah penerapan pola makan ini, yang terbukti memberikan efek yang positif pada tikus yang menderita obesitas dan diabetes ini, bisa menolong jutaan pasien yang mengalami gejala awal dari diabetes, tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol darah tinggi.

Tidaklah mudah untuk menghitung kalori atau mengetahui berapa banyak lemak, karbohidrat dan protein pada setiap porsi makanan yang kita konsumsi. Dan diharapkan dengan penerapan pola makan TRE ini merupakan strategi baru dalam melawan obesitas dan penyakit-penyakit metabolik yang diderita oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Hasil dari beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pilihan gaya hidup dengan pola makan TRE bisa menurunkan resiko terkena penyakit-penyakit metabolik di masa depan.

Dan sebelumnya TRE jarang diujicobakan pada para pasien yang terdiagnosa menderita penyakit-penyakit metabolik. Karena mayoritas dari pasien-pasien tersebut tengah menjalani pengobatan untuk penyakit yang dideritanya, dan para ilmuwan belum bisa menjamin, apakah pasien-pasien tersebut aman untuk menjalani puasa selama lebih dari 12 jam – jarak waktu yang banyak diterapkan dalam eksperimen – atau apakah penerapan TRE ini bisa memberikan tambahan manfaat bagi para pasien disamping obat-obatan yang diberikan.

Dalam sebuah kolaborasi unik antara laboratorium sains dan laboratorium klinis, tim peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui apakah dengan membatasi pola makan dengan 10 jam jendela makan bisa meningkatkan kesehatan orang-orang dengan sindrom metabolik yang juga tengah menjalani pengobatan untuk menurunkan tekanan darah serta kadar kolesterol darahnya.

Tim peneliti merekrut pasien dari UC San Diego Clinics yang memenuhi setidaknya tiga dari empat kriteria bagi sindrom metabolik: obesitas, kadar gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol jahat yang tinggi, dan kadar kolesterol baik yang rendah.

Para pasien menggunakan aplikasi riset yang diberi nama mycardianClock, yang dikembangkan di lab oleh tim peneliti, yang akan mencatat setiap kalori yang dikonsumsi selama dua minggu. 

Aplikasi ini akan membantu untuk menemukan pasien yang melakukan puasa selama 14 jam dalam satu hari atau lebih, dan mungkin akan memperoleh manfaat dari pola jendela makan 10 jam.

Tim peneliti memonitor aktifitas fisik dan tidur para partisipan dengan menggunakan alat monitor yang dipakaikan di tangan setiap partisipan. Untuk beberapa pasien dengan kondisi kontrol gula darah yang buruk mungkin akan mengalami kadar glukosa darah rendah pada malam hari, para peneliti menggunakan alat pengukur gula darah pada lengan mereka agar bisa memonitor glukosa darah mereka setiap beberapa menit selama dua minggu.

Sembilan belas pasien memenuhi kualifikasi bagi penelitian ini. Sebagian besar dari mereka telah menjalani gaya hidup untuk mengurangi asupan kalori dan lebih banyak melakukan aktifitas fisik.

Dan dalam mengikuti penelitian ini, para partisipan hanya diharuskan untuk merubah pola makan mereka dan memilih sendiri jendela waktu yang sesuai dengan kehidupan mereka setiap hari untuk makan dan minum bersama keluarga dan juga di tempat bekerja, misalnya antara jam 9 pagi hingga 7 malam. Minum air dan makan obat-obatan diluar jendela waktu ini diperbolehkan.

Selama 12 minggu mendatang mereka akan menggunakan aplikasi myCicardianClock, dan pada dua minggu terakhir dari penelitian ini tim peneliti secara terus menerus memonitor glukosa darah dan juga aktivitas harian para partisipan.

Setelah 12 minggu, para partisipan kembali ke klinik untuk melakukan pemeriksaan medis dan tes darah. Para peneliti kemudian membandingkan hasil pemeriksaan akhir ini dengan hasil pada kondisi awal pasien sebelum mengikuti trial. Hasilnya, yang telah dipublikasikan di Cell Metabolism, mengejutkan para ilmuwan.

Mereka menemukan bahwa sebagian besar dari partisipan mengalami penurunan berat badan dalam jumlah yang signifikan, terutama tumpukan lemak pada bagian perut mereka. Dan untuk mereka yang memiliki kadar glukosa darah tinggi juga mengalami penurunan kadar gula darah.

Demikian juga untuk tekanan darah dan kadar kolesterol LDL, berhasil diturunkan hingga pada tingkat aman. Semua manfaat ini didapatkan tanpa adanya perubahan aktivitas sehari-hari mereka.

Tetapi, hasil analisa statistik tidak menemukan hubungan yang kuat antara berkurangnya asupan kalori dengan peningkatan kualitas kesehatan. Dan manfaat yang sama dari TRE terhadap kontrol tekanan darah dan glukosa darah juga ditemukan pada para pasien yang tidak merubah asupan kalori.

Hampir dua pertiga dari pasien juga dilaporkan bisa tidur lebih tenang pada malam hari dan rasa lapar pada malam hari berkurang – sama dengan yang dilaporkan pada penelitian TRE lainnya pada kelompok yang relatif lebih sehat

Sementara pola makan berbatas waktu dengan jendela makan hanya enam jam sulit dilakukan oleh para partisipan dan malah menyebabkan beberapa efek yang merugikan, para pasien dilaporkan lebih mudah mengadaptasi pola makan dengan rentang waktu 10 jam.

Walaupun para pasien tidak diharuskan untuk melanjutkan TRE setelah penelitian selesai, hampir 70 persen dari mereka meneruskan pola makan TRE ini, setidaknya selama setahun. Dan dilaporkan kualitas kesehatan mereka semakin baik, dan banyak dari mereka yang mengurangi obat-obatan untuk penyakit mereka, atau menghentikannya sama sekali.

Walaupun penelitian ini dianggap sukses, tetapi pola makan berbatas waktu ini hingga kini belum dijadikan standar rekomendasi oleh para dokter kepada para pasien sindrom metabolik.

Penelitian ini masih dalam cakupan kecil: masih dibutuhkan trial dengan randomisasi partisipan yang lebih besar dan juga menambah jumlah lokasi trial. Untuk mencapai tujuan ini, para peneliti telah memulai sebuah penelitian yang lebih besar pada pasien-pasien sindrom metabolik.

Walaupun tidak ditemukan adanya pasien yang mengalami kadar glukosa rendah hingga pada level yang membahayakan mereka selama melakukan puasa, sangat penting bagi mereka yang melakukan pola makan berbatas waktu ini selalu dalam pengawasan dokter.

Para peneliti berharap bahwa pola makan berbatas waktu ini bisa menjadi cara yang sederhana tetapi sangat ampuh untuk mengobati para pasien dengan sindrom metabolik.


 The conversation