BAGIKAN
Hal Gatewood/Unsplash

Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah mengaburkan batas-batas seorang manusia. Mana yang layak dikatakan sebagai manusia, dan mana yang tidak. Sudah waktunya untuk memperluas istilah hukum untuk “manusia”. Demikian apa yang disarankan oleh pakar hukum biomedis dalam sebuah makalahnya di Policy Forum di jurnal Science.

Selama beberapa dekade terakhir, para ilmuwan telah melakukan penelitian di mana sel manusia dan non-manusia disatukan. Dari upayanya ini menghasilkan jaringan baru yang dapat diklasifikasikan sebagai manusia atau non-manusia. Misalnya pencangkokan atau transplantasi jaringan atau organ hewan pada manusia. Selain itu, perkembangan teknologi pengeditan gen CRISPR memungkinkan untuk mengubah genom seseorang menjadi sesuatu yang mungkin tidak ada di alam.




Mungkin terdengar aneh. Tapi, Bartha Knoppers dari McGill University dan Henry Greely dari Stanford University berpendapat bahwa teknologi semacam itu membutuhkan pandangan baru terhadap kata “manusia”. Setidaknya dalam pengertian hukum. Mereka mencatat bahwa saat ini, ada banyak hukum yang berlaku hanya untuk manusia atau jaringan manusia saja. Dalam beberapa kasus, pada tubuh manusia setelah kematiannya.

Mereka menunjukkan bahwa hanya masalah waktu istilah ini menjadi pertentangan dalam kasus pengadilan. Dapatkah dikatakan bahwa seekor monyet memiliki hak hukum yang sama seperti manusia jika semua organnya (kecuali mungkin otaknya) berasal dari manusia? Atau apakah seseorang masih manusia dan dengan demikian berhak atas hak-haknya jika ia dilahirkan dengan sebagian otak tanpa kesadaran dan tetap hidup dengan bantuan mesin?



Untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti itu dalam pengertian hukum, penulis menyarankan sistem hukum perlu mempertimbangkan untuk mengubah istilah “manusia” dengan menambahkan kata “secara substansial”. Misalnya, terdakwa adalah “secara substansial manusia”, saat robot dengan otak manusia sedang diadili karena melakukan tindak kejahatan.

Para penulis mencatat bahwa istilah tersebut sudah ada dalam konteks hukum. Misalnya dalam undang-undang hak cipta dan perlindungan data. Mereka lebih lanjut mencatat bahwa frasa tersebut dapat membantu dalam proses hukum. Mislanya, jika sebuah kasus yang melibatkan kembar asal Cina yang DNA-nya telah diedit muncul, pengacara mereka dapat berargumen bahwa mereka secara substansial adalah manusia. Dengan demikian memastikan keduanya tetap memiliki perlindungan sebagai manusia.