Jika anda berjalan-jalan ke kawasan air mancur yang berada di daerah Pabaton, Bogor Tengah, maka anda akan bisa melihat sebuah bangunan / gardu tua yang bertuliskan 1922. Dari tulisan tersebut kita bisa tahu kalau bangunan ini ternyata sudah berumur 95 tahun, tapi apa fungsi bangunan tersebut masih banyak yang belum mengetahuinya. Berikut sejarah singkat gardu tua yang dulu pernah digunakan sebagai tempat penampungan air yang disalurkan ke Batavia / Jakarta.
Kebutuhan air bersih untuk masyarakat Eropa di Batavia memang sudah sangat mendesak. Dahulu Batavia memang pernah menyandang predikat Queen of the East atau Ratu dari Timur, salah satu hal yang membuat banyak pendatang terkesan adalah air sungai Ciliwung yang sangat bersih dan jernih, dan bisa diminum langsung!.
Tapi masa-masa itu sudah berakhir. Memasuki awal abad ke-19, Batavia telah menjadi kota yang kumuh, bahkan Sungai Ciliwung yang dahulu jernih itu pun telah tercemar limbah dan lumpur sehingga tidak layak minum.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, sejak tahun 1843 dibangun beberapa sumur-sumur pompa di beberapa lokasi, namun air yang dihasilkan dianggap kurang berkualitas baik. Bahkan beberapa sumur pompa yang ada di Glodok dan Tanah Abang pun terpaksa ditutup karena airnya yang asin.
Pejabat pemerintahan yang berwenang akan masalah ini kemudian mencari solusi demi terpenuhinya kebutuhan manusia yang paling vital tersebut. Pada tahun 1918, dimulailah penelitian di salah satu mata air yang terdapat di daerah Ciomas, Buitenzorg (Ciburial, Bogor). Sumber Air di Ciomas terletak di 270 mdpl di kaki Gunung salak dan berada dalam sebuah kawasan dengan luas 15.000 meter persegi. Kapasitas air yang dihasilkan saat itu sekitar 500 liter per detik. Pembangunan sarana dan prasarana sumur air tersebut dimulai pada bulan September 1920.
Dari sumber air tersebut, air bersih dialirkan melalui pipa-pipa yang ditanam sepanjang jalan hingga melewati jalan Pintu Ledeng (kretekweg) sampai ke Bubulak. Untuk kelancaran pengaliran air bersih tersebut sampai Jakarta, dibangunlah beberapa jembatan di antaranya Jembatan Cisadane sepanjang 10 meter Sindangbarang (Sindangsari), jembatan sepanjang 20 meter yang melintasi Sungai Cidepit (Dekat Jl Semeru) dan jembatan yang sudah ada di atas Sungai Cipakancilan yaitu Jembatan Bubulak (Jembatan Pangaduan).
Aliran air tersebut nantinya ditampung di Gardu penampungan air yang berada dekat obelisk dan Jalan Raya post (Gardu Air Mancur).
Gardu yang kini dikenal dengan sebutan Gardu Air Mancur selesai dibangun pada bulan Juli 1922. Gardu ini dulunya merupakan tempat penampungan dan penyaluran air pertama yang dimiliki pemerintah Hindia-Belanda. Di dalamnya terdapat bak penampungan air yang dilengkapi dengan alat ukur dan mesin pompa untuk mengalirkan air bersih menuju Batavia melalui pipa-pipa yang tertanam di sepanjang Jalan Raya Post.