BAGIKAN
(Huw Groucutt)

Para arkeolog telah mengidentifikasi lebih dari seratus monumen tumpukan batu berusia 7.000 tahun di Jazirah Arab. Himpunan struktur raksasa ini dimungkinkan sebagai tempat ritual pemujaan oleh para penggembala awal atau sebagai tempat untuk saling bertemu dalam suatu mekanisme sosial.

Dinamakan sebagai “mustatil” – artinya ‘persegi panjang’, bangunan besar terbuat dari tumpukan batu ini disusun hingga membentuk sebuah persegi panjang. Merupakan bagian dari berbagai bangunan berskala besar tertua di dunia. Memberikan wawasan tentang bagaimana para penggembala awal bertahan hidup dalam sebuah area yang akan menuju kegersangannya.

Di sekitar 14.000 hingga 5.000 tahun yang lalu tahun yang lalu, Jazirah Arab merupakan sebuah tempat yang lebih hijau dan lebih subur dibandingkan sekarang. Para arkeolog percaya bahwa bangunan ini ada kaitannya dengan upaya untuk mencegah serta mengatasi dari kegersangan tersebut.

(Groucutt et al., The Holocene, 2020)

Struktur yang sulit untuk diketahui dari daratan ini, sebelumnya telah ditemukan di gurun Harrat Khaybar di Arab Saudi, melalui pencitraan satelit di tahun 2017. Menyibak tabir berbagai struktur yang tersembunyi. Sekarang, Komisi Kerajaan Al-Ula, bekerja sama dengan para arkeolog dari Institut Max Planck, Jerman, yang dipimpin oleh Huw Groucutt. Mereka, mempelajari pencitraan satelit dan survei lapangan terhadap area di pinggiran selatan Gurun Nefud, dan berhasil mengidentifikasi 104 mustatil yang baru. Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal The Holocene.

“Penafsiran kami tentang mustatil adalah bahwa itu adalah situs ritual, tempat sekelompok orang bertemu untuk melakukan semacam kegiatan sosial yang saat ini tidak diketahui. Mungkin itu tempat pengorbanan hewan, atau pesta.” kata Groucutt. 

Struktur ini dikenal sebagai ‘gerbang‘. Umumnya, terdiri dari dua buah platform yang tebal dan pendek serta dihubungkan oleh dinding panjang yang lebih tipis secara paralel. Panjangnya, ada  yang mencapai lebih dari 600 meter. Dinding panjang tersebut sangat pendek di mana tingginya tidak ada yang lebih dari setengah meter. Anehnya, struktur ini tidak memiliki bukaan yang jelas.

(Groucutt et al., The Holocene, 2020)

Para peneliti tidak menemukan berbagai artefak seperti perkakas batu, baik didalam maupun di sekitar mustatil. Membuat mereka berpendapat bahwa mustatil digunakan bukan hanya untuk keperluan sehari-hari. Misalnya, seperti keperluan pengairan atau kandang hewan ternak saja. Hal ini memperkuat interpretasi ritual dari mustatil. 

Namun, dari struktur-struktur tersebut ditemukan tulang-tulang hewan liar – bisa jadi sapi ternak. Di mustatil lainnya, ditemukan sebuah batu dengan lukisan berpola geometris di atasnya. Bagaimanapun, maksud dan tujuan dari mustatil yang sebenarnya sulit untuk diketahui. Kemungkinannya, telah dipicu oleh persaingan ketat dalam memperoleh air dan sumber daya alam dari suatu wilayah yang menuju kekeringan, menurut para peneliti.

(Groucutt et al., The Holocene, 2020)

Fakta bahwa beberapa bangunan dibangun secara berdekatan, tepat di samping satu sama lainnya, mungkin menunjukkan bahwa kegiatan dalam pembangunannya adalah semacam praktik ikatan sosial. Arab Utara 7.000 tahun yang lalu sangat berbeda dengan hari ini. Curah hujan lebih tinggi, sehingga sebagian besar wilayah tertutup padang rumput dan terdapat danau-danau yang tersebar. Kelompok-kelompok penggembala berkembang pesat di lingkungan ini, namun itu akan menjadi tempat yang menantang untuk ditinggali, dengan risiko kekeringan yang tiada henti.

Meskipun bukan bangunan tertua di dunia, tetapi mustatil memiliki skala besar yang unik pada periodenya, lebih dari dua ribu tahun sebelum piramida mulai dibangun di Mesir. Mustatil menawarkan wawasan menarik tentang bagaimana manusia telah hidup pada suatu lingkungan yang menyulitkan.