Suku Inca dikenal terbiasa mengorbankan anak-anak dalam suatu ritual. Tetapi, bagaimana agar anak-anak tersebut bersedia dengan sukarela mengorbankan nyawanya, bukanlah sesuatu yang mudah. Sebuah temuan terbaru mengungkap bahwa mungkin kerelaan itu karena mereka di bawah pengaruh obat-obatan tertentu.
Sebuah penelitian terhadap dua orang anak yang dikorbankan dalam ritual capacocha tersebut, menunjukkan bahwa keduanya dinyatakan positif mengandung kokain dan sejenis alkaloid yang ditemukan dalam ayahuasca. Sejenis ramuan tradisional Amerika Selatan yang mengandung zat psikoaktif dan dapat menimbulkan halusinasi, tapi sering digunakan dalam pengobatan.
Kedua anak tersebut diperkirakan berusia antara enam hingga tujuh tahun pada saat kematiannya. Mereka menjadi bagian dalam ritual pengorbanan capacocha sekitar 500 tahun yang lalu, yang dilakukan di atas ketinggian 5.800 meter di gunung Ampato. Anak-anak itu dibiarkan di atas gunung, hingga tersambar oleh petir yang dapat membuatnya meninggal.
Salah satu upacara Inca yang paling penting, capacocha dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bencana alam, biasanya melibatkan pengorbanan anak-anak dan wanita muda.
Penulis penelitian hanya dapat memperoleh sampel rambut dari salah satu mayat dan harus puas dengan kuku dari mayat yang lain. Setelah menganalisis sisa-sisa ini, mereka menemukan bahwa keduanya dites positif kokain, menunjukkan bahwa mereka diberi daun coca untuk dikunyah selama minggu-minggu terakhir mereka.
Para peneliti juga menemukan jejak alkaloid harmine dan harmaline pada kedua anak tersebut. Berspekulasi tentang sumber bahan kimia ini, penulis menjelaskan bahwa “satu-satunya kemungkinan sumber harmine dan harmaline di wilayah Andes adalah Banisteriopsis caapi,” mengacu pada pohon anggur hutan dari mana minuman psikedelik ayahuasca dibuat.
Mengingat bahwa alkaloid ini diketahui dapat meningkatkan kadar serotonin di otak dan menghasilkan efek anti-depresan, para peneliti mengusulkan bahwa para korban mungkin disajikan ayahuasca sebelum pembantaian mereka untuk membantu mereka tetap positif.
Teori ini didukung oleh buku harian conquistadores Spanyol awal, yang melaporkan bahwa suasana hati para korban dianggap sangat penting bagi keberhasilan ritual pengorbanan Inca.
“Pengetahuan tentang akan dikorbankan secara ritual di tempat terlarang seperti puncak gunung kemungkinan menghasilkan kecemasan serius pada korban di masa depan dan bisa menghasilkan keadaan depresi,” tulis para penulis. “Konsumsi aktif Banisteriopsis caapi mungkin membantu membuat para korban lebih menerima nasib mereka.”
“Jika demikian, ini akan menjadi contoh pertama dari penggunaan sifat antidepresi ayahuasca yang disengaja,” mereka menyimpulkan.
Suku Inca percaya bahwa pada saat upacara pengorbanan anak-anak berlangsung akan menjadi semacam perantara antara dewa dan manusia. Mereka menganggap bahwa anak-anak adalah suci dan tak tersentuh. Berdasarkan itu, seharusnya pengorbanan anak-anak memudahkan dalam membujuk para dewa untuk membuat keputusan tertentu.
Peneltian ini telah diterbitkan di Journal of Archaeological Science: Reports.