BAGIKAN
Credit: Australian National University

Para arkeolog telah menemukan jejak kelautan berusia sekitar 40.000 tahun berupa fosil kerang, tulang ikan, dan kail di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Menegaskan posisi pulau Alor sebagai “batu loncatan” di antara pulau-pulau besar Flores dan Timor. Serta kemunculan pertama kalinya teknologi kail dan peningkatan berbagai jenis variasi dari manik-manik kerang

Temuan ini dihasilkan ketika para peneliti dari Australian National University (ANU) melakukan penggalian di gua Makpan, yang terletak di pantai barat daya pulau Alor. Hasilnya, telah dipublikasikan di jurnal Quaternary Science Reviews.

Menurut Dr. Shimona Kealy dari ANU, analisis artefak yang ditemukan di gua Makpan menunjukkan bahwa masyarakat awal di pulau itu pandai dalam mencipta atau merancang (sesuatu yang sebelumnya tidak ada). Mereka juga mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya.

“Ini memberikan wawasan lebih jauh tentang pergerakan manusia modern awal antar pulau dan menunjukkan betapa responsifnya orang-orang tersebut terhadap berbagai kesulitan seperti perubahan iklim,” kata Dr. Kealy.

“Begitu orang mulai pindah ke pulau ini, mereka melakukannya dengan sangat cepat, dan dengan cepat menyesuaikan diri terhadap pulau rumah baru mereka.”

Situs arkeologi Gua Makpan. (Kealy/Quaternary Science Reviews)

Gua Makpan telah menyaksikan serangkaian pasang surut permukaan laut secara besar-besaran selama 43.000 tahun pendudukan  manusia, sebagian besar karena iklim ekstrem dari akhir Zaman Es.

“Ketika orang pertama kali tiba di Makpan, jumlah mereka hanya sedikit. Saat ini gua Makpan berada dekat dengan pantai — seperti sekarang ini — dan komunitas masa awal ini hidup dengan memakan kerang, teritip, dan bulu babi, di mana bulu babi khususnya dimakan dalam jumlah besar.” kata Dr. Kealy.

Tak lama setelah kedatangan mereka yang pertama, permukaan laut mulai turun. Hal ini membuat lokasi Makpan ke pantai semakin jauh. Kemungkinan besar mendorong orang untuk memperluas pola makan mereka dengan menambahkan buah-buahan dan sayuran berbasis lahan.

Rekontruksi bagaimana perubahan iklim menyebabkan kenaikan laut bergantian menenggelamkan dan menyingkap sebagian daratan. (Hantoro et al. (1994)/Quaternary Science Reviews)

Saat akhir Zaman Es mulai berkurang sekitar 14.000 tahun yang lalu, Makpan sekali lagi berada dalam jarak 1 km dari pantai. Profesor Sue O’Connor mengatakan sekitar 12.000 tahun yang lalu orang-orang menikmati “hamparan makanan laut”.

“Tidak mengherankan jika di situs itu ditemukan bukti-bukti signifikan terkait penangkapan ikan saat itu, tidak hanya tulang dari berbagai spesies ikan dan hiu, tetapi juga dalam bentuk kail ikan dengan berbagai bentuk dan ukuran,” kata Profesor O’Connor.

Sebelumnya O’Connor telah menemukan tulang-tiulang ikan dari situs Gua Jerimalai (Asitau Kuru) di utara pulau Timor Leste. Usianya bisa berasal dari 42.000 tahun lalu. Memberikan bukti langsung untuk pertama kalinya penggunaan metode, peralatan penangkapan ikan yang canggih, dan perencanaan selanjutnya,

“Catatan arkeologi dari kedua pulau ini menunjukkan bahwa H. sapiens telah berkembang biak dengan baik di seluruh pulau Nusa Tenggara timur sejak 44.000 tahun yang lalu” tulis para penulis dalam tulisannya.

 

Pulau Alor. Credit: Dr Shioma Kealy

Makpan ditinggalkan sekitar 7.000 tahun yang lalu, sebelum fase pendudukan terakhir sekitar 3.500 tahun yang lalu. Penanggalan radiokarbon yang ekstensif telah menunjukkan Makpan sebagai situs tertua yang diketahui untuk pendudukan manusia di Pulau Alor di sekitar 40.000 tahun yang lalu.

Catatan arkeologis dari Makpan mendukung keterlibatan pulau Alor dalam migrasi sebagai batu loncatan berikutnya di sepanjang rute selatan dari Sunda ke Sahul.

Daerah abu-abu menunjukkan luasnya benua zaman es Sunda dan Sahul, yang sebagian besar sekarang berada di bawah air. (Credit : Kasih Norman.)

Tanggal pendudukan awal di Makpan menunjukkan bahwa Homo sapiens pindah ke Wallacea selatan, pemukiman di pulau-pulau besar di Nusantara terjadi dengan cepat.

“Kami tidak tahu mengapa Makpan ditinggalkan saat itu. Mungkin kenaikan permukaan laut terakhir membuat daerah lain di sekitar pulau Alor menjadi lokasi pemukiman yang lebih menarik.” kata Dr. Kealy.

“Situs itu akhirnya dihuni kembali di zaman Neolitikum, mungkin sesuai dengan stabilisasi permukaan laut Holosen Akhir serta perubahan teknologi dan strategi subsisten yang dibuktikan dengan munculnya tembikar dan hewan peliharaan. Makpan menyajikan catatan 40.000 tahun kehidupan manusia maritim, dengan respons yang inovatif terhadap perubahan signifikan di garis pantai selama periode itu.” tulis para peneliti.