BAGIKAN
Image by Gerd Altmann from Pixabay

Seratus tahun yang lalu, pada tanggal 29 Mei 1919, terjadi peristiwa gerhana matahari total yang untuk pertama kalinya berhasil diabadikan manusia. Pada saat itu, satu kelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Arthur Eddington melakukan pengamatan dan perhitungannya dari peristiwa gerhana matahari tersebut untuk membuktikan kebenaran teori relativitas umum Einstein. Dan jauh sebelum peristiwa tersebut, Einstein telah menemukan teori relativitas khusus, suatu cara revolusioner dalam memahami cahaya. Hingga saat ini, teori ini dijadikan pedoman untuk memahami bagaimana partikel bisa bergerak di angkasa, juga menjadi pedoman berbagai riset bagaimana melindungi astronot dan pesawat ruang angkasa dari radiasi.

Dalam teori relativitas khusus disebutkan bahwa partikel terkecil cahaya, foton, bisa bergerak melalui ruang hampa udara pada kecepatan yang tetap, yaitu  670,616,629 mil per jam — sebuah kecepatan yang sangat sulit dicapai dan juga tidak mungkin dilampaui dalam ruang hampa. Dan faktanya, di segala penjuru angkasa, dari lubang hitam hingga mendekati planet bumi, terdapat partikel-partikel yang bergerak dengan kecepatan yang terakselerasi pada kecepatan yang luar biasa, bahkan hingga mendekati kecepatan cahaya.

Teori relativitas khusus Einstein pada dasarnya memberi batasan kecepatan pada perjalanan kosmik; sejauh yang kita tahu, tidak ada yang lebih cepat dari kecepatan cahaya. Lebih buruk lagi, benda apa pun yang memiliki massa cenderung semakin bertambah saat mendekati kecepatan cahaya. Sejauh yang kita tahu, hanya partikel kecil yang bisa mendekati kecepatan cahaya. Satu-satunya alasan cahaya bergerak dengan kecepatan yang dilakukannya adalah karena foton, partikel kuantum yang membentuk cahaya, memiliki massa nol.

Salah satu tugas dari NASA adalah untuk lebih memahami bagaimana partikel-partikel ini bisa terakselerasi kecepatannya di angkasa. Mempelajari bagaimana partikel ini bisa bergerak dengan sangat cepat atau dengan kecepatan relativistik (mendekati kecepatan cahaya), bisa membantu melindungi misi eksplorasi ke luar angkasa, perjalanan menuju bulan, dan juga bisa membantu kita memahami ada apa saja dan apa yang terjadi di luar galaksi kita. Partikel yang bergerak mendekati kecepatan cahaya di ruang angkasa bisa merusak perangkat elektronik dan juga membahayakan astronot ketika melakukan perjalanan menuju bulan, atau lebih jauh dari itu.

Ada tiga faktor yang menyebabkan kecepatan partikel di angkasa terakselerasi mendekati kecepatan cahaya:

Medan elektromagnetik

Kebanyakan proses yang mengakselerasi kecepatan partikel menjadi menjadi kecepatan relatisvik (mendekati kecepatan cahaya) berhubungan dengan medan elektromagnetik—energi yang sama yang menyebabkan magnet melekat di lemari pendingin anda. Kedua komponennya, yaitu listrik dan medan magnet, seperti dua sisi dari sebuah koin, bekerja sama untuk mendorong partikel partikel diangkasa pada kecepatan relativistik dalam mengarungi semesta.

[Medan listrik dan magnetik bis menambah ataupun menyingkirkan energi dari partikel, merubah kecepatannya. Credit: NASA’s Scientific Visualization Studio.]

Pada intinya, medan elektromagnetik mengakselerasi kecepatan partikel karena partikel-partikel merasakan energi dari medan elektromagnetik yang mendorong mereka, sama seperti bagaimana energi gravitasi menarik sebuah objek yang memiliki massa. Dalam kondisi yang tepat, medan elektromagnetik bisa mengakselerasi partikel hingga mendekati kecepatan cahaya.

Di Bumi, medan listrik seringkali dipakai dalam skala kecil untuk mempercepat kecepatan partikel di laboratorium. Akselerator partikel, seperti Large Hadron Collider dan Fermilab, menggunakan kejutan medan elektromagnetik untuk mengakselerasi kecepatan partikel hingga mencapai 99.99999896% dari kecepatan cahaya. Pada kecepatan ini, partikel akan saling bertabrakan satu sama lain sehingga menghasilkan energi yang sangat besar. Proses ini direkayasa oleh para ilmuwan untuk mendapatkan partikel elementer dan juga untuk memahami bagaimana bentuk semesta ini ketika pertama kali terbentuk setelah peristiwa ledakan besar (the Big Bang).

Ledakan Magnetik

Ada banyak sekali medan magnetik di luar angkasa sana, keberadaannya bisa dideteksi ada di sekeliling planet bumi hingga di sepanjang sistem tata surya kita. Medan magnetik ini bahkan bisa mengarahkan partikel partikel yang bergerak mengarungi angkasa, dimana partikel partikel ini akan bergerak mengelilingi medan magnetik tersebut.

Ketika medan-medan magnetik ini saling bertabrakan, mereka akan saling terikat satu sama lain. Dan ketika tegangan antar lintas medan magnetik semakin besar, maka terjadilah ledakan dan penggabungan antar medan magnet secara masif, peristiwa dikenal dengan “magnetic reconnection”. Perubahan yang sangat cepat dari suatu area yang terdapat medan magnet di sekitarnya menghasilkan medan listrik diarea tersebut, hal ini menyebabkan setiap partikel yang ada disekitarnya kemudian menjadi bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi. Para ilmuwan memperkirakan peristiwa penggabungan medan magnetik ini juga yang menyebabkan partikel-partikel, misalnya partikel angin surya (solar wind), yang merupakan aliran konstan di angkasa yang berasal dari matahari, terakselerasi kecepatannya hingga mencapai kecepatan relatisvik.

Partikel-partikel yang bergerak dengan sangat cepat ini memberikan banyak pengaruh terhadap planet disekitarnya. Ketika penggabungan medan magnetik yang terjadi di sisi bumi yang menghadap matahari, partikel-partikel tersebut akan terlempar hingga kebagian paling atas atmosfer bumi dan dari permukaan bumi akan terlihat cahaya aurora di langit. Penggabungan medan magnetik juga diduga memberi pengaruh terhadap planet-planet lainnya seperti Jupiter dan Saturnus, walau mungkin efeknya akan berbeda dengan yang terjadi di bumi.

[Ledakan besar yang tidak terlihat terjadi secara terus menerus di angkasa tidak jauh dari bumi. Ledakan ini adalah hasil dari pengabungan beberapa medan magent yang bersinggungan dan kemudian menyatu, menembakkan partikel-partikel ke berbagai penjuru angkasa. Credit: NASA’s Goddard Space Flight Center.]

Pesawat angkasa Magnestospheric Multiscale milik NASA didesain dan dibuat khusus untuk mempelajari berbagai aspek dari peristiwa penggabungan medan magnetik ini. Mengunakan empat buah pesawat jenis tersebut, sebuah misi dijalankan dengan menerbangkannya mengelilingi bumi untuk menangkap adanya peristiwa penggabungan medan magnetik. Hasilnya yang berupa data akan dianalisa dan kemudian akan digunakan untuk mebantu para ilmuwan dalam memahami mengapa partikel dapat terakselerasi pada kecepatan relatisvik di sekitar bumi dan juga di penjuru semesta.

Interaksi gelombang partikel

Partikel-partikel di angkasa bisa terakselerasi kecepatannya oleh gelombang elektromagnetik, yang disebut juga dengan interaksi gelombang partikel. Ketika gelombang elektromagnetik saling bertabrakan, medan magnetik disekitarnya akan terkompres. Partikel-partikel ini kemudian akan memantul kearah depan dan belakang diantara gelombang akan mendapatkan energi seperti sebuah bola yang memantul diantara dua dinding.

Interaksi partikel seperti ini terjadi secara terus menerus diangkasa sekitar bumi dan juga memenyebabkan kecepatan partikel terakselerasi hingga bisa merusak perangkat elektronik di dalam pesawat angkasa dan satelit di angkasa. Setelah peristiwa ledakan supernova, gas yang panas dan bertekanan tinggi yang disebut dengan blast wave terlempar keluar dari inti bintang. Terdiri dari medan magnetik dan partikel berenergi, gelombang-interaksi partikel ini meluncurkan sinar kosmis berenergi tinggi dengan kecepatan yang setara dengan 99,6% kecepatan cahaya. Gelombang-interaksi partikel ini juga secara parsial menyebabkan partikel angin surya dan sinar kosmis terakselerasi dan terlempar dari matahari.