BAGIKAN

Penggunaan aspal dalam pembuatan jalan adalah hal yang umum bahkan sudah terpelihara sejak awal perkembangan infrastruktur. Karena aspal mudah untuk diaplikasikan. Keuntungannya, jalan yang dilapisi aspal memiliki pori – pori yang dapat menyerap suara yang dihasilkan kendaraan, sehingga dapat mengurangi kebisingan jika dibandingkan dengan bahan lain yang tidak berpori – pori. Sayangnya, aspal berpori ini tidak tahan lama. Sedikit saja keretakan maka akan terus terakumulasi, dan akan lebih parah ditambah kondisi cuaca yang ekstrem. Akibatnya bukan saja mengurangi kenyamanan. Selain menimbulkan kemacetan, jalanan berlubang dan bergelombang bisa menambah angka resiko kecelakaan di jalan raya.

Salah satu solusinya mungkin dengan aspal perbaikan mandiri (self-healing), kata Erik Schlangen , ilmuwan material di Delft University di Belanda. Aspal teknologi yang diprakarsainya mengandung serat baja halus yang dicampur membuat aspal memiliki sifat konduktif. Jika dipaparkan panas pada jalan aspal tersebut dengan menjalankan sebuah mesin induksi besar -pada dasarnya merupakan magnet besar-, maka akan memanaskan aspal dan serat baja hingga mencair dan menempati rongga keretakan, sehingga keretakan  dapat tertutup dengan sendirinya setelah keduanya membeku. (Sinar matahari mungkin dapat memberi efek juga, namun biasanya panasnya kuarang memadai.) Jadi bukan sepenuhnya perbaikan mandiri, karena dibantu sebuah mesin induksi untuk memanaskan. Setidaknya masih lebih sedikit kesulitannya daripada menutup jalan untuk melakukan perbaikan.

Aspal perbaikan mandiri telah diuji di 12 jalan yang berbeda di Belanda, dan salah satunya telah berfungsi dan dibuka untuk umum sejak tahun 2010. Semuanya masih dalam kondisi sempurna, namun Schlangen mencatat bahwa jalan aspal yang normal rata-rata berumur  sekitar 7 Sampai 10 tahun dan di tahun-tahun depan kita akan benar-benar mulai melihat perbedaan diantara keduanya. Dia memperkirakan bahwa biaya keseluruhan bahan teknologinya akan menjadi 25 persen lebih mahal daripada aspal normal, tapi bisa dua kali lipat lebih lama keawetannya, dan satu perkiraan menunjukkan bahwa hal itu dapat menghemat negara Belanda 90 juta Euro setahun jika semua jalan menggunakan bahan ini. Begitupun dengan negara Cina yang juga telah membangun jalan perbaikan mandiri.

Pengambilan sample dengan pengeboran dari jalan untuk pengujian laboratorium sebelum perbaikan jalan dilakukan

Membangun jalan dengan aspal khusus ini bahkan memunculkan gagasan baru yang cemerlang dari lab Schlangen. “Menempatkan serat baja di aspal berarti Anda dapat mengirimkan informasi ke sana, jadi memungkinkan untuk mengisi daya mobil listrik di jalan saat mereka kendarai,” katanya. “Ini hanya awal, tapi kita akan membuat beberapa pencobaan di depan lampu lalu lintas, di mana idenya adalah Anda dapat mengisi sedikit batre mobil Anda sambil menunggu arus lalu lintas.”

Tapi jalan bukanlah satu-satunya infrastruktur yang gagal. Lihat saja jembatan yang runtuh di lepas pantai California yang telah mendamparkan para pengunjung di kawasan Big Sur. Sumber lain mengatakan bahwa 24 persen jembatan di negara tersebut kurang layak atau perlu perbaikan. Bahan utama pada infrastruktur ini adalah beton, dan ilmuwan juga terlibat dalam usaha untuk memperbaikinya. Beton salah satu bahan tertua di bumi dan juga salah satu yang paling berbahaya bagi lingkungan. Memproduksi bahan untuk beton berarti turut bertanggung jawab atas 10 persen emisi karbon dioksida di seluruh dunia, menurut Franz-Josef Ulm , direktur MIT’s Concrete Sustainability Hub , Yang mempertemukan peneliti dan masyarakat di industri beton untuk mencoba membuat bahan lebih awet dan ramah lingkungan. (Banyak perusahaan mencoba membuat beton ramah lingkungan). Sebagian besar penelitiannya baru, karena walaupun beton telah ada selama beberapa ribu tahun, kepadatan blok bangunan dasar beton baru diketahui sejak 2007 karena sebelumnya tidak ada alat yang cukup canggih untuk melakukan pengukuran tersebut.

Industri pembuatan jalan mulai mengambil beberapa isyarat dari penelitian ini, kata Julia Garbini, direktur eksekutif Ready Mixed Concrete Research & Education Foundation, yang bermitra dengan Concrete Sustainability Hub. memang terlampau awal untuk membahasnya secara spesifik, tapi “banyak usaha yang terjadi saat ini sudah mulai mempengaruhi spesifikasi bagaimana suatu beton  konstruksinya dibuat,” katanya.

Kekuatan adalah cara lain yang bisa diperbaiki beton. Bahannya murah tapi mudah retak, jadi kita menambahkan batang baja untuk mengambil alih berat struktur saat retakan terjadi. Tapi ketika keretakan terjadi pada beton, air, atau garam dari bangunan de-icing, akan masuk dan dapat membuat korosi pada baja. Hal  itu dapat merusak seluruh struktur dan merupakan alasan besar mengapa banyak jembatan tua berantakan. “Jika Anda ingin membuat beton perbaikan mandiri, kita harus membuat sesuatu yang dapat mengisi celah-celah, sehingga tidak ada air atau garam yang bisa menembusnya lagi,” kata Schlangen.

Bakteri dalam beton bisa mengurangi keretakan

Saat ini, solusi yang paling menjanjikan adalah menambahkan bakteri khusus ke beton. Bakteri hidup di dalam campuran, dan menghasilkan kalsium karbonat yang membantu mengisi retakan saat mereka berkembang. “Kami tahu bahwa bakteri ini dapat hidup di alam selama lebih dari 200 tahun, jadi kami mengembangkan teknik untuk menempatkan bakteri tersebut di beton dan akan bertahan seumur hidup dari struktur beton,” Schlangen menambahkan. Plus, mereka tidak melakukan apapun pada manusia, jadi aman.

Menguji beton itu rumit karena kegagalan bisa benar-benar fatal, tidak seperti kegagalan aspal perbaikan mandiri. Meski begitu, Schlangen mengatakan timnya telah menerapkan beton pada beberapa struktur kecil, meski masih mengotak-atik materi. Peraturan terkait beton cukup ketat di Eropa dan Amerika, namun negara-negara dengan peraturan yang lebih longgar – seperti China, Jepang, dan Korea – telah menyatakan minatnya terhadap materi tersebut.

Self-healing concrete. Penanaman bakteri pada beton

Ada tingkat kemajuan ilmiah, tentu saja, dan juga politik. Ada baiknya infrastruktur adalah satu dari sedikit isu yang menarik dukungan baik dari Demokrat maupun Republik. Masalahnya, investasi infrastruktur terbesar kami ada di tahun 1950an dan 1960an dan kami telah mengabaikan banyak infrastruktur sejak saat itu, kata profesor Harvard Business School Rosabeth Moss Kanter , yang merupakan pengarang MOVE: Putting America’s Infrastructure Back in the Lead . Saat ini, jauh lebih mudah untuk membangun sesuatu yang baru dan menarik daripada memotivasi orang untuk dapat mempertahankan apa yang telah dibangunnya.

Baca juga : Menanggulangi Keretakan Beton Dengan Bakteri

Tapi sikap terhadap materi baru juga merupakan bagian dari itu, kata Rider Foley , seorang profesor teknik di University of Virginia. Dia mempelajari inovasi di industri konstruksi, terutama karena berlaku untuk inovasi nanomaterial seperti self-cleaning windows, atau lapisan baja yang tahan terhadap karat. “Industri konstruksi secara khusus tertinggal dari beberapa prediksi awal dan prakiraan” kapan akan mengadopsi bahan baru ini, katanya. Banyak di industri ini enggan mengambil risiko dan mereka memiliki kepercayaan terhadap materi sebagaimana adanya. “Ada semua pengujian bahan ini yang telah berjalan dengan beton selama 50 sampai 75 tahun,” kata Foley.

“Ada berbagai jenis uji integritas, stress dan load testing dan lain sebagainya, dan itulah pengetahuan yang telah dipercaya oleh insinyur sipil”. Ketika sampai pada materi baru ini, tidak ada volume manufaktur yang tinggi, akibatnya harga di pasaran manjadi sangat mahal, dan “sulit bagi mereka untuk melihat beberapa keuntungan dari perubahan desain tersebut.” Tetapi dengan kondisi infrastruktur di  negara tersebut  dalam keadaan rusak, dan tidak ada rencana nyata yang terlihat, kita memerlukan banyak bantuan dari sains yang  dapat kita peroleh”.