BAGIKAN
[Pixabay]

Banyaknya informasi yang beredar tentang pengaruh negatif zat-zat kimia yang terkandung didalam makanan, pakaian dan produk-produk rumah tangga, seringkali membuat para konsumen pemakai produk-produk tersebut bingung, karena kebanyakan dari mereka tidak bisa membedakan apakah informasi tersebut hanya sekedar spekulasi atau memang sebuah fakta ilmiah.

Beberapa zat kimia memang diketahui sudah terbukti dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis penyakit, seperti kanker, autisme dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Tetapi, tidak semua kandungan kimia pada suatu produk bisa membahayakan kesehatan kita. Dan tingkat toksisitas dari setiap zat kimia tergantung pada dosis dan seberapa sering seseorang terpapar oleh zat tersebut.

Berikut adalah zat-zat kimia yang kadangkala diasosiasikan sebagai zat beracun atau zat yang tidak aman bagi manusia, tetapi faktanya tidak memberikan resiko negatif bagi kesehatan manusia.

1. Aspartam (pemanis buatan) yang pernah diduga sebagai penyebab kanker, tetapi bukti ilmiah menunjukkan bahwa zat ini tidak berbahaya bagi kesehatan

Aspartam selama ini mendapatkan image negatif karena suatu alasan yang terbukti tidak benar.

Kekhawatiran masyarakat luas akan produk pemanis buatan ini disebabkan adanya sebuah penelitian pada tikus yang menghubungkan aspartam dengan jenis kanker yang berhubungan dengan darah, seperti leukemia dan Lymphoma. Baik badan adminstrasi makanan dan obat AS (FDA) maupun otoritas keamanan makanan Eropa (EFSA) telah menganggap hasil penelitian ini tidak bisa dipercaya, mereka menyebutkan bahwa aspartam aman untuk dikonsumsi.

Credit: Utopia/vs

Satu-satunya pengaruh buruk dari zat aspartam adalah ketika zat ini dijadikan pemanis untuk produk soda diet, karena dianggap tidak sehat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa soda diet malah makin meningkatkan keinginan anda untuk selalu mengkonsumsi gula, dan hal ini bisa menjadi penyebab obesitas pada seseorang.

2. Sakarin yang pernah disebutkan sebagai penyebab kanker, tetapi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan

Sebuah penelitian lain yang melibatkan tikus kembali mengasosiasikan produk pemanis buatan bebas kalori merek Sweet’N dengan penyakit kanker. Pada tahun 1980an, produk yang mengandung zat sakarin diwajibkan untuk mencantumkan peringatan pada labelnya yang mengatakan bahwa kandungan pemanis buatan didalamnya “menyebabkan penyakit kanker ketika diujicoba pada hewan di laboratorium.”

Credit : brooklynbrainery

Penelitian terebut kemudian terbantahkan oleh penelitian lainnya, setelah para ilmuwan menemukan bahwa tikus lab yang digunakan untuk penelitian pada saat itu ternyata mempunyai kecenderungan terkena penyakit kanker kandung kemih. Dan penelitian-penelitian lainnya juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara sakarin dan kanker.

Pada tahun 2016, the National Toxicology Program menghapus sakarin dari daftar zat penyebab kanker.

3. Kandungan aluminum pada produk deodorant anda tidak akan menyebabkan anda terkena kanker payudara

Pada akhir tahun 1990an, dari sebuah email yang viral menyebutkan bahwa kandungan aluminum pada produk antiprespiran menjadi penyebab penyakit kanker payudara. Dikatakan bahwa klaim tersebut didasarkan pada sebuah hasil penelitian, dan kemudian terbukti bahwa informasi tersebut adalah hoax.

Credit ; Ocado

Baik komisi negara-negara Eropa yaitu Scientific Committee on Consumer Safety dan the American Cancer Society tidak menemukan adanya hubungan antara kanker payudara dan antiprespirant yang mengandung aluminium.

Berbagai bukti menunjukkan bahwa tubuh kita hanya menyerap sedikit sekali aluminium dari produk antiperspirant—jumlah yang tidak cukup untuk dianggap berbahaya bagi tubuh.

4. Paraben pada produk kosmetika dan perawatan kulit

Pada tahun 2004, sebuah penelitian kecil menemukan adanya hubungan antara paraben — zat pengawet pada make up dan produk perawatan kulit — dengan kanker payudara, tetapi metodologi yang digunakan pada penelitian ini dianggap lemah. Penelitian ini mencari bukti adanya zat paraben pada jaringan kanker payudara, tetapi tidak bisa menjelaskan darimana zat itu berasal dan apakah zat tersebut menyebabkan atau ikut berkontribusi dalam penyebaran kanker.

Credit ; the modcabin

Ada pula kekhawatiran bahwa zat paraben mengganggu sistem hormon, mirip seperti perilaku estrogen, tetapi ternyata paraben jauh lebih lemah dibanding dengan estrogen yang diproduksi secara alami oleh tubuh manusia.

Dan FDA juga belum menemukan bukti yang konkrit bahwa kandungan paraben di produk kosmetik memberikan efek negatif terhadap kesehatan manusia. Dan faktanya, zat kimia ini mencegah tumbuhnya bakteri di produk make-up, dan pruduk-produk perawatan kulit lainnya.

5. Monosodium Glutamate (MSG)

Pada tahun 1968, seorang peneliti biomedis mengklaim telah mengalami mati rasa dan jantung berdebar setelah menyantap makanan di sebuah restoran China. Penyebab dari gejala-gejala tersebut, dia menyatakan pada saat itu, adalah zat aditif makanan yang dikenal dengan MSG, atau monosodium glutamate, yang juga ditemukan pada produk daging olahan, keripik dan sayuran kaleng.

Credit : Dommai/Shutterstock

Pada tahun 1990, FDA mengeluarkan sebuah ulasan tentang zat aditif makanan dan menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Ulasan ini juga menemukan bahwa orang-orang yang mengalami gejala-gejala sakit kepala, mati rasa, atau rasa kantuk kemungkinan telah mengkonsumsi MSG dalam jumlah yang sangat banyak atau dikonsumsi ketika perut kosong.

Tetapi, stigma dimasyarakat akan zat MSG masih terus ada hingga kini: sekitar 42 persen dari warga AS masih berusaha untuk menghindari pemakaian MSG dalam makanan mereka.

6. Sulfat pada produk shampoo

Para konsumen yang sadar akan keamanan suatu produk akan cenderung untuk membeli produk shampoo atau produk sabun mandi cair yang berlabel “sulfate free” atau bebas sulfat. Zat tersebut adalah sufaktan—adalah zat aktif pada sabun yang memiliki daya membersihkan yang tinggi, dengan kemampuan menangkap minyak dan lemak.

Pada tahun 1990an, sulfat pernah diduga sebagai zat karsinogen—sebuah teori yang tidak didukung oleh bukti ilmiah. Hanya mereka yang memiliki kulit sensitif yang harus menghindarinya, karena zat sulfat bisa mengiritasi kulit dan menyebabkan kulit menjadi kering.