BAGIKAN
Macau Photo Agency / Unsplash

Sebuah hasil penelitian pendahuluan menemukan bahwa peristiwa “super spreader” di mana satu orang akan menularkan virus pada sejumlah besar orang lainnya, adalah penyebab utama tersebarnya virus corona.

Sebuah tim ahli epidemiolog di Hongkong menemukan bahwa hanya 20 persen dari kasus yang mereka teliti yang bertanggung jawab atas 80 persen dari semua penularan virus corona.

Para peneliti ini juga menemukan bahwa 70 persen dari keseluruhan orang yang terinfeksi virus corona tidak menularkannya kembali pada orang lain dan semua peristiwa super spreading melibatkan kegiatan sosial di dalam ruangan.



“Inilah gambaran yang kami dapatkan sejauh ini,” kata Ben Cowling, salah satu dari peneliti.

Peristiwa super spreading ternyata terjadi lebih banyak dari yang kita duga, dan lebih besar dari yang bisa kita jelaskan. Frekuensi dari super spreading ini jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.”

Riset ini telah dipublikasikan dalam sebuah publikasi preprint, yang belum melalui tahapan peer review (penilaian rekan sejawat), jadi masih banyak yang harus dilakukan untuk mengkonfirmasi penemuan ini.

Tetapi informasi ini bisa dijadikan panduan bagi pada pembuat kebijakan dalam menetapkan peraturan untuk menjamin masyarakat di wilayahnya tetap aman dari penularan virus corona.

Dan jika kita mengetahui apa langkah yang harus dilakukan dengan mencegah super spreading terjadi, tentunya penyebaran virus corona bisa dikendalikan.

Peristiwa super spreading diseluruh dunia telah menciptakan banyak kluster infeksi virus corona yang menyebar dalam waktu yang singkat.

Seorang jemaat gereja di Korea Selatan menginfeksi 43 orang lainnya di bulan Februari, seorang penyanyi menginfeksi 53 orang lainnya dalam sebuah latihan paduan suara di Washington satu bulan kemudian, dan seorang pengacara di New York menularkan virus corona kepada lebih dari 100 orang di lingkungannya.

Dalam penelitian ini, Cowling dan rekan-rekan telah memeriksa lebih dari 1000 kasus virus corona di Hongkong antara 23 Januari hingga 28 April.

Mereka menemukan bahwa super spreading adalah penyebab utama dari penyebaran virus corona di suatu wilayah. Sekitar 350 dari kasus yang dianalisa adalah transmisi lokal, sedangkan kasus-kasus lainnya merupakan imported cases (kasus penularan import). Dalam kasus penularan di sebuah komunitas masyarakat, lebih dari setengahnya berhubungan dengan enam peristiwa super spreading.



Istilah “superspreader” mengacu pada orang yang telah terinfeksi dan mentransmisikan virusnya pada lebih banyak orang dari orang lain yang juga terinfeksi. Nilai R0 virus mengacu pada jumlah rata-rata orang tanpa imunitas yang terinfeksi oleh satu orang yang sakit dalam sebuah komunitas.

Dan sejauh ini nilai R0 dari virus corona berada pada angka antara 2 hingga 2,5.

Tetapi dalam beberapa peristiwa super spreading yang terjadi di Hongkong, satu orang akan menginfeksi setidaknya tiga kali lipat orang lain. Dan faktanya, 20 persen dari kasus-kasus yang menyebabkan 80 persen transmisi, mayoritas terjadi pada peristiwa super spreading di resepsi pernikahan, peribadatan, dan pada beberapa bar di distrik Lan Kwai Fong.

Dan 20 persen transmisi lainnya adalah hasil dari 10 persen kasus lainnya, dimana pasien yang terinfeksi menularkan virus pada satu atau lebih orang lainnya, biasanya pada orang-orang yang tinggal satu rumah dengannya.

“Paparan sosial menghasilkan jumlah kasus sekunder paling banyak dibandingkan dengan paparan di tempat kerja atau keluarga,” penulis artikel menuliskan, dan juga menambahkan bahwa dengan mengurangi terjadinya peristiwa super spreading akan berpengaruh besar pada penurunan nilai R0 virus. 

Dalam sebuah artikel di New York Times tentang penelitian yang dilakukan oleh timnya, Cowling menuliskan: “Anda mungkin bertanya-tanya, apakah penelitian yang kami lakukan dan pengalaman yang terjadi di Hongkong, dengan jumlah total infeksi yang kecil, apakah bisa mewakili keseluruhan kasus. Kami meyakininya.”

Dan beberapa penelitian juga mendukung hasil penelitian ini, antara lain: sebuah penelitian di tahun 2011 yang menemukan bahwa 20 persen dari populasi bertanggung jawab atas transmisi dari banyak penyakit, termasuk malaria. Teori ini dikenal dengan peraturan 80-20.”

Dan beberapa ilmuwan berpendapat bahwa perbandingannya bisa jadi lebih kecil dari 80-20.

Sebuah model yang dibuat oleh para peneliti di London School of Hygiene and Tropical Medicine menunjukkan bahwa hanya 10 persen dari kasus-kasus virus corona yang menyebabkan 80 persen dari transmisi global.

Hasil penelitian pendahuluan yang memeriksa lebih dari 200 kasus virus corona di Israel menemukan bahwa antara 1 hingga 10 persen dari kasus tersebut menjadi penyebab dari 80 persen transmisi. Penelitian lainnya yang dilakukan di Shenzhen, China menghasilkan kesimpulan yang hampir sama: antara 8 hingga 9 persen dari kasus-kasus virus corona bertanggung jawab atas 80 persen transmisi.

Peristiwa superspreader virus corona memiliki beberapa karakteristik: melibatkan peristiwa berkumpulnya banyak orang di dalam sebuah ruangan tertutup, dimana banyak orang dari beberapa rumah berkumpul.

Sebagai contoh, peristiwa superspreader yang terjadi di Arkansas yang melibatkan seorang pastor dan istrinya yang datang pada sebuah acara gereja dari sebuah kelompok belajar Injil beberapa hari sebelum mereka merasakan gejala terinfeksi virus corona.

Dan dari 92 orang yang melakukan kontak dengan mereka, 35 orang diantaranya jatuh sakit. Sembilan orang dirawat di rumah sakit, 3 orang meninggal dunia. 

Area perkantoran dan restoran bisa menjadi lokasi hotspot dari penularan virus. Sebuah penelitian pada sebuah wabah dari call centre di kota Seoul, Korea Selatan, menunjukkan bahwa hampir setengah dari pegawai yang bekerja di satu lantai terinfeksi. Dan hampir semua yang terinfeksi duduk di area yang berdekatan.

Jadi, bukan karena individu tertentu yang menularkan virus lebih banyak dari orang lainnya. Tetapi, jenis aktivitas tertentu yang memberi akses orang-orang tersebut untuk menularkan virus pada banyak orang di sebuah area, kata Cowling.

Hasil riset menemukan bahwa resiko transmisi virus corona lebih tinggi pada ruangan tertutup dengan sistem ventilasi yang buruk dan banyak orang yang melakukan kontak dekat.

“Anda akan terhindar dari peristiwa super spreading apabila anda menghindari tempat berkumpulnya banyak orang di ruangan tertutup, termasuk kegiatan peribadatan.” Kata William Schaffner, pakar penyakit infeksi dari Vanderbilt University.

Pada beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan, menunjukkan bahwa mereka bisa menjalani hidup normal dan mengendalikan wabah tanpa perlu melarang kegiatan masyarakat dengan ketat atau menutup semua toko-toko, restoran dan sekolah.

Jepang sukses menerapkan peraturan 3C, dimana pemerintah meminta masyarakat menghindari “closed spaces, crowded spaces, dan close contact setting” – ruangan tertutup, kerumunan orang dan kontak dekat – yang akan memicu terjadinya peristiwa super spreading.