BAGIKAN
Photo by Hal Gatewood on Unsplash

Dalam memerangi kanker, belakangan ini teknologi kedokteran lebih sering ditujukan pada penggunaan kekebalan tubuh secara optimal yang dikenal dengan imunoterapi. Namun, sel kekebalan tubuh seringkali dibuat tak berdaya oleh sel tumor dalam pertempurannya.

Kreatin, asam organik yang populer digunakan sebagai suplemen oleh para atlet dan binaragawan, ternyata dapat berfungsi sebagai baterai molekuler bagi sel-sel kekebalan tubuh dengan menyimpan dan mendistribusikan energi untuk memperkuat pertempurannya melawan kanker, menurut sebuah penelitian terbaru dari University of California, Los Angeles (UCLA).

Penelitian yang dilakukan terhadap tikus dan diterbitkan dalam Journal of Experimental Medicine, adalah yang pertama kalinya menunjukkan bahwa penggunaan kreatin sangat penting bagi aktifitas sel T sebagai prajurit dari sistem kekebalan tubuh dalam melawan tumor.

Menurut para peneliti, dengan memberikan kreatin sebagai suplemen bagi sel T, dapat meningkatkan kemanjuran imunoterapi yang telah ada.

“Karena suplemen oral kreatin telah digunakan secara luas oleh binaragawan dan atlet selama tiga dekade terakhir, data-data yang ada menunjukkan bahwa mereka kemungkinan aman jika menggunakannya pada dosis yang sesuai,” kata Lili Yang, penulis senior studi ini dari UCLA.

Temuan makalah ini berasal dari penelitian laboratorium  mengenai kebutuhan metabolisme limfosit yang menginfiltrasi tumor, sel-sel kekebalan yang melakukan perjalanan menuju tumor untuk melawan kanker. Meneliti sel-sel ini, tim mengamati bahwa sel T pembunuh yang diambil dari dalam tumor memiliki sejumlah besar kreatin.



“Sebagai ahli biologi, kami selalu bertanya ‘mengapa?'” Kata Yang, “Kita bisa memahami bahwa sel-sel T yang berjuang melawan tumor ini telah meningkatkan kapasitasnya untuk menggunakan kreatin, kemungkinan karena alasan yang baik, jadi kami merancang eksperimen untuk menentukan apa yang terjadi ketika sel T tidak bisa mendapatkan kreatin.”

Dari percobaannya yang dilakukan terhadap tikus, mereka menemukan bahwa tikus yang sel T pembunuhnya tidak dapat menerima kreatin, menjadi kurang kemampuannya dalam melawan tumor. Sementara tikus yang diberikan dosis harian kreatin, lebih siap untuk menekan pertumbuhan tumor kanker kulit dan usus besar.

“Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa sel T pembunuh benar-benar membutuhkan kreatin untuk melawan kanker,” kata Yang. “Tanpa itu, mereka tidak bisa melakukan pekerjaan mereka dengan efektif.”

Kreatin secara alami terdapat pada manusia dan vertebrata lainnya; terutama diproduksi di hati dan ginjal. Kebanyakan manusia mendapatkan asupan tambahan kreatin melalui makanan, seperti daging dan ikan sebagai sumber utamanya.

Popularitas suplemen kreatin berasal dari pengetahuan bahwa sel-sel yang aktivitasnya sangat membutuhkan energi tinggi, seperti yang ditemukan pada otot dan jaringan otak, menggunakan kreatin untuk menyimpan energi berlebih dan menggunakannya kembali ketika membutuhkannya.

Temuan baru ini menambahkan sel T pembunuh ke dalam daftar sel yang bergantung pada kreatin, yang semuanya memanfaatkan dua sumber daya yang berbeda, seperti halnya mobil hibrida.

“Sistem mesin hibrida bertenaga kreatin ini memungkinkan sel T pembunuh untuk memanfaatkan pasokan energi yang tersedia di lingkungan di mana mereka harus bersaing dengan sel tumor yang tumbuh cepat untuk mendapatkan nutrisi,” kata Yang.

Selanjutnya, tim mencoba menggabungkan suplementasi kreatin dengan terapi blokade PD-1 / PD-L1, suatu bentuk imunoterapi kanker yang mencegah kelelahan sel T dan telah disetujui untuk mengobati berbagai kanker termasuk melanoma, limfoma, usus besar, paru-paru, hati , ginjal dan serviks. Mereka menemukan bahwa suplementasi kreatin dan terapi blokade anti-PD-1 bekerja secara sinergis, memberikan skala metabolik sesuai keinginan sel T dan memungkinkannya untuk menghindari kelelahan dan melawan kanker secara efektif untuk waktu yang lama.

Empat dari lima tikus yang menerima terapi kombinasi ini ditemukan telah sepenuhnya terbebas dari kanker usus dan tetap terbebas dari tumor selama lebih dari tiga bulan. Lebih jauh lagi, ketika mereka diberikan sel tumor putaran kedua, semua tikus “yang selamat dari kanker” ini terilndungi dari kekambuhan tumor dan tetap bebas tumor selama enam bulan selanjutnya.



Sebagai langkah berikutnya, tim mengulangi percobaan ini menggunakan model tikus khusus yang mengandung cangkok tumor manusia dan sel kekebalan manusia. Jika mereka mampu meniru efek ini dalam sel manusia, tim akan bekerja untuk menentukan dosis, waktu, dan metode yang tepat dalam memberikan orang, suplemen kreatin untuk meningkatkan imunoterapi yang ada. Karena strategi ini terbukti efektif dalam model tikus melanoma dan kanker usus besar, tim berharap temuan ini dapat diterapkan pada berbagai jenis kanker lainnya.

Terapi kombinasi eksperimental yang dijelaskan di atas hanya digunakan dalam uji praklinis dan belum diuji pada manusia atau disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai aman dan efektif untuk digunakan pada manusia.

Para peneliti merekomendasikan bahwa orang harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan suplemen baru seperti kreatin. Karena, suplemen dapat membawa risiko interaksi obat dan efek samping berbahaya lainnya. Ada kekhawatiran bahwa penggunaan jangka panjang dari kreatin pada dosis tinggi dapat merusak hati, ginjal atau jantung.