BAGIKAN
(Pixabay)

Anjing dikenal sebagai hewan yang setia dan dekat dengan manusia. Penciuman anjing diketahui ribuan kali lebih tajam dari penciuman manusia. Seekor anjing dapat mencium suatu zat meski ukurannya hanya satu per triliun dari zat itu, kemampuan ini disamakan dengan kemampuan mengenali adanya seperempat sendok teh gula yang dilarutkan ke dalam kolam renang ukuran olimpiade. Luar biasa bukan?

Peneliti dari University of Veterinary Medicine Hannover di Jerman berhasil melatih delapan ekor anjing pelacak dari Angkatan bersenjata Jerman untuk mengidentifikasi aroma yang berhubungan dengan virus SARS-CoV-2, virus penyebab pandemi COVID-19, dalam sampel air liur dan dahak manusia. Setelah menjalani training selama satu minggu, anjing-anjing tersebut dapat mengenali perbedaan antara sampel-sampel pasien terinfeksi dan orang-orang yang tidak terinfeksi dengan tingkat akurasi mencapai 96 persen, dengan perincian 1.157 indikasi positif yang benar, 792 identifikasi negatif yang tepat, dan sekitar 63 indikasi yang tidak tepat.

Penelitian ini merupakan sebuah pilot studi kecil, tetapi hasilnya cukup menjanjikan, dimana dapat membuka harapan pada anjing-anjing pelacak ini, agar nantinya dapat diandalkan dalam mengidentifikasi infeksi COVID-19 pada manusia. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal BMC Infectious Diseases.

“Hasil penemuan pendahuluan ini mengindikasikan bahwa anjing-anjing pelacak terlatih dapat diandalkan untuk membedakan secara akurat dan cepat, sampel-sampel dari pasien yang terinfeksi SARS-COV-2 dan sampel kontrol, dan ini sangat menarik. Kami telah membangun landasan yang kuat bagi penelitian-penelitian selanjutnya untuk menyelidiki tentang indera penciuman anjing dan apakah juga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenis penyakit atau fenotip klinis lainnya,” kata Professor Holger A Volk, pimpinan departemen pengobatan dan pembedahan hewan kecil dari University of Veterinary Medicine Hannover.

Pemanfaatan ketajaman penciuman anjing untuk mendeteksi sebuah penyakit bukanlah hal yang baru. Sebelum ini, anjing-anjing juga dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit Parkinson, malaria, beberapa jenis kanker, dan beberapa jenis penyakit infeksi saluran pernafasan.

Anjing memiliki kemampuan ini karena indera penciuman mereka yang sangat tajam, yang dapat merasakan kandungan zat kimia organik yang mudah menguap yang dikenal dengan volatile organic compound (VOC). Sebuah penyakit dapat merubah proses metabolik dalam tubuh manusia, yang menyebabkan tubuh memproduksi berbagai jenis VOC ke dalam aliran darah dan akhirnya dikeluarkan melalui nafas atau urin. Dan hebatnya, anjing mampu membedakan berbagai aroma dari senyawa-senyawa kimia ini walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, hingga pada konsentrasi 0,001 ppm. Kemampuan ini berkat 200-300 juta reseptor olfactory yang ada di hidung anjing (sebagai perbandingan, manusia hanya memiliki 5 juta reseptor olfactory). Dan penelitian ini membuktikan kemampuan anjing untuk mengidentifikasi senyawa VOC yang berkaitan dengan COVID-19.

Masih belum diketahui dengan pasti apakah hasil penelitian ini dapat diimplementasikan di dunia nyata, para peneliti meyakini metode identifikasi sederhana ini bisa dimanfaatkan di negara-negara yang menghadapi kesulitan untuk mendapatkan akses diagnostik tes.

“Pada negara-negara dengan akses terbatas untuk diagnostik tes COVID-19, anjing-anjing pelacak ini dapat dimanfaatkan untuk identifikasi massal orang-orang yang terinfeksi virus. Masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk lebih memahami potensi dan batasan dari penggunaan anjing-anjing pelacak untuk mendeteksi penyakit-penyakit viral pernafasan,” kata para peneliti.

Para peneliti masih perlu menyelidiki lebih lanjut, apakah anjing pelacak dapat mendeteksi adanya infeksi aktif virus corona pada pasien. Juga, apakah anjing pelacak ini dapat membedakan antara sampel dari pasien-pasien COVID-19 dan pasien dengan penyakit lainnya, seperti flu.