BAGIKAN
[Shutterstock]

Ada artikel mengatakan, makan pada malam hari itu bikin gemuk. Tapi ada artikel lain yang bilang, makan pada malam hari tidak ada pengaruhnya terhadap berat badan. Mana yang benar?

Pertama-tama, penting diingat bahwa pertambahan berat badan hanya terjadi ketika ada perubahan—baik pada kalori yang dikonsumsi maupun kalori yang dibakar. Semua kalori memang sama, tetapi ada beberapa kondisi di mana kalori makanan dapat mempengaruhi kecenderungan Anda untuk menambah atau mengurangi berat badan,

Sebagai contoh, setiap makanan memiliki dampak mengenyangkan yang berbeda, sehingga mempengaruhi pilihan makanan kita serta total asupan kalori.

Jika kita merasa kenyang, kita cenderung tidak akan makan camilan atau kudapan. Menu sarapan yang tinggi protein terbukti mengurangi rasa lapar serta keinginan untuk makan camilan di siang/sore hari.

Makanan yang tinggi protein akan membuat tubuh melepaskan dopamin, sebuah zat kimia yang merangsang perasaan senang. Perasaan ini amatlah penting ketika kita makan, karena ia membantu mengatur seberapa banyak makanan yang kita makan.

Sarapan tinggi protein dapat membantu kita merasa kenyang lebih lama. [MSPhotographic/Shutterstock.com]

Selain itu, waktu makan juga mempengaruhi dorongan kita untuk aktif secara jasmani. Jika kita makan banyak saat makan malam, kita mungkin merasa berat dan malas bergerak, sehingga kemungkinan membakar kalori pun menurun.

Makan pada malam hari juga ada kaitan dengan kenaikan berat badan dan obesitas, sedangkan mengonsumsi sarapan ada kaitannya dengan risiko lower risk of obesity.

Ini mendukung teori yang mengatakan, makanan lebih baik dimakan segera ketimbang ditunda. Tapi hal ini tak berlaku bagi semua jenis sarapan.

Satu studi menunjukkan, orang yang makan daging atau telur saat sarapan (atau keduanya) secara signifikan lebih mungkin memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi, ketimbang orang yang sarapan sereal atau roti.

Budaya yang berbeda-beda juga punya pendekatan pola makan yang berbeda. Di Spanyol, misalnya, orang biasa makan banyak pada siang hari, diikuti tidur siang serta tapas (sepiring kecil makanan) di malam hari.

Penelitian oleh University of Murcia di Spanyol menunjukkan bahwa perempuan kegemukan yang makan banyak di siang hari, justru lebih banyak berkurang berat badannya ketimbang mereka yang makan banyak di malam hari. Ini artinya, waktu makan dapat mempengaruhi kegemukan dan keberhasilan upaya pengurangan berat badan.

Anda biasa sarapan penuh, atau secangkir kopi—atau tidak sarapan sama sekali? Jika Anda terbiasa tidak sarapan, maka jika Anda melakukannya belum tentu berat badan Anda langsung berkurang. Riset terhadap orang dewasa kegemukan membuktikan bahwa beberapa orang justru bertambah berat badannya ketika melakukan ini.

Kita perlu riset lebih banyak lagi untuk memahami apakah sarapan atau komposisi tertentu (tinggi serat atau tinggi protein) dapat memperbaiki manajemen berat badan, dan mengetahui mekanisme terbaik untuk mencapai hal itu.

Untuk saat ini, anggapan bahwa sarapan itu mengurangi risiko obesitas (dan bahwa makan pada malam hari memicu obesitas) tidaklah sepenuhnya benar karena bukti-bukti yang ada berasal dari studi pengamatan, yang tidak dapat membedakan mana dampak dan mana penyebab.

Jadi, bagi para orang yang biasa sarapan, mungkin saja faktor gaya hidup mereka tidak diperhitungkan dalam studi, (misalnya kegiatan fisik atau apakah mereka merokok), sehingga hasilnya demikian.

Kita perlu mengumpulkan lebih banyak bukti sebelum mendukung atau menolak gagasan bahwa waktu makan adalah penting bagi kesehatan serta berat badan.

Pipit atau burung hantu?

Jadi bagaimana kita bisa menilai klaim-klaim seputar waktu makan? Jawaban sebenarnya adalah, tak ada satu pola makan yang cocok untuk semua orang.

Akan ada beberapa orang yang mampu mengontrol berat badan lebih baik dengan sarapan besar, dan ada pula yang dengan porsi makan malam yang besar.

Kita dapat menilai sendiri bias biologis kita.

Apakah Anda seekor burung pipit atau burung hantu? Mengetahui kecenderungan kapan tubuh kita merasa lebih bertenaga—”kronotipe kita”—dapat membantu merencanakan pola makan, tidur, dan bekerja.

Anda bisa mengecek sendiri melalui kuis online ini.

Ketika kita sudah lebih memahami hubungan antara waktu makan dan metabolisme, kita akan mampu memberi saran pola makan yang lebih akurat, bahwa ini bukan cuma persoalan komposisi gizi, tapi juga waktu makan.

Tetapi sebelumnya, kita perlu lebih banyak riset chrono-nutrition (waktu makan yang terkait ritme sirkadian) untuk melengkapi pengetahuan kita.


Alex Johnstone, Personal Chair in Nutrition, The Rowett Institute, University of Aberdeen dan Peter Morgan, Chair professor, University of Aberdeen

Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.