BAGIKAN
(Pascal Debrunner/ Unsplash)

Pada tahun 2015, pendiri Microsoft, Bill Gates pernah menyerukan agar dunia bersiap-siap menghadapi ancaman wabah penyakit yang menyebar secara global, selayaknya bersiap untuk berperang.

Gates mengulangi seruan ini pada tahun 2018, dia mengatakan bahwa sebuah pandemi flu dapat melenyapkan hampir 33 juta orang di seluruh dunia hanya dalam waktu enam bulan. Ia mengutip hasil penelitian dari Institute for Disease Model. 

Dan di tahun 2020, apa yang selama ini dikhawatirkan menjadi kenyataan, virus corona baru telah menyebar tanpa kendali dari Wuhan ke seluruh dunia. Dan hingga kini telah menginfeksi lebih dari 11 juta orang menewaskan lebih dari 500.000 jiwa di seluruh dunia.




Sebelum COVID-19, penelitian tentang penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi pandemi selalu berfokus pada penyakit yang disebabkan oleh virus-virus influenza, dan sebuah penelitian terbaru mengingatkan kita tentang ancaman nyata dari penyakit flu ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa flu babi jenis baru mulai menyebar di wilayah China dan berpotensi menyebarkan pandemi baru pada manusia.

Fakta ini terdengar cukup menakutkan, dan bagaimana seharusnya kita menyikapinya?

Tercatat ada jutaan kasus penyakit flu setiap tahun di seluruh dunia dan menyebabkan ribuan orang meninggal dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus-virus influenza tipe B musiman. Dan ada beberapa jenis virus flu lainnya yang menyebar melalui perantara hewan, khususnya virus-virus tipe A yang menyebar melalui unggas.

Dan untungnya hanya sedikit manusia yang terinfeksi oleh virus jenis ini. Dan berbeda dengan virus-virus flu musiman, manusia tidak memiliki atau mungkin hanya memiliki sedikit imunitas atas virus ini.

Yang dikhawatirkan adalah ketika virus tipe A bermutasi dan mampu menginfeksi manusia dan bertransmisi antar manusia hingga menyebar dalam populasi, memicu terjadinya pandemi, seperti yang sekarang ini terjadi dengan virus SARS-CoV-2.

Wabah flu Spanyol tahun 1918, yang diperkirakan menyebabkan kematian 50 juta jiwa di dunia, adalah salah satu alasan mengapa WHO dan negara-negara di dunia berfokus pada virus-virus influenza untuk mencegah pandemi kembali terjadi di dunia seperti saat ini.

Bagaimana virus tipe A menginfeksi manusia

Virus-virus influenza menginfeksi sel-sel saluran pernafasan manusia dengan mengikatkan dirinya pada reseptor tertentu pada permukaan sel. Manusia dan unggas memiliki reseptor sel yang berbeda, artinya virus flu burung sulit mengikatkan diri pada sel-sel manusia. Inilah yang menyebabkan penyebaran flu burung sangat lambat.

Tetapi, virus-virus flu tersebut dapat saling bertukar material genetik mereka (dalam sebuah proses yang dinamakan “reassortment”) ketika dua jenis virus yang berbeda menginfeksi sel yang sama.

Proses ini melahirkan virus-virus flu jenis baru yang memiliki kombinasi karakteristik dari orangtua mereka. Dan ditakutkan adalah terjadinya proses reassortment antara virus-virus flu burung yang tidak membahayakan manusia dengan virus yang memiliki kemampuan menginfeksi manusia, sebuah kombinasi yang berpotensi menyebabkan bencana.

Dan pada hewan babi, proses ini mungkin bisa terjadi. Sel-sel saluran pernafasan babi memiliki dua versi reseptor bagi kedua jenis virus tersebut, membuat hewan ini sangat rentan terinfeksi oleh berbagai tipe virus flu. Artinya babi berpotensi menjadi inang dari proses reassortment virus-virus flu.

Penelitian virus baru dengan bantuan hewan musang

Diantara virus-virus yang berhasil diisolasi dari babi di China antara tahun 2011 hingga 2018, teridentifikasi enam tipe virus yang berbeda. Di Tahun 2011, virus-virus yang paling dominan ditemukan adalah varian dari virus flu babi H1N1 tahun 2009. Virus-virus lainnya adalah virus tipe baru yang terlahir dari proses reassortment.

Salah satu tipe virus, yang diberi nama virus G4, adalah virus pertama yang terdeteksi pada sampel yang diambil pada tahun 2013, dan pada tahun 2018 menjadi virus dominan dan satu-satunya tipe virus yang diisolasi.




Dan semakin meningkatnya kasus penyakit saluran pernafasan pada babi akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa virus G4 semakin mudah beradaptasi untuk menginfeksi babi, menggantikan jenis virus babi lainnya di China. Apa yang dikhawatirkan sebelumnya, bahwa virus G4 mampu bertransmisi dan mungkin menyebar pada manusia, mungkin telah terjadi.

Untuk menguji adanya potensi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh virus G4 pada manusia, para peneliti menggunakan hewan musang yang memiliki pola reseptor yang mirip dengan yang dimiliki manusia, dan menunjukkan gejala yang mirip manusia ketika terinfeksi virus influenza. Dari hasil pengujian terlihat bahwa virus G4 menyebabkan musang menderita sakit yang parah dibandingkan jenis virus lainnya. Dan juga dapat menular melalui kontak langsung dan droplet pernapasan. Hasil ini menunjukkan bahwa virus G4 memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit yang parah pada manusia dan dapat menyebar antar manusia.

Peneliti kemudian melakukan pengujian pada antibodi manusia yang mengenali virus-virus flu yang pernah menginfeksi manusia dalam beberapa tahun belakangan – termasuk yang terbentuk dari vaksin flu versi terbaru – apakah dapat mengenali virus G4. Dan ternyata antibodi manusia tidak mengenalinya, mengindikasikan bahwa populasi manusia memiliki sedikit atau tidak memiliki imunitas terhadap virus ini.

Apakah kita harus khawatir?

Sampel-sampel darah dari para pekerja di peternakan babi (yang berinteraksi dan melakukan kontak dekat dengan babi), dan dari populasi yang lebih luas di tes untuk mengetahui keberadaan antibodi yang dapat mengenali virus G4.

Dan hasilnya cukup mengejutkan, 10 persen dari sampel darah pekerja peternakan, dan sekitar 4 persen sampel dari populasi umum, mengandung antibodi tersebut. Hasil ini menunjukkan virus G4 telah menginfeksi manusia. Tercatat frekuensi dari sampel positif dan frekuensi dari infeksi semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Jadi, virus G4 terlihat memiliki semua ciri-ciri yang berpotensi menimbulkan pandemi, yaitu: dapat mengikatkan diri secara efisien dan mereplikasi diri pada sel-sel pernapasan manusia, tingkat virulensi yang tinggi dan dapat bertransmisi pada musang, dan manusia belum memiliki imunitas terhadapnya serta belum ada vaksin untuk virus ini.

Tetapi belum dilaporkan adanya tingkat infeksi yang signifikan pada para pekerja peternakan, yang menunjukkan bahwa virus ini tidak menyebabkan penyakit parah dan belum menyebar antar manusia.

Tetapi hasil ini menunjukkan bahwa virus G4 telah mampu beradaptasi untuk menginfeksi manusia, dan dibutuhkan hanya sedikit proses adaptasi untuk bisa menyebar antar manusia dan menyebabkan sakit yang parah pada manusia.

Dan jika selama ini kebanyakan perencanaan untuk respon pandemi selalu berfokus pada penyakit flu, terjadinya pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa dibutuhkan perencanaan yang lebih luas dari itu. Hasil penelitian ini adalah peringatan yang tepat waktu untuk kita semua, bahwa bahkan sebelum pandemi COVID-19 dapat diatasi, dibutuhkan perencanaan yang lebih dalam untuk menghadapi pandemi selanjutnya.

Peristiwa-peristiwa luar biasa seringkali diceritakan akan terjadi sekali seumur hidup. Tetapi kita tidak bisa memperlakukan pandemi dengan pandangan tersebut. SARS, MERS, H1N1 dan kini COVID-19, semuanya terjadi dalam 20 tahun terakhir, menunjukkan bahwa virus-virus baru penyebab pandemi akan terus terlahir, dan kita harus selalu bersiap menyambutnya.


Reader in Biology and Biochemistry, University of Bath

The Conversation