BAGIKAN
(YouTube)

Jauh sebelum dapat melihat, bayi telah memiliki kemampuan dalam mendeteksi cahaya sejak dalam kandungan, menurut temuan terbaru para ilmuwan dari University of California, Berkeley.

Meskipun demikian, sel-sel yang peka terhadap cahaya yang terdapat pada retina yang sedang dibentuk ini, dianggap sebagai sakelar on-off yang sederhana, mungkin untuk mengatur ritme 24 jam siang-malamnya orang tua dan berharap sang bayi akan mengikutinya.

Para ilmuwan kini telah menemukan bukti bahwa sel-sel sederhana ini benar-benar saling berbicara satu sama lain sebagai bagian dari jaringan yang saling terhubung yang memberikan kekuatan terhadap retina sehingga jauh lebih peka terhadap cahaya. Hal ini dapat meningkatkan pengaruh cahaya terhadap perilaku dan perkembangan otak dengan cara yang tidak terduga.




Pada mata yang sedang dalam proses pembuatan, sekitar 3% sel-sel retina yang mengirim pesan melalui saraf optik menuju otak yang dikenal dengan ganlion, sensitif terhadap cahaya. Hingga saat ini, para peneliti telah menemukan terdapat sekitar enam subtipe berbeda yang saling berkomunikasi dengan berbagai lokasi di otak. Beberapa di antaranya berkomunikasi dengan nukleus suprakiasmatik untuk menyetel jam internal kita terhadap siklus siang-malam. Sebagian yang lainnya mengirim sinyal menuju area di otak yang membuat pupil mata kita mengerut dalam cahaya yang sangat terang.

Tanda panah putih menunjuk ke berbagai jenis sel yang terhubung dengan jaringan: subtipe sel ipRGC lainnya (merah, biru dan hijau) dan sel retina yang bukan ipRGC (merah). (Franklin Caval-Holme)

Tetapi yang lain terhubung dengan area di otak yang mengejutkan: perihabenula, yang mengatur suasana hati, dan amigdala, yang berhubungan dengan emosi.

Pada tikus dan kera, bukti terbaru menunjukkan bahwa sel-sel ganglion ini juga berbicara satu sama lain melalui sambungan listrik yang disebut gap junctions, menyiratkan bahwa terdapat kerumitan yang jauh lebih besar pada tikus dan primata yang belum dewasa daripada perkiraan sebelumnya.

Sel-sel ini, disebut dengan sel ganglion retina fotosensitif intrinsik (ipRGC), ditemukan 10 tahun yang lalu,

“Mengingat beragamnya sel-sel ganglion ini dan tugasnya tersebut menuju ke berbagai bagian otak, membuat saya bertanya-tanya apakah mereka memainkan peran dalam bagaimana retina terhubung ke otak,” kata Marla Feller dari UC Berkeley, penulis senior makalah yang muncul di jurnal Current Biology.

“Mungkin bukan untuk sirkuit penglihatan, tetapi untuk perilaku non-penglihatan. Tidak hanya refleks cahaya dari pupil dan ritme sirkadian, tapi bisa menjelaskan permasalahan seperti migrain yang disebabkan oleh cahaya, atau mengapa terapi cahaya berhasil terhadap depresi.”

Para peneliti menunjukkan bahwa aktivitas listrik spontan di mata selama perkembangannya — yang disebut gelombang retina — sangat penting untuk membangun jaringan otak yang benar untuk memproses gambar di kemudian hari.

“Kami mengira mereka (anak-anak tikus dan janin manusia) buta pada keadaan tersebut selama pertumbuhan,” kata Feller,



Franklin Caval Holme dari UC Berkeley menunjukkan bahwa keenam jenis ipRGC di retina tikus yang baru lahir terhubung secara elektrik, melalui gap junction, untuk membentuk jaringan retina yang ditemukan para peneliti tidak hanya mendeteksi cahaya, tetapi merespon intensitas cahaya, yang dapat bervariasi hampir satu miliar kali lipat.

Sirkuit gap junction sangat penting untuk sensitivitas cahaya dalam beberapa subtipe ipRGC, tetapi tidak pada yang lain, memberikan jalan potensial untuk menentukan subtipe ipRGC mana yang memberikan sinyal untuk perilaku non-visual tertentu yang ditimbulkan oleh cahaya.

“Menghindari cahaya, yang dikembangkan anak anjing yang masih bayi, tergantung pada intensitas,” menunjukkan bahwa sirkuit saraf ini dapat terlibat dalam perilaku penghindaran cahaya, kata Caval-Holme. “Kami tidak tahu, mana dari subtipe ipRGC ini di retina yang baru lahir yang benar-benar berkontribusi pada perilaku, sehingga akan sangat menarik untuk mengetahui peran apa yang dimiliki semua subtipe berbeda ini.”