Para astronom telah menghabiskan waktu puluhan tahun melakukan pencarian terhadap sekitar sepertiga dari materi “normal” yaitu hidrogen, helium, dan unsur-unsur lainnya yang ada di Alam Semesta. Hasil terbaru dari Observatorium Sinar-X Chandra NASA mungkin telah membantu mereka menemukan bentangan materi yang hilang ini.
Dari berbagai pengamatan yang telah dilakukan, baik secara independen maupun yang mapan, para ilmuwan dengan penuh percaya diri telah menghitung seberapa banyak jumlah materi normal tersebut hadir setelah peristiwa Big Bang. Dalam rentang waktu antara beberapa menit dan sekitar satu miliar tahun pertamanya, sebagian besar materi normal berubah menjadi debu kosmik, gas, dan benda-benda angkasa seperti berbagai bintang dan planet di Semesta saat ini yang dapat dilihat oleh teleskop.
Masalahnya adalah bahwa ketika para astronom menjumlahkan semua massa materi normal yang di Alam Semesta saat ini, sekitar sepertiga darinya tidak dapat ditemukan. (Materi yang hilang ini berbeda dari materi gelap yang masih misterius .)
Salah satu gagasannya adalah bahwa massa yang hilang telah menyatu menjadi sebuah untaian raksasa atau semacam filamen gas hangat dengan suhu kurang dari 99.727 °C dan filamen gas panas dengan suhu lebih besar dari 99.727 °C, di ruang antargalaksi. Filamen ini dikenal oleh para astronom sebagai “warm-hot intergalactic medium” atau WHIM yang tidak terlihat oleh teleskop cahaya optik, tetapi beberapa gas hangat dalam filamen telah terdeteksi melalui cahaya ultraviolet.
Menggunakan teknik baru, para peneliti telah menemukan bukti baru dan kuat untuk komponen panas WHIM berdasarkan data dari teleskop Chandra dan teleskop lainnya.
“Jika kita menemukan massa yang hilang ini, kita dapat memecahkan salah satu teka-teki terbesar dalam astrofisika,” kata Orsolya Kovacs dari Center for Astrophysics | Harvard & Smithsonian (CFA) di Cambridge, Massachusetts. “Di mana alam semesta telah menyimpan begitu banyak hal yang telah membentuk benda-benda seperti bintang, planet, dan kita?”
Para astronom menggunakan teleskop Chandra untuk mencari dan mempelajari filamen gas hangat yang tergeletak di sepanjang jalan menuju kuasar, sumber sinar-X yang terang yang ditenagai oleh lubang hitam supermasif yang tumbuh dengan cepat. Kuasar ini terletak sekitar 3,5 miliar tahun cahaya dari Bumi. Jika komponen gas panas WHIM dikaitkan dengan filamen-filamen ini, beberapa sinar-X dari kuasar akan diserap oleh gas panas tersebut. Oleh karena itu, mereka mencari ciri khas dari gas panas yang telah dihasilkan di dalam sinar-X kuasar yang terdeteksi oleh teleskop Chandra.
Salah satu tantangan dari metode ini adalah bahwa sinyal penyerapan oleh WHIM lebih lemah dibandingkan dengan jumlah total sinar-X yang berasal dari kuasar. Ketika mencari seluruh spektrum sinar-X pada panjang gelombang yang berbeda, sulit untuk membedakan fitur penyerapan yang lemah tersebut — sinyal aktual WHIM — dari fluktuasi acak.
Kovacs dan timnya mengatasi masalah ini dengan memfokuskan pencarian mereka hanya pada bagian tertentu dari spektrum sinar-X, mengurangi kemungkinan kesalahan positif. Mereka melakukannya dengan terlebih dahulu mengidentifikasi galaksi di dekat garis pandang ke quasar yang terletak pada jarak yang sama dari Bumi sebagai daerah gas hangat yang terdeteksi dari data ultraviolet. Dengan teknik ini mereka mengidentifikasi 17 filamen yang mungkin antara kuasar dan Bumi sehingga diperoleh jaraknya.
Karena perluasan alam semesta, yang membentang cahaya saat bergerak, setiap penyerapan sinar-X oleh materi dalam filamen ini akan bergeser ke gelombang yang lebih panjang. Jumlah pergeseran tergantung pada jarak yang diketahui terhadap filamen, sehingga tim tahu di mana harus mencari dalam spektrum untuk penyerapan dari WHIM.
“Teknik kami pada prinsipnya mirip dengan bagaimana Anda dapat melakukan pencarian yang efisien untuk hewan di dataran luas Afrika,” kata Akos Bogdan, rekan penulis yang juga dari CfA. “Kita tahu bahwa hewan perlu minum, jadi masuk akal untuk mencari di sekitar kubangan berair terlebih dahulu.”
Sementara mempersempit pencarian telah membantu mereka, para peneliti juga harus mengatasi permasalahan oleh penyerapan sinar-X yang lemah. Jadi, mereka meningkatkan sinyal dengan menambahkan spektrum bersama dengan 17 filamennya, sehigga mengubah pengamatan selama 5,5 hari menjadi setara dengan data yang memiliki nilai dari hampir 100 hari. Dengan teknik ini mereka mendeteksi oksigen dengan berbagai karakteristik yang memperkirakan bahwa itu berada di dalam sebuah gas dengan suhu sekitar kurang dari satu juta derajat Celcius.
Dengan mengekstrapolasi dari pengamatan oksigen terhadap satu set lengkap elemen, dan dari wilayah yang diamati ke alam semesta lokal, para peneliti melaporkan mereka dapat menjelaskan jumlah total materi yang hilang. Setidaknya dalam kasus khusus ini, masalah yang hilang telah bersembunyi di WHIM.
“Kami sangat senang bahwa kami dapat melacak beberapa masalah yang hilang ini,” kata rekan penulis Randall Smith, juga dari CFA. “Di masa depan kita dapat menerapkan metode yang sama ini untuk data quasar lain untuk mengkonfirmasi bahwa misteri lama ini akhirnya telah dipecahkan.”
Sebuah makalah yang menggambarkan hasilnya secara terperinci telah diterbitkan di Astrophysical Journal.