Enceladus, salah satu bulan planet Saturnus, telah menarik perhatian para ilmuwan sejak misi voyager 2 terbang melewatinya pada tahun 1981.
Banyak misteri yang belum terungkap sejak kedatangan pesawat angkasa Cassini pada tahun 2004, dimana teramati pada permukaan Enceladus terdapat empat buah celah yang sejajar di area sekitar kutub selatan.
Penampakan ini diberi nama “loreng harimau” (tiger Stripes) karena bentuknya yang unik dan terlihat menonjol dari keseluruhan permukaan bulan tersebut.
Sejak ditemukan, para ilmuwan terus berusaha menggali informasi untuk mendapatkan jawaban tentang apakah sebenarnya dan bagaimana awal mula terbentuknya celah tersebut. Dan sebuah penelitian terbaru berhasil mengungkap proses fisika yang menyebabkan terbentuknya keempat celah tersebut.
Terbentuknya keempat celah tersebut ada hubungannya dengan aktivitas air yang menyembur dari bawah permukaan bulan. Dan mengapa kondisi ini bisa ada di kutub selatan Enceladus, dan mengapa pada bagian lain tidak ditemukan kondisi yang sama akan diungkap oleh para peneliti.
Penelitian ini yang artikelnya telah dipublikasikan pada jurnal Nature Astronomy, dipimpin oleh Doug Hemingway dari Department of Terrestrial Magnetism Carnegie Institute of Washington.
Hemingway bergabung bersama dengan ilmuwan ilmu planet Maxwell Rudolph dari University of California, Davis dan Michael Manga dari the University of California, Barkeley.
Ilutrasi dari bentuk interior dari Enceladus berdasarkan pengukuran gravitasi dari wahana angkasa Cassini miliki NASA. Credit: NASA/JPL-Caltech).
Untuk kepentingan penelitian, tim membuat model geofisika dari Enceladus untuk menyelidiki bentuk energi yang membentuk celah “loreng macan” ini dan yang menyebab bentuk itu terus ada di permukaan Enceladus selama ini.
Dan alasan mengapa bentuk loreng hanya ada di bagian kutub selatan dari Enceladus dan mengapa bentuknya sangat sejajar dan berjarak hampir sama, Hemingway menjelaskan:
“Pertama kali terlihat oleh misi pesawat angkasa Cassini dalam perjalanan menuju planet Saturnus, loreng ini dianggap sesuatu yang juga ada di bagian lain di tata surya kita. Terlihat sejajar dan berjarak hampir sama, dengan panjang sekitar 130 kilometer dan berjarak sekitar 35 kilometer. Dan yang membuatnya spesial adalah karena celah ini terus mengeluarkan air beku (es), bahkan hingga saat ini. Tidak ada satupun planet-planet berlapis es dan juga bulan-bulan di tata surya yang memiliki kondisi seperti ini.”
Dan jawaban untuk pertanyaan pertama semakin menarik, pada model yang mereka buat, ada kemungkinan bahwa celah tersebut bisa terbentuk pada kedua kutub dari Enceladus, untuk saat ini mungkin baru terbentuk di kutub selatan terlebih dahulu.
Dan alasan dari keberadaan celah tersebut ada hubungannya dengan interaksi Enceladus dengan planet Saturnus dan eksentrisitas orbitnya.
Enceladus menempuh waktu lebih dari satu hari (tepatnya 1,37) untuk melengkapi satu kali orbit planet Saturnus.
Karena adanya resonansi orbit 2:1 dengan Dione (bulan planet Saturnus lainnya), maka Enceladus mengalami eksentrisitas orbit sebesar 0,0047, dari jarak orbit sejauh 236.918 km menjadi 236.918 km pada jarak terdekatnya (periapsis) hingga 239.156 km pada jarak terjauhnya (apoapsis).
Bulan-bulan dari planet Saturnus dan respektif dari orbitnya yang berhubungan satu sama lain. (NASA/JPL)
Adanya eksentrisitas orbit menyebabkan bentuk Enceladus menjadi meregang dan juga melentur, menghasilkan pemanasan internal dan aktivitas geothermal. Proses ini yang menyebabkan Enceladus memiliki lautan di lapisan dalamnya.
Dan pada bagian kedua kutubnya dimana terjadi efek terbesar akibat gravitasi, paling merasakan perubahan tersebut, yang menyebabkan lapisan es di permukaan semakin menipis sehingga terbentuklah celah di permukaan.
Proses ini juga menyebabkan terjadinya periode penurunan suhu, dan pada periode lainnya pada beberapa bagian lautan di bawah permukaan Enceladus akan membeku. Adanya proses pembekuan dan pencairan ini menyebabkan lapisan es menebal dan menipis dari bagian dalamnya, menyebabkan perubahan tekanan dan terbentuklah celah di permukaan.
Karena adanya penipisan lapisan es di permukaan kedua kutub, sangat rentan untuk terjadinya retakan, menyebabkan terbentuknya celah loreng macan.
Dan setiap celah diberi nama yang diambil dari nama kota yang ada di cerita rakyat pendek The Arabian Nights: Alexandria Sulcus, Cairo Sulcus, Baghdad Sulcus, dan Damascus Sulcus.
Tim peneliti meyakini bahwa celah Baghdad Sulcus adalah yang pertama terbentuk dan tidak membeku kembali sejak itu. Kondisi yang menyebabkan air terus menyembur dari dalam, yang akhirnya menyebabkan terbentuknya tiga celah lainnya secara paralel.
Pada dasarnya, ketika air menyembur keatas permukaan bulan, maka akan segera membeku di udara dan berubah bentuk menjadi salju di permukaan. Dan karena salju terus terbentuk di sepanjang tepi dari celah Baghdad, menyebabkan adanya tekanan pada permukaan es akibat adanya akumulasi berat dari salju tersebut.
Dan Max Rudolph menjelaskan bahwa hal tersebut tidak hanya menyebabkan terbentuknya celah, tetapi juga menyebabkan celah lainnya terbentuk secara sejajar.
(NASA-GSFC/SVS, NASA/JPL-Caltech/Southwest Research Institute)
“Model kami tidak hanya menjelaskan bagaimana retakan itu terbentuk dalam jarak yang sama,” kata Rudolph. “Retakan tersebut menyebabkan lapisan es melentur untuk bisa membentuk celah lain yang sejajar pada jarak 35 kilometer dari retakan awal.
Mekanisme yang sama juga menjelaskan mengapa celah di pemukaan Enceladus tetap terbuka dan terus mengeluarkan semburan air. Adanya interaksi pasang-surut (tidal) Enceladus dengan planet Saturnus menyebabkan terjadinya siklus perubahan bentuk merenggang dan melentur secara terus menerus.
Kondisi ini menyebabkan celah tidak akan pernah menutup dan malah mengalami sebuah pola melebar dan menyempit secara terus menerus.
Dan mengapa fenomena ini hanya terjadi pada Enceladus dan tidak pada bulan-bulan Saturnus lainnya – seperti Ganymede, Europa, Titan dan lainnya yang juga memiliki lautan di bawah permukaannya – kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran. Semakin besar ukuran bulan, semakin kuat gaya gravitasi yang mencegah terbentuknya retakan akibat interaksi tidal.
Dan pada beberapa dekade mendatang, diharapkan adanya misi lanjutan yang dikirimkan ke planet Saturnus untuk mempelajari Enceladus secara lebih mendetail. Dan dari data yang telah dikumpulkan oleh Cassini telah dikonfirmasi adanya molekul-molekul organik pada semburan air yang keluar dari celah di permukaan Enceladus.
Misi-misi selanjutnya akan melihat apakah ada kemungkinan adanya suatu bentuk kehidupan di bawah lapisan es dari Enceladus.