BAGIKAN
Ikan mati dikarenakan ganggang yang menyebar mengurangi oksigen

Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa ‘zona mati’ di lautan dunia bisa berkembang jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan saat ini. Temuan dari penelitian yang melibatkan ilmuwan internasional yang dipimpin oleh Dr Sabine Lengger dari University of Plymouth ini, hasilnya diterbitkan di Global Biogeochemical Cycles.

Zona mati adalah sebuah area di perairan luas yang kandungan oksigennya sangat rendah. Umumnya disebabkan oleh pencemaran yang berlebihan dari aktivitas manusia ditambah dengan faktor-faktor lain yang bisa mengurangi kandungan oksigen.

Bahan-bahan pencemar yang sampai ke lautan akan memicu pertumbuhan ganggang, yang pada gilirannya akan terurai menjadi bahan-bahan organik yang tenggelam ke dasar laut. Selanjutnya, bahan-bahan ini akan menarik dan mengonsumsi oksigen sehingga mengurangi kandungan oksigen – dalam suatu kondisi yang disebut hipoksia. Tentu saja, keadaan ini akan mematikan bagi berbagai mahluk hidup di sekitarnya. Dan, ini adalah pandangan umum mengenai penyebab zona mati.

Namun, para peneliti menunjukkan bahwa ada faktor lainnya yang turut memperparah zona mati selain dari bahan organik dari permukaan lautan seperti ganggang.

“Studi kami menunjukkan bahwa bahan organik yang tenggelam ke dasar laut tidak hanya berasal dari permukaan laut, tetapi termasuk kontribusi besar dari bakteri yang hidup di lautan gelap dan dapat memengaruhi kandungan karbon juga. Model yang ada saat ini mungkin kehilangan kunci kontribusi, sebagai akibatnya orang telah meremehkan tingkat penipisan oksigen yang kita perkirakan di masa depan, dunia yang memanas” kata Lengger .

Menurut para peneliti, yang telah menganalisis inti sedimen yang diekstraksi dari dasar Laut Arab – tempat yang dianggap sebagai zona mati terbesar di dunia – terdapat bakteri anaerob yang tinggal di perairan dalam yang memproduksi hampir seperlima dari bahan organik (karbon) yang ada di dasar laut yang dikenal dengan fiksasi karbon gelap.

Implikasinya adalah, bahwa model komputasi saat ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor ini ketika mencoba untuk mensimulasikan dan memprediksi bagaimana zona mati dapat berkembang di masa depan – sehingga kita telah kehilangan informasi yang cukup berarti mengenai zona mati yang sebenarnya.

“Model biogeokimia yang beroperasi dengan asumsi bahwa semua bahan organik yang tenggelam berasal dari fotosintesis, tanpa tambahan karbon baru, secara signifikan dapat meremehkan tingkat remineralisasi,” tulis para penulis dalam makalah mereka.

“Kebutuhan oksigen di zona minimum oksigen, bisa jadi lebih tinggi dari perkiraan, meyebabkan ekspansi OMZ (oxygen minimum zones atau zona mati) yang lebih intens dari yang diperkirakan.”

“Temuan kami menjelaskan beberapa ketidakcocokan dalam keberadaan karbon ketika perkiraan secara eksperimental dan pemodelan dibandingkan.

“Sangat penting untuk memperbaiki prediksi dalam model biogeokimia seolah-olah zona mati akan mengintensifkan lebih dari yang diperkirakan (sesuatu yang telah diamati), ini akan memiliki konsekuensi ekologis, ekonomi dan iklim yang parah.”

Selain itu, sebuah laporan ilmiah yang diterbitkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), menyimpulkan bahwa zona mati saat ini jumlahnya sekitar 700, sedangkan di tahun 1960-an ,jumlah yang telah teridentifikasi kurang dari 50 saja.