Perilaku penguburan jenazah yang tidak biasa dijumpai di Inggirs pada abad pertengahan untuk menghindari orang mati yang bangkit kembali dari kuburan, rupanya ditemukan juga di Polandia sepanjang abad ke 17 hinggga 18.
Berbagai latar belakang sosial semasa hidup yang dianggap tidak normal seperti tuduhan tukang sihir, bunuh diri, lahir di luar nikah, hidup tanpa pembaptisan, mati karena terkena wabah, atau sebagai bagian di luar komunitas menjadikan penguburan mereka mendapat perlakuan yang tidak biasa.
Dalam cerita rakyat Polandia, jiwa dan tubuh adalah entitas yang berbeda yang terpisah pada saat kematian seseorang. Jiwa, yang sebagian besar tidak berbahaya, meninggalkan tubuh dan terus menghuni bumi selama 40 hari setelah kematian.
Namun, sebagian kecil dari jiwa-jiwa ini dipandang sebagai ancaman langsung terhadap orang yang masih hidup dan berisiko menjadi vampir, terutama mereka yang terpinggirkan dalam kehidupan karena memiliki penampilan fisik yang tidak biasa dan berbagai latar belakang yang telah disebutkan, menurut para peneliti yang dipimpin oleh University of South Alabama yang hasilnya telah diterbitkan pada tahun 2014 dalam akses terbuka di PLOS ONE.
Hampir sama dengan perlakuan pencegahan reanimasi atau mayat yang hidup kembali di Inggris, berdasarkan bukti arkeologis dari penggalian kuburan di situs Drawsko, Polandia utara, ditemukan jenazah dengan sabit yang melintang di leher mereka untuk mencegah hidup kembali. Begitupun dengan peletakan batu-batu besar di bawah dagu mereka yang kemungkinan dimaksudkan sebagai tindakan untuk mencegah mayat menggigit orang lain.
Ada banyak teori untuk praktik pemakaman ekstrem, yang dikenal sebagai upacara pemakaman apotropaic [penyertaan berbagai benda di kuburan untuk mencegah kejahatan atau barikade terhadap mayat di dalam kuburan], tetapi salah satu yang paling umum menunjukkan bahwa vampir potensial adalah orang asing yang datang dari luar kota yang dapat menimbulkan kecurigaan dari penduduk desa setempat.
[Credit : Gregoricka et al.]
Para peneliti mempelajari kerangka enam orang yang telah dikubur sebagai vampir di kuburan di Drawsko, bersama ratusan mayat yang telah dikubur secara normal. Untuk menyelidiki dari mana orang-orang ini berasal, tim mengukur rasio isotop stronsium dari gigi molar permanen mereka, di samping gigi geraham dari 54 penduduk setempat yang normal yang dikubur di sana.
Setelah tim menemukan rasio isotop stronsium di gigi kedua penduduk desa yang dikubur secara normal dan yang ditandai sebagai vampir, mereka menguji rasio pada hewan lokal. Hasil mereka mengungkapkan bahwa semua enam vampir berasal dari daerah setempat. Ini berarti bahwa mereka bukan orang asing sama sekali, sebaliknya identitas sosial atau cara kematiannya dapat membuat mereka dijadikan sebagai tertuduh.
Dalam makalahnya, para penulis mengemukakan teori alternatif – bahwa ‘tertuduh vampir’ mungkin telah meninggal karena epidemi kolera yang lazim di Eropa Timur pada abad ke-17. Mereka menjelaskan bahwa orang yang pertama kali meninggal dikarenakan wabah penyakit menular saat itu, dianggap lebih mungkin untuk bangkit kembali dari kematian dan menjadi vampir.
“Masyarakat dari periode pasca-abad pertengahan tidak mengerti bagaimana penyakit itu menyebar, dan dibandingkan penjelasan ilmiah terkait epidemi ini, kolera dan kematian yang ditimbulkan dijelaskan secara supernatural – dalam hal ini, vampir,” kata pemimpin penelitian Lesley Gregoricka dalam siaran pers pada saat itu.
Penelitian membuka pintu untuk analisis kimia lebih lanjut dari sisa-sisa jenazah yang diduga vampir, dan membawa selangkah lebih maju untuk akhirnya memahami apa yang menyebabkan para jenazah tersebut membuat orang lain begitu ketakutan.
Ini akan memberikan wawasan tentang praktik budaya dan sosial masyarakat pada saat itu, serta memberi penjelasan tentang kasus-kasus lain praktik pemakaman ekstrim sepanjang zaman, seperti “gadis penyihir” yang ditemukan di Italia.