BAGIKAN
(Credit: Francisco Moreno)

Perubahan yang terjadi pada otak, akan menentukan siapa kita. Artinya, bahwa otak sangat berpengaruh dalam menentukan kepribadian seseorang dan segala perilakunya. Berbagai peristiwa terkait kerusakan otak yang telah tercatat menunjukkan perubahan sikap seseorang secara tak terduga, dibandingkan dengan pada saat otak masih relatif sehat.

Berikut ini adalah contoh dari sebagian peristiwa yang menunjukkan keterkaitan antara kerusakan di otak dengan perubahan perilaku seseorang.

Perintah sinting Caligula 

Caligula adalah salah satu kaisar Roma yang dikenal paling tirani, berkuasa dari 37 hingga 41 Masehi. Caligula baru berusia 25 tahun ketika dia menjadi kaisar Roma pada 37 M. Ia adalah seorang kaisar yang dicintai dan mendapatkan banyak sambutan. Ia memberikan bonus kepada siapapun yang berada di militer, menghapus pajak yang semena-mena, dan membebaskan mereka yang telah dipenjara secara tidak adil. Dia juga menggelar berbagai acara mewah, termasuk balapan kereta, drama, dan pertunjukan gladiator.

Enam bulan setelah pemerintahannya, Caligula jatuh sakit parah. Selama hampir sebulan, dia berada di antara hidup dan mati. Dia sembuh, tetapi dengan mudah terlihat bahwa dia bukanlah orang yang sama. Banyak dari perubahan sikapnya yang membuat orang kebingungan, bahkan dianggap telah menjadi gila. Dia mulai membunuh orang-orang yang dekat dengannya atau mengirim mereka ke tempat pengasingan.

Dia melakukan hubungan seksual dengan istri para pejabat di depan suaminya. Anehnya, ia juga memaksa para pejabat berhubungan intim dengannya di depan istrinya. Sejarawan kuno mencatat bahwa Caligula mulai merebut kekuasaan dari banyak orang dengan menuduh, mendenda, dan bahkan membunuh mereka secara tidak benar. Pada 24 Januari 41 M, sekelompok penjaga menyerang Caligula setelah acara olahraga. Dia ditikam lebih dari 30 kali.

Sebuah laporan di New England Journal of Medicine mengatakan bahwa anggur Romawi favorit diproses dalam bejana timbal, memberikan asupan timbal yang tinggi dan memberikan dukungan kuat ‘bahwa keracunan timbal berkontribusi pada kemunduran Kekaisaran Romawi. Menurut WHO, paparan timbal dapat berdampak serius bagi kesehatan anak-anak. Pada tingkat paparan yang tinggi, timbal menyerang otak dan sistem saraf pusat hingga menyebabkan koma, kejang, dan bahkan kematian.

Caligula, yang namanya menjadi identik dengan kekejaman yang tiada tara, adalah seorang pecandu alkohol kronis. Kerusakan mentalnya telah dikaitkan dengan kerusakan pada otak yang disebabkan racun timbal dari anggur yang sering diminumnya.

Pembunuh massal Charles Whitman

Charles Whitman digambarkan sebagai seseorang yang sering bersikap sopan dam jarang kehilangan kesabarannya. Dia terhitung sangat cerdas, di mana saat usianya enam tahun, IQ-nya 139. Prestasi akademik Whitman didorong oleh orang tuanya, dan setiap kegagalan atau kemalasan akan dikenakan tindakan disiplin— seringkali fisik — oleh ayahnya. Namun, sesuatu yang mengejutkan telah membuatnya tiba-tiba menjadi seorang pembunuh massal di Texas.

Pada 1 Agustus 1966, Whitman menaiki lift menuju Menara Universitas Texas di Austin. Kemudian pemuda berusia dua puluh lima tahun itu mulai menembaki orang-orang yang berada di bawahnya tanpa pandang bulu.

Tiga belas orang tewas dan tiga puluh tiga lainnya mengalami cidera. Tak ada pilihan bagi pihak kepolisian untuk menghentikan kebrutalan Whitman, selain terpaksa harus mengeluarkan peluru panas yang merenggut nyawanya. Ketika para polisi sampai di rumahnya, mereka menemukan bahwa Whitman juga telah lebih dulu membunuh istri dan ibunya di malam sebelumnya.

Dia mengetik sebuah catatan sebelum kematiannya, menyatakan bahwa dia akan membunuh ibu dan istrinya. Dia berkata bahwa, “Saya sangat mencintainya… Saya secara rasional tidak dapat menunjukkan alasan spesifik apa pun untuk melakukan ini.”
Dalam salah satu tulisannya, Whitman menyatakan bahwa dia ingin otaknya diperiksa setelah kematiannya untuk memeriksa tanda-tanda fisik penyebab penyakit mental. 
Permintaan Whitman dikabulkan. Setelah otopsi, ahli patologi melaporkan bahwa Whitman memiliki tumor kecil di otaknya, kira-kira seukuran koin. Benjolan kecil ini menekan bagian otaknya yang disebut amigdala, yang terkait dengan emosi dan terlibat dalam proses ketakutan dan agresi.
Sedikit tekanan pada amigdala ini menyebabkan serangkaian konsekuensi di otak Whitman, yang mengakibatkan dia mengambil tindakan yang sebenarnya tidak sesuai dengan karakternya. Materi otaknya telah berubah, dan dengan siapa dia berubah.
Ini adalah contoh ekstrem, tetapi perubahan yang tidak terlalu dramatis di otak Anda dapat mengubah struktur siapa Anda sebenarnya.

Kecelakaan Phineas Gage

 

Phineas P. Gage (1823–1860) merupakan seorang pekerja pemasangan rel kereta api di wilayah Cavendish, Vermont, Amerika Serikat. Pada tahun 1848, pengawas rel kereta api Rutland dan Burlington di Vermont memakai batang besi seberat 6,5 kg dan sepanjang 1,1 meter untuk menyimpan bubuk peledak ke sebuah batu.

Entah bagaimana awalnya, saat ia berada di antara perkakas dan batang-batang besi, serbuk mesiu yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat Phineas Gage berada, tumpah dan tersulut sehingga menimbulkan ledakan. Ledakan ini begitu kuat, melemparkan perkakas dan besi-besi yang berada dekat dengan mesiu.

Sebuah batang besi sepanjang hampir 1 meter, dengan ujung runcing terlontar keras menembus rahang Phineas Gage yang sedang terjatuh, batang besi ini menembus rahang, masuk kedalam kepala, menembus otak, dan melubangi tengkorak bagian atas Phineas Gage.

Phineas Gage yang kesakitan dan terluka luar biasa parah tidak seketika pingsan, sanggup berjalan keluar dari lokasi kejadian sebelum terjatuh dan mendapat pertolongan. Para dokter angkat tangan dan merasa tidak sanggup menyelamatkannya, beruntunglah seorang dokter ahli bedah bernama Dr. Harlow bersedia menangani operasinya.

Gage dianggap sudah sembuh total dan merasa cukup fit untuk melamar kembali peran sebelumnya sebagai mandor. Namun, kontraktornya, yang menganggap Gage sebagai orang ‘efisien dan mampu’ dalam bekerja sebelum kecelakaan, tidak bisa lagi menawarinya pekerjaan karena perubahan besar dalam kepribadian Gage.

Dr. John Martyn Harlow mengatakan bahwa Gage terlihat gelisah, tidak sopan, kadang-kadang berkata-kata kotor semaunya. Ia juga sedikit saja menunjukkan rasa hormat kepada rekan-rekannya. Ia tidak sabar menahan diri atau dinasihati ketika bertentangan dengan keinginannya, kadang-kadang keras kepala, namun berubah-ubah dan bimbang.

“Sebelum cedera, meskipun tidak terlatih di sekolah, dia memiliki pikiran yang seimbang, dan dipandang oleh orang-orang yang mengenalnya sebagai pebisnis yang lihai, cerdas, sangat energik dan gigih dalam melaksanakan semua rencana pekerjaannya. Dalam hal ini pikirannya berubah secara radikal, begitu jelas sehingga teman-teman dan kenalannya mengatakan dia ‘bukan lagi Gage,” kata Harlow.