Sebuah ledakan vulkanik dahsyat mungkin telah menyebabkan kepunahan massal terbesar sepanjang sejarah kehidupan. Para peneliti internasional telah menemukan bukti-buktinya. Terdapat dua peristiwa letusan berbeda yang telahj diamati. Ledakan pertama, yang sebelumnya tidak diketahui. Sedangkan ledakan kedua yang mengakibatkan kepunahan massal kehidupan di daratan dan lautan.
Kepunahan massal ketiga
Sepanjang sejarah bumi, telah tercatat lima peristiwa kepunahan massal. Dengan satu peristiwa kepunahan tambahan yang baru-baru ini diperkirakan. Di mana kepunahan massal ketiga terjadi sekitar 252 juta tahun yang lalu, adalah yang terdahsyat. Sebuah letusan gunung berapi yang sangat kuat menciptakan sebuah wilayah yang dikenal dengan Perangkap Siberia (Siberian trap). Sebuah wilayah besar dari bebatuan vulkanik atau banjir basal. Tetapi korelasi antara letusan dan kepunahan massal belum diklarifikasi.
Kandungan merkuri yang tinggi pada sedimen merupakan jejak dari peristiwa ledakan dahsyat vulkanik. Telah terdeteksi di puluhan batuan sedimen yang berasal dari akhir periode Permian. Batuan ini ditemukan tersimpan di daratan, di laut dangkal, dan tengah samudra. Tetapi interpretasinya masih belum pasti. Merkuri dapat berasal dari pengkristalan atmosfer langsung maupun dari emisi vulkanik. Dan yang berada di sungai berasal dari oksidasi bahan organik terestrial. Ketika terjadi kerusakan lahan atau tanaman terjadi – disebut juga sebagai gangguan ekologi terestrial.
Kepunahan massal paling dahsyat menandai akhir Zaman Permian dan awal Zaman Trias. Sekitar tiga perempat dari seluruh kehidupan di daratan dan sekitar 95 persen dari kehidupan di lautan lenyap hanya dalam beberapa ribu tahun saja. Kepunahan massal ini ditandai dengan peralihan dari divergensi reptilia Paleozoikum dan hewan laut. Misalnya, brakiopoda dan trilobita menjadi dinosaurus Mesozoikum dan hewan laut seperti moluska.
Kandungan senyawa merkuri yang tinggi
Para peneliti mengambil sampel batuan sedimen dari dua tempat berbeda, China selatan dan Italia. Menganalisis molekul organik dan merkuri (Hg) di dalamnya. Mereka menemukan dua pengayaan berbeda dari coronene-Hg. Bertepatan dengan gangguan ekologi darat pertama, dan kepunahan massal berikutnya di kedua tempat tersebut.
“Kami yakin ini adalah produk dari letusan gunung berapi besar. Karena anomali coronene dibentuk oleh pembakaran suhu tinggi yang tidak normal. Magma suhu tinggi atau tumbukan asteroid / komet dapat membuat pengayaan coronene seperti itu.” kata Kunio Kaiho. Ia yang pemimpin penelitian ini dari Universitas Tohoku.
“Dari aspek vulkanik, hal ini dapat saja terjadi. Karena suhu pembakaran makhluk hidup dan bahan organik fosil yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan aliran lava dan magma yang masuk secara horizontal ke dalam sedimen batubara dan minyak. Besarnya perbedaan dua pengayaan coronene-merkuri menunjukkan bahwa ekosistem darat terganggu oleh perubahan lingkungan global yang lebih kecil daripada ekosistem laut. Durasi antara dua peristiwa vulkanik itu puluhan ribu tahun.”
Gas dari letusan vulkanik tertahan di atmosfer
Letusan gunung berapi yang sangat besar dapat menghembuskan aerosol asam sulfat yang bertahan di stratosfer. Dan karbondioksida di atmosfer. Keduanya menyebabkan perubahan iklim global. Perubahan iklim yang cepat ini diyakini menjadi penyebab hilangnya makhluk darat dan lautan.
Coronene adalah hidrokarbon polisiklik aromatik enam cincin yang sangat terkondensasi. Disebut juga sebagai superbenzen, bahan ini membutuhkan energi secara signifikan lebih tinggi untuk terbentuk. Jika dibandingkan dengan PAH yang lebih kecil.
Oleh karena itu, pembakaran vulkanik suhu tinggi dapat menyebabkan pengayaan coronene. Artinya, pembakaran hidrokarbon suhu tinggi di batuan sedimen oleh intrusi lateral magma. Membentuk CO2 dan CH4 yang menyebabkan tekanan dan letusan tinggi yang menyebabkan pemanasan global dan kepunahan massal. Konsentrasi coronene-Hg pertama kali membuktikan bahwa pembakaran hidrokarbon vulkanik turut berkontribusi pada kepunahan melalui pemanasan global.
Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Geology.