BAGIKAN
(Pixabay)

Ketika penduduk kota Timur Tengah kuno yang sekarang disebut Tall el-Hammam melakukan kegiatan sehari-harinya sekitar 3.600 tahun yang lalu, mereka tidak menyadari sebuah batuan es ruang angkasa yang tak terlihat sedang melaju ke arah mereka dengan kecepatan sekitar 38.000 mil per jam (61.000 kilometer per jam).

Bersinar saat menembus lapisan atmosfer, batu itu meledak dalam bentuk bola api besar sekitar 2,5 mil (4 kilometer) di atas daratan. Ledakan itu sekitar 1.000 kali lebih kuat dari bom atom Hiroshima. Penduduk kota yang terkejut menatapnya dalam sesat menjadi buta. Suhu udara dengan cepat naik di atas 3.600 derajat Fahrenheit (2.000 derajat Celcius). Pakaian dan kayu langsung terbakar. Pedang, tombak, batu bata lumpur, dan tembikar mulai meleleh.  Hanya dalam sesaat saja, seluruh kota terbakar.

Beberapa detik kemudian, gelombang kejut besar menghantam kota. Bergerak dengan kecepatan sekitar 740 mil per jam (1.200 kilometer per jam), itu lebih kuat daripada tornado terburuk yang pernah tercatat. Angin yang mematikan meluluh lantahkan kota, menghancurkan setiap bangunannya. Memangkas bagian atas istana 4 lantai setinggi 40 kaki (12 m) dan meniup puing-puing yang tercampur aduk menuju lembah berikutnya. Tak satu pun dari 8.000 orang atau hewan di dalam kota yang selamat – tubuh mereka terkoyak dan tulang mereka hancur berkeping-keping.

Sekitar satu menit kemudian, 14 mil (22 km) di sebelah barat Tall el-Hammam, angin dari ledakan itu menghantam kota Yerikho. Tembok Yerikho runtuh dan kota itu terbakar habis.

Semuanya terdengar seperti klimaks dari sebuah film bencana Hollywood. Bagaimana kita tahu bahwa semua ini benar-benar terjadi di dekat Laut Mati di Yordania ribuan tahun yang lalu?

Sekarang disebut sebagai Tall el-Hammam, kota ini terletak sekitar 7 mil timur laut dari Laut Mati di sebuah tempat yang sekarang disebut Yordania (NASA/CC BY-ND)

Untuk mendapatkan jawabannya membutuhkan waktu hampir 15 tahun penggalian yang melelahkan oleh ratusan orang. Selain itu, ini juga melibatkan analisis terperinci dari berbagai bahan yang digali oleh lebih dari dua lusin ilmuwan di 10 negara bagian di AS, serta Kanada dan Republik Ceko. Ketika kelompok kami akhirnya menerbitkan bukti baru-baru ini di jurnal Scientific Reports, 21 rekan penulis termasuk para arkeolog, ahli geologi, ahli geokimia, ahli geomorfologi, ahli mineral, ahli paleobotani, ahli sedimentologi, ahli dampak kosmik, dan dokter medis.

Inilah cara kami merekonstruksi gambaran kehancuran di masa lalu.

Badai api di seluruh kota

Bertahun-tahun yang lalu, ketika para arkeolog menelaah penggalian kota yang hancur, mereka dapat menemukan lapisan arang, abu, bata lumpur yang meleleh, dan tembikar yang meleleh setebal 1,5 m. Jelas bahwa badai api yang hebat telah menghancurkan kota ini sejak lama. Lapisan gelap ini kemudian disebut sebagai lapisan kehancuran.

Para peneliti berdiri di dekat reruntuhan tembok kuno, dengan lapisan kehancuran di tengah-tengah setiap dinding yang terbuka (Phil Silvia, CC BY-ND)

Tidak ada yang tahu secara pasti apa yang telah terjadi, tetapi lapisan itu tidak disebabkan oleh gunung berapi, gempa bumi, atau peperangan. Tak satu pun dari semua itu yang mampu melelehkan logam, batu bata lumpur dan tembikar.

Untuk mengetahui apa yang memungkinkan, kelompok kami menggunakan Online Impact Calculator untuk membuat model skenario yang sesuai dengan bukti. Dibangun oleh para ahli tumbukan (meteor), kalkulator ini memungkinkan para peneliti untuk memperkirakan lebih detail dari peristiwa tumbukan kosmik, berdasarkan peristiwa tumbukan dan ledakan nuklir yang telah diketahui.

Tampaknya pelakunya di Tall el-Hammam adalah sebuah asteroid kecil yang mirip dengan asteroid yang telah menumbangkan 80 juta pepohonan di Tunguska, Rusia, pada tahun 1908. Ini akan menjadi versi yang jauh lebih kecil dari batu raksasa selebar bermil-mil yang menyebabkan kepunahan dinosaurus 65 juta yang lalu.

Kami memiliki kemungkinan penyebabnya. Sekarang kami membutuhkan bukti-bukti tentang apa yang terjadi hari itu di Tall el-Hammam.

Menemukan ‘berlian’ di dalam tanah

Penelitian kami mengungkapkan serangkaian bukti yang sangat luas.

Gambar mikroskop elektron dari berbagai retakan kecil pada butiran kuarsa yang disetrum. Allen West , CC BY-ND

Di situs tersebut, ada serpihan butiran pasir yang disebut shocked quartz yang hanya terbentuk pada tekanan 725.000 pon per inci persegi (5 gigapascals) – bayangkan enam buah tank militer Abrams seberat 68 ton ditumpuk pada ibu jari Anda.

Lapisan penghancuran juga mengandung diamonoid kecil yang seperti namanya, sekeras berlian. Masing-masing ukurannya lebih kecil dari virus flu. Tampaknya kayu dan tanaman di daerah itu seketika berubah menjadi suatu bahan seperti berlian tersebut karena tekanan dan suhu bola api yang tinggi.

Diamonoid (tengah) di dalam kawah terbentuk oleh suhu dan tekanan bola api yang tinggi pada kayu dan tanaman. Malcolm LeCompte , CC BY-ND

Eksperimen dengan tungku laboratorium menunjukkan bahwa tembikar yang menggelegak dan batu bata di Tall el-Hammam mencair pada suhu di atas 2.700 F (1.500 C). Suhu yang cukup panas untuk melelehkan mobil dalam beberapa menit.

Lapisan penghancuran juga mengandung bola-bola kecil dari bahan-bahan yang lebih kecil dari partikel debu di udara yang meleleh. Disebut spherules, terbentuk dari besi dan pasir yang diuapkan yang meleleh pada suhu sekitar 2.900 F (1.590 C).

Selain itu, permukaan tembikar dan kaca lelehan berbintik-bintik dengan butiran logam kecil yang meleleh, termasuk iridium dengan titik leleh 4.435 F (2.466 C), platinum yang meleleh pada 3.215 F (1.768 C) dan zirkonium silikat pada 2.800 F (1.540 C) C).

Animasi yang menggambarkan posisi objek dekat Bumi yang diketahui pada titik waktu selama 20 tahun yang berakhir pada Januari 2018. Kredit: NASA/JPL-Caltech

Secara keseluruhan, semua bukti ini menunjukkan bahwa suhu di kota naik lebih tinggi daripada gunung berapi, peperangan, dan kebakaran kota biasa. Satu-satunya proses alami yang tersisa adalah tumbukan kosmik.

Bukti yang sama seperti yang ditemukan di berbagai lokasi tumbukan yang telah diketahui, seperti Tunguska dan kawah Chicxulub, yang diciptakan oleh asteroid yang memicu kepunahan dinosaurus.

Satu teka-teki yang tersisa adalah mengapa kota beserta lebih dari 100 pemukiman di daerah lainnya ditinggalkan selama beberapa abad setelah kehancuran ini. Mungkin kadar garam yang tinggi yang tersimpan selama peristiwa tumbukan membuat tanaman tidak mungkin untuk dicocok tanam. Kami belum yakin, tapi kami pikir ledakan itu mungkin telah menguapkan atau memercikkan kadar racun dari air garam Laut Mati ke seberang lembah. Tanpa tanaman, tidak ada yang bisa hidup di lembah hingga 600 tahun, sampai curah hujan minimal pada iklim seperti gurun ini, menghanyutkan garamnya dari ladang.

Apakah ada saksi mata yang selamat dari ledakan itu?

Ada kemungkinan bahwa deskripsi lisan tentang kehancuran kota mungkin telah diturunkan dari generasi ke generasi hingga tercatat sebagai kisah Sodom dalam Alkitab. Alkitab menggambarkan kehancuran pusat kota di dekat Laut Mati – batu dan api jatuh dari langit, lebih dari satu kota hancur, asap tebal membubung dari api dan penduduk kota terbunuh.

Mungkinkah ini adalah catatan saksi mata kuno? Jika demikian, penghancuran Tall el-Hammam mungkin merupakan penghancuran tertua kedua dari pemukiman manusia oleh peristiwa tumbukan kosmik, setelah desa Abu Hureyra di Suriah sekitar 12.800 tahun yang lalu. Yang penting, mungkin ini adalah catatan tertulis pertama dari sebuah peristiwa bencana seperti itu.

Hal yang menakutkan adalah, hampir pasti bahwa ini bukan kali terakhir kota manusia mengalami nasib ini.

Semburan udara seukuran Tunguska, seperti yang terjadi di Tall el-Hammam, dapat menghancurkan seluruh kota dan wilayah, dan menimbulkan bahaya modern yang parah. Pada September 2021, ada lebih dari 26.000 asteroid dekat Bumi yang diketahui dan seratus komet dekat Bumi periode pendek. Salah satunya pasti akan menabrak Bumi. Jutaan lainnya tetap tidak terdeteksi, dan beberapa di antaranya mungkin sedang menuju Bumi saat ini.

Kecuali jika teleskop yang mengorbit atau berbasis daratan mendeteksi objek-objek membahayakan ini, mungkin dunia tidak sempat untuk memberikan peringatan, sama seperti penduduk Tall el-Hammam.


Christopher R. Moore, Archaeologist and Special Projects Director at the Savannah River Archaeological Research Program and South Carolina Institute for Archaeology and Anthropology, University of South Carolina.

 The Conversation